dankjewel en ik hou van je.
Tidak sedikit orang bilang mempercayai seseorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama adalah langkah awal yang buruk dalam sebuah hubungan percintaan.
Menaruh kepercayaan dan tidak menyelidiki lebih dalam seseorang tersebut, akan menjadi boomerang tersendiri bagi siapapun yang mengiyakannya untuk masuk ke dalam hidupnya.
Mungkin tidak sedikit juga hubungan yang berawal dari pandangan pertama menjadikan cintanya utuh dan bertahan lama. Dan semoga hal itu terjadi pada Hanma dan Kazutora.
Mengendarai sepeda motornya dengan laju diatas rata-rata. Tidak lupa juga membawa buah tangan untuk si calon kekasih. Tidak banyak, hanya beberapa makan pinggir jalan yang bisa disantap bersama saat malam hari.
Air sisa dari hujan beberapa jam yang lalu, membuat perjalanan Hanma sedikit harus berhati-hati. Meskipun ia mahir dalam berkendara, tetap saja tidak akan ada yang tau bagaimana rencana Tuhan selanjutnya.
Sedangkan disisi lain, Kazutora tengah sibuk dengan lukisannya. Ia tengah mengambar hal-hal yang mungkin bisa membuat pikirannya sedikit tenang.
Beberapa jam lalu seseorang menelfon Kazutora. Nomor tidak dikenal. Seseorang dalam telfon itu mengaku sebagai ayah dari Kazutora. Ia hanya takut ayahnya akan menemuinya dan membawanya paksa untuk tinggal bersamanya. Itu adalah hal yang paling ia hindari sedari dulu.
Sejak bertemu Hanma, meskipun baru beberapa bulan. Kazutora merasa ada hal berbeda dalam perasaannya. Bukan perasaan senang yang sering ia rasa seperti biasa bersama teman-temannya, ini lebih kepada perasaan berdebar, nyaman, dan tidak ingin ditinggal.
Padahal Kazutora sendiri tidak tau apa yang harus ia lakukan jika ia dekat atau menjalin hubungan dengan Hanma. Ia lupa.
Kilas balik. Semuanya berawal dari Hanma yang melihat sekilas Kazutora saat ia membayar hutangnya di kantin fakultas sebelah.
Perasaan Hanma pada saat itu hanya penasaran. Siapakah pria mungil itu? Dan bisa-bisanya ia memancarkan cahayanya lebih terang dari matahari kala siang hari itu.
Bagi Hanma yang merasa kehidupannya sudah lama meredup karena ibundanya yang sudah lama meninggal, seakan-akan kembali hidup ketika bertemu dengan Kazutora. Meskipun hanya seperkian detik ia melihat Kazutora, bagi Hanma semesta akan kembali berpihak kepadanya, membawa kembali kebahagiaan untuknya.
Tuhan seakan tau, Hanma membutuhkan seseorang untuk menemaninya.
Tuhan seakan tau, Kazutora berhak kembali membawa kebahagiaan untuknya.
Teman-temannya menjadi perantara bagaimana Hanma dan Kazutora bertemu. Bagaimana kedua pria ini berkenalan dan menjadi semakin dekat.
Teman-teman Hanma kala itu sangat senang bahwa Hanma akan kembali menjadi Hanma yang dulu. Hanma yang ceria dan tidak pernah memasang topeng apapun kepada mereka dan tetap berbuka entah saat perasaannya sedang hancur atau bahagia.
Teman-teman Kazutora tidak kalah senang saat mengetahui bahwa temannya ini akan menjadi kekasih dari seorang pria yang tegas dan bertanggung jawab. Meskipun pada fakta yang orang-orang tangkap Hanma adalah seorang yang kurang baik, nakal, dan perilaku buruk lainnya menyelimuti Hanma sangat erat.
Pertemuan kedua dan seterusnya, Hanma bisa meminta untuk semesta mengizinkan. tentang pertemuan yang memang disengaja karena Hanma ingin lebih mengenal siaka Kazutora dan bagaimana Kazutora sebenarnya.
Dari sisi Kazutora sendiri, ia lebih berhati-hati. Ia hanya tidak ingin membuat dirinya sibuk sendiri dengan perasaan menyesal nantinya.
Suara dari mesin motor terdengar dari luar kamar Kazutora. Ia melihat keluar jendela kamarnya. Itu Hanma.
Dengan cepat ia turun dari kamarnya untuk menjemput Hanma. Kazutora menunggu Hanma juga ternyata.
“Halo,” sapa Kazutora pada Hanma. penuh dengan senyuman.
Hanma yang melihat senyum itu hanya bisa membalasnya dengan senyuman juga.
“Tumben di jemput kebawah? Biasanya juga suruh langsung ke kamar.”
“Gapapa pengen aja. Ayo keburu hujan lagi.”
Hanma menyusul langkah kaki si manis dari belakang. tidak lupa juga membawa beberapa plastik berisi makanan ia sudah beli tadi.
“Kamar gue berantakan. Nanti gue beresin sebentar lagi nanggung soalnya lagi gambar.”
Hanma hanya mengangguk paham. “Gue ke dapur ya? Roti bakar lo ada di kantong platik yang warna putih. Ini nasi goreng cumi, suka ga?”
“Cumi?!”
Hanma mengangguk, “Engga suka kah? Kalau engga gue beliin lagi di luar. Ga jauh ko.”
Kazutora menggeleng. “Buruan dibuka aja nasgornya, laper.”
Hanma menyubit pipi Kazutora. Gemas.
Sampai dapur Hanma membuka rak yang bertulis nama Kazutora. Ternyata sekarang rak sudah tidak sepenuhnya berisi mie instan. Apa ia mendengarkan saran dari Hanma beberapa waktu lalu?
“Syukurlah,” batin Hanma.
Kazutora dalam kamarnya membereskan beberapa kertas dan beralatan gambarnya yang berserakan. Tidak lupa juga roti bakar yang sudah Hanma belikan ia makan. Rasa coklat dan rasa kacang adalah favorite Kazutora, sisa rasa yang lainnya tidak ia makan— untuk Hanma.
“Kertasnya ketinggalan satu tuh,” ucap Hanma di depan pintu.
Kazutora mengambil kertas itu dan meletakkan di meja depan TV.
“Suka pedes ga? Soalnya gue belinya pedes dua-duanya.”
Kazutora mengangguk. “Pedesnya berapa memang?”
“Dua sendok doang sih.”
“Kurang...” ucapnya sedikit cemberut.
“Jangan gitu... Lucu...”
Kazutora mengabaikan perkataan Hanma dan bergegas menyantap nasi goreng cumi tersebut.
30 menit mereka berdua tenang dengan makanan yang Hanma beli tadi. Kazutora sudah kenyang dan sedikit mengantuk.
Kini mereka berdua tengah menonton film yang ditayangkan di tv. Ini adalah film yang ternyata mereka berdua sangat suka. Judul dari film yang tengah ditayangkan adalah Titanic.
“Zu. Lo mau ga jadi kaya si Jack?” tanya Hanma tiba-tiba.
“Mau lah. Dia kan cakep. Masa gue ga mau jadi orang cakep?”
“Maksudnya bukan itu...”
“Terus?”
“Mati berdua sama si Rose.”
“Ya itu kan skripnya gitu. Realitanya gitu...”
“Maksudnya ga gitu...”
Kazutora membalikkan badannya. Kini posisi mereka berdua saling berhadapan.
“Apa? Kaya gimana?”
“Yaaa mati bareng gitu... Tapi kan diawal film si Rose bukan siapa-siapanya Jack kan? Nah. Maksud gue lo mau ya jadi pacar gue?”
Kazutora menguap.
“Sopankah memberi jawaban dengan menguap?”
Kazutora tersenyum kecil. “Gue ngantuk.”
“Sini.”
Hanma membawa baru Kazutora untuk bersandar di bahu miliknya.
“Semesta bakalan berpihak sama gue kalau lo mau jadi pacar gue Han.”
Kazutora bingung.
Siapa tadi? Han?
“Han siapa? Ngajak diri sendiri pacaran?”
“Loh nama lo kan Kazutora Hanemiya? Masa ga boleh manggil Hanemiya?”
“Ya boleh sih. Cuman aneh aja.”
Hanma menangkup kedua pipi Kazutora. Gemas. Chubby.
“Tora. Gue panggilnya Tora ya. Ini aneh tapi lo harus percaya. Gue memang ga maksa atas perasaan lo kedepannya buat gue gimana. Tapi gue sayang banget sama lo. Gue pengen lo jadi semesta gue, gue pengen lo buat gue. Gue pengen banget jadi rumah lo pulang dan gue pengen banget lo jadi rumah gue pulang.
“Gue pengen lo, Tora.”
Kazutora mengecup bibir Hanma. Cukup lama. Tidak ada balasan apapun dari Hanma. Mungkin ia kaget.
“Gue juga suka sama lo ka. Gue nyaman sama lo. Gue juga pengen bareng lo terus.
“Gue mau jadi pacar lo. Bahkan lebih pun gapapa.”
Hanma memeluk Kazutora. Mencium seluruh inci wajahnya tanpa henti.
“Makasih. Gue sayang sama lo, Kazutora.”
“Aku sayang kamu juga.”
Pada malam itu. Semesta keduanya saling berpihak. Mengiyakan menjadi bahagian seperti dulu, memberikan semesta pengganti setelah sekian lama ditinggal oleh sang ibunda masing-masing.
Bagi Hanma. Kazutora adalah anugerah yang Tuhan beri untuknya.
Bagi Kazutora. Hanma adalah semesta dan babak baru dalam kehidupannya.
- fin.