Late Valentine.
Tidak sedikit orang-orang di dunia ini berpikir bahwa, jatuh cinta, jatuh hati, cinta pada pandangan pertama, cinta seutuhnya dan cinta sampai mati itu suatu hal yang berbeda. Tapi sampai detik ini aku masih belum pernah merasakan apa yang membedakan dari kelima perasaan tersebut.
Contohnya seperti malam ini. Aku tengah terdiam, terduduk, di tengah banyaknya orang yang berlalu lalang. Saling mengandeng pasangannya untuk menyambut dan merayakan hari kasih sayang dengan suka cita. Seperti tidak ada hari esok untuk saling menyatakan cinta dan rasa sayang pada masing-masing belahan jiwanya.
Masih belum ada balasan dari seseorang yang aku tunggu kehadirannya. Di tempat ini, aku dan dia untuk pertama kalinya bertemu. Dia meminjamkan ku jaketnya, karena pada saat itu aku sedang berada di keadaan yang tertekan.
Keadaan yang memaksa ku untuk terus berlari, berlari, terus berlari, tanpa tau dan entah diziinkan atau tidak aku untuk beristirahat.
Cuaca malam hari itu tiba-tiba turun hujan. Meski tidak besar dan butuh beberapa waktu untuk membuat jalanan basah, hujan kali ini bisa membuat siapa saja jatuh sakit setelahnya.
Kenapa? Karena kebanyakan orang bilang dan entah itu fakta atau bukan. Kondisi hujan yang gerimis bisa membuat siapa saja sakit jika kepalanya terkena air dari tetesan mereka.
Jam tangan ku sudah menunjukkan pukul 8 malam lebih 30 menit. Berarti, sudah lebih dari 4 jam aku menunggunya disini. Janji kami bertemu memang jam 4 sore, meskipun kata orang itu waktu yang pas untuk bermalas-malasan, menurut ku itu satu waktu yang tidak bisa aku lupakan.
Waktu dimana dia memberikan ku beberapa tangkai mawar merah untuk merayakan hari lahir ku pada bulan November beberapa tahun lalu.
Tapi sayangnya, pemberian rutin setiap tahun mengenai bunga mawar merah, hanya terlaksana sampai ulang tahun ku 2 tahun lalu.
Dia sudah sangat sibuk sampai dengan detik ini.
“Jihoon. Kenapa kamu masih disini? Apa ga bisa langsung pulang kalau aku ga nemuin kamu?”
Seseorang disana seperti berbicara dengan ku. Mungkin aku bermimpi seseorang yang ku tunggu sudah datang.
“Jihoon! Bangun. Jangan tidur disini, hujan.”
Aku masih belum ingin membuka mata ku, mungkin ini akan menjadi yang terakhir kalinya dia berbicara dengan ku.
“Astaga. Lee Jihoon! Bangun. Aku ga mau kamu mati kedinginan disini!”
Seperti disadarkan oleh mimpi. Aku merasakan seseorang mengoyang-goyangkan tubuh ku. Berusaha membangunkan ku.
“Jangan tidur disini. Kamu kan bisa tunggu aku di rumah atau apartment. Aku belum ganti kunci sandi apartment dan kunci pintu juga masih sama letaknya. Jangan buat aku khawatir, Lee Jihoon.”
Belum sepenuhnya kesadaran ku terkumpul, tanpa sadar aku memeluk seseorang yang membangunkan ku tadi. Aku menangis, tanpa sadar aku menangis. Mungkin aku benar-benar gila karena merindukannya.
“Soonyoung. Kalau kamu mau ninggalin aku untuk selamanya karena aku rese dan terlalu polos untuk kamu. Aku gapapa. Tapi, boleh aku minta satu kesempatakan buat tanya beberapa hal sama kamu?”
Aku bertanya dan masih memeluknya. Aku harap seseorang di hadapan ku ini tidak marah karena ku peluk cukup lama.
“Silahkan. But one thing you should know, Jihoon. Who wants to leave you?”
Aku meregangkan tangan yang melingkar di tubuhnya. Berusaha melihat wajahnya dalam gelap malam. Sedikit remang-remang dari cahaya lampu taman, aku melihatnya. Aku melihatnya. Dia memang ada disini. Menghampiri ku dan mengkhawatirkan ku.
“Siapa yang mau ninggalin kamu, Lee Jihoon? Coba bilang sama aku. Kamu lucu gini, siapa yang mau ninggalin kamu?”
Dia bertanya. Aku hanya bisa terdiam melihatnya ada di hadapan ku. Aroma coklat dengan perpaduan aroma tanah yang basah terkena air hujan. Membuatnya ingin sekali ku peluk sampai besok pagi.
“Jihoon? Kenapa melamun? I'm here. Maaf aku brengsek ga tepatin janji ketemu sama kamu. Will you forgive me?”
Aku mengangguk, tapi aku menangis.
“Eh eh. Ko malah nangis? Kita pulang dulu ya? Kamu udah basah gini. Aduhh seben –”
Aku memeluknya. Aku hanya ingin memeluknya. Dia memberikan jaketnya, dia masih ingat. Dia melepaskan jaketnya, padahal hujan setelahnya langsung turun besar.
Tanpa basa-basi, dia mengendong ku dengan gaya seperti orang habis menikah. Apa mereka bilang? Bridal style? Iya. Aku di gendong seperti itu olehnya.
“Soonyoung?”
“Iya?”
“Kamu mau ninggalin aku, ya?”
Soonyoung.
Seseorang yang ku tunggu, seseorang yang ku banggakan, seseorang yang ku cinta, seseorang yang ku agung-agung kan kini ada di hadapan ku. Aku terus bertanya perihal meninggalkan, karena itu satu hal yang paling aku benci.
“Stop tanya aku bakal ninggalin kamu, Jihoon. Aku harus lawan berapa orang buat yakinin mereka kalau aku sayang kamu. Bahkan aku masih selalu pulang ke kamu lagi kalau aku pusing, aku cape, aku sakit, iya kan? Aku ga bakalan ninggalin kamu Jihoon. Janji.”
Aku tersenyum. Mencium pipinya dan kembali memeluknya.
“Kenapa? Mau sesuatu?”
“Mereka bilang, aku terlalu polos dan rese buat kamu. Bener?”
Soonyoung tersenyum. Lalu tertawa terbahak-bahak sampai terbatuk.
“Siapa yang berani bilang gitu sama kamu? Coba bilang aku.”
“Mingyu sama Seungcheol. Mereka bilang juga kamu brengsek? Tapi menurut aku kamu cinta aku, Soonyoung.”
“Yang soal brengsek, itu bener. Aku minta maaf. Tapi kalau soal kamu rese atau terlalu polos buat aku, aku ga masalah sama itu. Aku terima kamu apa adanya.”
“Kamu suka sama Dokyeom ya?”
“HAH? Kamu mikirnya gimana?”
Aku hanya tersenyum, memamerkan gigi kecil ku pada Soonyoung.
“Iiii gemes. Aku cium juga lama-lama!”
“Mauuu. Mau di cium Soonyoung!!”
Aku menggodanya. Memanjunkan bibir ku dan mendekat pada Soonyoung.
Seperkian detik kemudian, waktu seperti berhenti. Aku merasakan bibir Soonyoung untuk pertama kalinya. Dia mencium ku dengan rasa, rasa yang tidak bisa aku deskripsikan. Rasa yang tidak ingin aku lepas.
“Kita pulang dulu. Nanti sehabis kita bersih-bersih dan makan, whatever you want to try, whatever they say. Let's do it. With your permission, I will do it.”
“Once again. Happy late valentine, Sayang. Boleh minta jari manisnya?”
Aku memberikan jari manis ku pada Soonyoung. Dia mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari saku celananya.
“Sebagai permintaan maaf dari 2 tahun lalu. Aku janji, dengan adanya cincin ini di jari manis kamu, aku mau kamu jadi punya aku seutuhnya. I love you, Kwon Jihoon.”
“Soonyoung? Ceritanya kamu lamar aku?”
“Bukan cerita cantik. Memang fakta.”
Aku mengangguk dan menerima cincin itu dari Soonyoung. Sangat cantik. Aku suka.
Ternyata selama ini dia menabung untuk ini.
Jadi, sampai saat ini aku masih belum bisa membedakan apa lima perasaan tersebut. Karena orang yang memperlakukan seperti raja hanya Soonyoung.
tamat