Bandung & Jogjakarta.

Shin x !fem reader

Universitas negeri sudah pasti menjadi pilihan pertama dari rata-rata siswa maupun siswi yang masih sanggup melanjutkan bersekolahnya ke jenjang yang lebih serius dan mendalam.

Sama hal-nya dengan Shin dan Kamu. Mereka adalah salah satu dari lima siswa dan siswi berprestasi semasa sekolah.

Hanya satu kata yang mereka deskripsikan jika mereka bertemu atau dipertemukan secara sengaja dalam satu kelompok maupun ruangan.

Saingan.

Shin adalah seorang juara kelas yang nilai pelajarannya tidak pernah turun dari angka 90. Begitupula Kamu, nilai 90 adalah angka keramat yang sebenarnya sudah Kamu kutuk dengan berbagai macam hal untuk bertambah minimal 0,1 persen saja.

Guru sampai kepala sekolah pun pernah saling salah paham hanya karena nilai Shin dan Kamu yang tidak pernah sedikitpun untuk turun atau berkurang.

Tidak sedikit teman-teman kelas mereka berdua menggoda mereka untuk menjadi sepasang kekasih atau bahkan menjodoh-jodohkan mereka berdua akan menjadi sepasang suami istri kelak.

Namun itu semua hanyalah masa lalu. Masa lalu dimana keduanya berkembang untuk menjadi seseorang, mencari jati diri, mencari seseorang juga siapa yang akan bersamanya kelak nanti.

Pengumuman Seleksi Nasional akhirnya keluar. Shin dan Kamu adalah penerima undangan dari Universitas Negeri terkenal di daerah Bandung.

Sebagai seorang yang ambisius, sudah pasti mereka berdua diterima dengan senang hati oleh Universitas.

Semester awal menjadi seorang Mahasiswa Baru, baik Shin maupun Kamu masih belum akrab satu sama lain. Karena pendeskripsian antar keduanya yang tidak pernah berubah.

Keaktifan sebagai seorang Mahasiswa dan Mahasiswi sangat tergambar jelas antara Shin dan Kamu. Mereka selalu bersaing secara sehat, enggan kembali mengulang kenangan buruk semasa Sekolah Menengah Atas dulu kembali terulang.

“Lo ga cape anggep gue saingan?”

Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan oleh seorang Shin. Kalimat santai yang bukan membahas sebuah pelajaran.

“Menurut lo?”

“Kalau gue jujur cape. Kita udah mau jalan semester dua, kalau kita gini-gini terus ga bakalan enak buat bersosialisasi antara gue maupun lo.”

“Gue ga berniat bersosialisasi sama lo sih sebenarnya.”

“Kita udah di Bandung sekarang. Suasana SMA harusnya udah berubah. Gue ga maksa lo buat maafin gue setelah kejadian 1 tahun lalu, gue ga sengaja.”

“Shin. Gue udah maafin lo dan gue juga udah biasa aja sama lo. Tapi buat menghilangkan label pendeskripan gue ke lo sebagai saingan kayaknya susah.”

“Gue udah ngalah.”

“Tapi Bunda gue meninggal, Shin. Beliau ninggalin gue, ayah gue ga sayang gue lagi setelah menikah lagi. Gue dibuang gitu aja, Shin. Lo ngerasain ga?! Engga kan?”

Saat penjabaran tidak sengaja yang Kamu utarakan itu terucap, Shin memeluk Kamu dan menenangkan tentang keadaan masa lalu Kamu yang sedikit suram.

Mengusap lembut rambut Kamu yang masih setia memeluk Shin karena Kamu merasa Kamu butuh seseorang untuk bercerita dan pulang.

“Maaf. Seandainya lo bilang dari awal, mungkin gue nolak buat ikut lomba terakhir kemarin. Gue juga ga terlalu butuh sama hadiahnya, gue hanya dipaksa sama sekolah tapi gue juga berhak buat menolak. Maaf ya?”

Kamu mengangguk.

“Gue masih anggep lo saingan, Shin.”

“Anggep gue saingan lo sampai gue denger dan semua orang denger lo bisa ngalahin gue selama tujuh semester kedepan. Oke?”


Lima semester berjalan dengan aman dan tenang. Kamu dan Shin kini menjalin sebuah hubungan. Hubungan Kamu dan Shin sekarang adalah sebagai sepasang kekasih.

“Setelah lulus aku udah dapet tawaran kerja disalah satu perusahaan besar di Bandung.”

Kamu mengangguk. “Aku mau istirahat dulu beberapa bulan setelah lulus.”

“Semester akhir di depan mata, ya? Aku takut kamu pergi.”

“Aku takut kamu berpaling, Shin.”

“Aku?”

Kamu mengangguk. “Akane naksir kamu, ya? Akhir-akhir ini aku sering liat kamu jalan sama dia.”

“Tau dari siapa?”

“Seishu sama Izana. Bahkan Mikey sama Emma juga ngasih tau. Kamu selingkuh karena bosen atau apa, Shin?”

“Hah? Aku ga selingkuh.”

Kamu membuka ponsel, mencari sesuatu untuk ditunjukkan kepada Shin.

“Terus ini apa? Apa cuman temen sampai cium pipi kaya gitu, Shin?”

“Aku minta maaf.”

“Kamu salah kan? Dan buktinya udah jelas banget, makanya kamu ga ada pembelaan diri. Kita putus ya, Shin? Terima kasih untuk dua setengah tahunnya.”


Hari ini adalah jadwal Kamu dan Shin untuk wisuda. Sudah satu tahun lebih hubungan Kamu dengan Shin tidak lekas membaik setelah putus beberapa tahun lalu.

Selesai Kamu dipanggil dan melalukan sesi foto, Kamu lekas pulang. Tanpa orang tua dan keluarga, wisuda Kamu terasa kosong. Tidak berkesan.

Rencana untuk pindah kota untuk tinggal akan menjadi rencana terbaiknya dalam hidup.

Sedangkan di sisi lain, Shin mencari keberadaan Kamu. Shin ingin memberi bucket bungan dan beberapa kue kesukaan Kamu. Tapi sayang, semuanya tidak diberikan karena Shin tidak kunjung menemui Kamu.


Lulus dengan predikat terbaik satu kampus, Kamu melanjutkan seluruh ilmu yang dimiliki untuk menjadi seorang guru honorer di Jogjakarta. Menjadi guru dan mengajarkan banyak hal pada seseorang yang ingin belajar adalah impiannya sejak dulu.

“Bu! Aku dapet ini dari Kakak yang ada di balik pohon taman. Katanya ini buat Ibu,” ucap salah satu murid kelasnya yang baru saja kembali dari kamar mandi.

Kini Kamu tengah mengajar di dalam kelas. “Loh, ini dari siapa?”

“Aku ga tau bu, tapi kata Kakaknya ada surat di dalemnya.”

“Oke makasih ya. Boleh duduk.”

Kamu membuka surat yang tertutup oleh tangkai bunga. Ini adalah sebuah bucket dari bunga kesukannya- mawar putih.

Surat itu berisi.

Halo. Kayaknya gue salah banget selama ini, boleh kasih gue kesempatan? Gue bener-bener sayang sama lo. Oh ya, gue tau lo sekarang tinggal dimana karena gue bener-bener nyari keberadaan lo dan dimana sekarang lo tinggal. Boleh kita ketemu? Gue tunggu di taman sekolah tempat lo ngajar, ya?

Kamu menutup kerta yang berisi surat tersebut dan izin kepada anak muridnya untuk keluar sebentar.

Sesampainya Kamu di taman. Kamu tidak melihat sosok siapapun disana.

“Halo? Apa kabar?”

Kamu berbalik badan. Itu adalah Shin. Seorang pria yang tidak pernah absen dalam pikiran Kamu dan doa yang sering Kamu panjatkan.

“Baik. Lo?”

“Gue juga baik.”

“Perihal suratnya, boleh dibales? Tapi engga sekarang pun gapapa. Gue ngerti. Maaf ya.”

Kamu berlari menghampiri Shin dan memeluk Shin.

“Lo bisa ga jangan kaya gini. Gue kangen sama lo. Bisa jangan sakitin gue lagi. Bisa?”

Shin tertawa kecil. “Iya. Gue janji. Maaf ya.”

Shin melepas pelukan Kamu dan menghapus air mata Kamu.

Shin mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. “Pake. Selamat ulang tahun.”

“Cincin?”

Shin mengangguk, “Be mine? Be my wife.”

Kamu masih mematung, mecerna semua kejadian yang baru saja terjadi.

“Will you marry me?”

Kamu mengangguk dan memakai cincin pemberian Shin- Shin yang memasangkannya.

“Terima kasih dan Maaf. Aku janji mulai detik ini Jogjakarta jadi tempat kita memulai hidup baru. Lupain Bandung, itu cuman sad part dari kehidupan kita berdua.”