After Meeting.
Hari ini rekan-rekan yang sudah memiliki janji dengan sang pemiliki brand, tengah menunggu meeting di mulai untuk pertama kalinya di bulan baru.
Bagi Hoshi, ini adalah momen pertama yang tidak akan ia lupakan. Dimana dia melakukan meeting dengan salah satu brand baru; apalagi ini milik kenalannya, dan pasarnya langsung meroket karena koneksi dari si pemilik brand, juga team marketing brand yang amat sangat luas koneksinya dengan orang penting.
Tadi pagi sebelum dia berangkat, dia sudah di wanti-wanti oleh teman-teman satu kontrakannya untuk tidak lagi mengulang kejadian bodoh yang akan berdampak kedepan untuk pekerjaannya. Apalagi dengar-dengar kali ini dia harus menjadi partner model brand temannya ini dengan orang yang pernah bermasalah dengannya.
Hoshi mendengarkan semua nasihat dan juga masukan daripada teman-temannya. Sebenarnya Hoshi terus bernegatif thinking apakah pekerjaan pertamanya setelah lulus ini akan menghantarkannya ke jenjang yang lebih baik dalam dunia kerja atau malah membuatnya kembali mundur.
Jam sudah menujukkan pukul 9 pagi, tapi pembicaraan ini belum juga di mulai. Hoshi yang terus merasa terintimidasi karena pria dihadapannya yang terus melihatnya dengan tatapan tidak suka. Juga beberapa team yang terus berbisik-bisik sambil melihat ke arahnya.
“Santai aja, emang orang-orang disini salah cara mengekspresikan rasa penasarannya ke orang.” Itu Joshua, asisten pribadi sang pemilik brand yang juga teman dekat dari teman kontrakannya, Jeonghan.
“Eh.. iya kak,” jawab Hoshi sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu.
“Udah ada ngobrol sama Woozi lagi belum?”
Hoshi menggeleng, “Takut kak. Nanti yang ada gue di sembur kata-kata tajem lagi sama dia.”
“Dia aslinya baik ko. Tapi emang agak ketus aja orangnya, jutek juga. Nanti kalau udah deket juga malah enak ngobrol atau curhat sama dia.”
“Ah ga dulu deh kak. Mending gini dulu aja sekarang. Gue ngikut dia maunya gimana.”
Joshua tertawa, “Ya udah terserah lo deh. Tapi nanti ngobrol-ngobrol aja biar ga canggung. Lagian kalian satu almamater juga kan. Dia udah maafin kejadian itu, cuman emang belum bisa lupain aja.”
“Iya kak, aman..”
“Selamat pagi semua, sorry gue telat ya.”
“Pagi bang.”
Selesai meeting pada pukul 12.30, Hoshi di ajak langsung oleh Seungcheol, Joshua, dan beberapa team lainnya untuk membangun kemistri agar pekerjaan yang akan mereka kerjaan tidak terjadi kecanggungan. Woozi juga ada disana, namun dia berjalan cukup jauh di belakang. Katanya duluan, ada yang harus dikerjakan.
Hoshi memesan makan dan minum yang biasa, sedangkan team-team lainnya hanya memesan makanan yang Hoshi pikir itu hanya untuk mengganjal perut saja, tidak membuatkan kenyang.
“Belum terbiasa ya ngeliat orang makan yang biasanya cuman lo cemilin?” tanya Seungcheol dan duduk di samping Hoshi.
“Eh.. iya bang. Ini ko pada pesennya yang cuman buat ganjel aja sih?”
“Anak-anak suka dapet makan nanti habis kerja, itu juga kadang-kadang modelnya suka bawa makan seabrek buat team-teamnya.”
“Oooh.. budayanya atau gimana bang?”
“Engga sih. Emang suka pada iseng aja, katanya udah kaya keluarga sendiri.”
Hoshi mengangguk paham. “Lo sama Woozi gimana? Udah ada ngobrol-ngobrol belum?”
“Kalau langsung sih belum bang, cuman semalem gue sempet chat aja minta maaf sama mohon dibimbing.”
Seungcheol tertawa, “Lo sama dia tuh seumuran, satu almamater. Ga usah canggung sumpah. Dia tuh udah sering gue wanti-wanti.”
“Takut tapi gue bang. Apalagi baground keluarga dia yang hukum itu.”
“Santai aja sumpah. Malah kalau lagi kumpul keluarga, dia suka di ceng-cengin sama lo. Hahahaha.”
“Makin malu bang gue yang ada.. seriusan itu?”
“Ga bohong gue. Emang awalnya gue aja sama Wonwoo, tapi si Woozi nih makin hari kaya makin gedek sama lo padahal salah lo saja segitu doang. Kaya.. wajar lah salah akun.”
“Ya kata dia mah ga wajar bang. Ini aja gue ga ngerti kenapa lo malah gue sama Woozi buat jadi brand model lo.”
“Ada hal yang gue liat dan itu bisa bikin baik brand gue, lo, ataupun Woozi tuh diliat orang.”
“Cenayang kah?”
“Gue kan hanya melihat dari sisi gue, sisanya gue kasih Tuhan sama team gue.”
“Zii!! Sini.”
Woozi menghampiri Seungcheol yang memanggilnya dari arah ujung.
“Halo, Zi.”
“Halo.”
Diam.
“Santai aja sih jangan kaku.”
Woozi mengangkat satu alisnya, “Maksud lo bang?”
“Lo sama Hoshi noh, jangan galak-galak banget. Habis ini coba take foto pake brand gue yang kemarin. Baju baru sampe malem nanti. Besok jam pagi ke studio. Jangan ngaret!”
“Gue biasa aja ko sama Hoshi. Ga galak.”
“Mimik muka lo itu loh. Gue aduin bulek loh.”
“Najis, ngaduan lo mah.”
“Udah ah, gue mau balik ke kantor.” “Shua! Ini anak dua gue titip lo ya.”
“AMANN!”
“Ga usah canggung-canggung sama gue. Santai aja. Gue udah maafin lo,” ucap Woozi santai sambil meminum cola ditangannya. “Tapi kalau lo gitu lagi, gue kecewa dan ga mau lagi kenal lo.”
“Iya, Zi. Aman.”