First meet

Pagi yang lebih terik dari biasanya membuat seorang pemuda cantik bernama Chifuyu Matsuno bangun lebih awal dari biasanya. Hari ini juga sebenarnya ia harus bergegas pergi ke kamar mandi dan sarapan, karena kampus impiannya sudah memanggilnya untuk segera mendatanginya.

Ya, hari ini ospek hari pertama seorang Chifuyu setelah kurang lebih 3 bulan berdiam di dalam rumah. Sebenarnya ia tidak sepenuhnya diam di rumah, hanya saja teman-temannya selalu memaksa ia keluar hanya untuk sekedar jalan-jalan, padahal menurutnya itu adalah hal yang membuang-buang waktu.

Seragam SMA-nya kini ia kembali kenakan.

Almamater berwarna hitam, celana hitam, kemeja putih serta dasi kesukaannya sudah rapih ia kenakan. Hari ini juga ia hanya sarapan sereal dan susu, karena bundanya yang selalu tak pulang jika esok adalah hari Senin.

Chifuyu memanaskan motornya, mengecek apakah masih ada bensin atau tidak di dalam tangki bensin motornya.

Semuanya sudah selesai, Chifuyu segera pergi ke kampusnya untuk menyusul teman-temannya yang sudah berisik sejak tadi di grup chat.

Ia tau teman-temannya membicarakannya, hanya saja ia memang cuek dan ini masih sangat pagi untuknya hanya untuk membalas ocehan mereka di Senin pagi yang cukup panas.

Di satu sisi rumah lainnya ada seorang mahasiswa laki-laki yang terlihat sudah siap dengan pakaiannya untuk segera pergi ke kampus.

Grup teman-temannya sudah cukup berisik untuk segera menyuruhnya pergi ke kampus. Ia juga sebenarnya sudah harus berangkat, tapi keadaan rumahnya masih belum memungkinkan untuk ia tinggal sekarang.

Jam sudah menunjukkan pukul 7.15, 15 menit lagi ospek akan segera dimulai.

Baji Keisuke, seorang ketua divisi kedisiplinan harus mencontohkan hal yang baik untuk para adik tingkatnya tentang menghargai waktu dan tata tertib yang sudah dibuat.

“Baji,” ia menoleh ke arah belakang. Saat ini sebenarnya ia sudah bersiap di atas motor untuk segera berangkat.

“Papah ga pulang untuk 1 minggu ini. Kamu bisa jaga diri kamu sendiri kan?”

Baji menghela nafasnya malas dan mengangguk, “Iya. Papah ga pulang pun gapapa. Baji udah biasa sendiri.”

“Mama hari ini pulang. Bicarakan hal ini sama Mama, Papah minta tolong.”

“Papah yang mau cerai ko Baji yang suruh jelasin? Udah Pah, Baji udah telat ini.”

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Baji, tepat mengenai luka bakar yang belum sepenuhnya kering.

“Papah minta tolong. Bukan nyuruh!”

Papah Baji meninggalkan dirinya yang tengah kesakitan dan terus memegang pipinya.

Ia tidak peduli dan segera berangkat ke kampus untuk menjalankan kewajibannya.


Seharusnya 10 menit yang lalu, baik Baji maupun Chifuyu sudah sampai di kampus. Tapi keduanya belum memperlihatkan batang hidungnya sama sekali.

Seorang pria melintas sambil mendorong motornya tepat di hadapan Baji. Baji sedang duduk di pinggir jalan raya Baji yakin laki-laki itu akan menjalankan ospek di kampusnya, Touman University.

“Lo mau ke Touman kan?” tanya Baji pada pria yang melintas di depannya, tadi.

Ia menoleh ke belakang dan mengangguk.

“Gue boleh numpang ke motor lo ga? Gue ga bisa kalau bawa motor harus megang pipi gue kaya gini,” katanya sambil memperlihatkan tangan kanannya yang sibuk memegang tissue penuh darah.

Pria itu memarkirkan motornya dan menghampiri Baji.

“Gue Chifuyu Matsuno,” katanya sambil mengulurkan tangan.

“Oh, gue Baji.”

Chifuyu ikut duduk disamping Baji dan mencari sesuatu dalam tasnya.

“Ganti tissue lo pake ini,” titahnya sambil memberikan handsaplas, beberapa kapas, dan 1 roll kasa.

Baji menerimanya dan membuang tissue tadi kesembarang arah.

“Gue bantu,” ucap Chifuyu.

Ia benar-benar membantu Baji menutupi lukanya dengan kasa dan handsaplas memberiannya tadi.

“Lo mau bantuin gue kan?”

Chifuyu mengangguk, “Motor gue mogok tapi, mau jalan bareng gue?”

Baji menggeleng cepat, “Biar motor lo nanti gue minta tolong temen gue.”

Baji mengeluarkan ponselnya, mengirim pesan kepada temannya untuk mengantarkan motor Chifuyu untuk diperbaiki di bengkel dekat kampusnya.

Selesai dengan luka di pipi kanan Baji. Chifuyu langsung membereskan sisa-sisa sampah tadi dan juga tissue yang sengaja Baji buang sembarang untuk dibuang di tempat sampah.

“Ga jiji? Itu darah gue semua,” tanya Baji pada Chifuyu setelah melihatnya membuang sisa tissue bekas darahnya tadi.

“Buat apa? Udah sering gue liat tissue penuh darah,” jawabnya.

Baji dan Chifuyu terdiam satu sama lain. Mereka menunggu teman Baji untuk memastikan bahwa motornya akan dibawa ke bengkel dekat kampus.

“Makasih,” ucap Chifuyu tiba-tiba.

“Santai.”

“Tuh temen gue dah dateng. Kuncinya masih ngengantung di motor gue, langsung aja ya.”

Chifuyu mengagguk dan terlebih dahulu menghampiri motor Baji.

“Cowo lo?” tanya temannya tiba-tiba.

Baji menjitak kepala temannya itu, “Bawa ke bengkel deket kampus.”

Baji meninggalkannya dan menghampiri Chifuyu untuk segera pergi ke kampus.