main

Eren dan Armin sudah berteman sejak lama, bahkan kedua orang tua mereka memiliki hubungan pertemanan yang sangat erat. Ibunda Armin adalah adik tingkat dari Ayah dan Ibunda Eren saat kuliah dulu dan Ayah Armin sendiri adalah teman seperjuangan Ayah Eren. Maka tidak usah dipertanyakan kembali seberapa dekat keluarga Grisha dengan Arlert, mereka sudah seperti saudara kandung.

Selesai menggunakan ponsel ibundanya untuk membalas pesan Eren, Armin segera mengganti bajunya dan juga membawa beberapa buku untuk dibahas dan dibaca bersama Eren nanti. Armin sudah dikenalkan dengan Eren sejak umur mereka menginjak 2 tahun, orang tua Armin dulu sempat mengalami kebangkrutan sehingga beberapa aset besar seperti rumah diambil oleh pihak bank dan meminta bantuan kepada keluarga Grisha untuk sekedar memberikan mereka satu ruang kecil untuk keluarga kecilnya tidur. Apalagi pada saat itu Armin masih memiliki imun yang lemah karena beberapa faktor saat kehamilan dulu.

“MAMAAA!” teriakan Armin tidak terlalu besar, namun ibundanya sangat sensitif terhadap suara Armin karena takut hal-hal seperti masa lalunya kembali terulang.

“Iya anak Mama, sudah siap?” tanya Mama Arlert dengan membawa beberapa camilan untuk dimasukan ke dalam tas yang akan dibawa anak semata wayangnya ini.

“Suda! Aku ga sabal ketemu Elen. Tadi katana Elen punya temen, tapi nangis.”

“Nangis kenapa? Eren nakal sama temen barunya?”

“Engga butan, katana anak na nangis pipis di celana. Malu,” ucap Armin disusul dengan ekspresi jiji.

“Ade ga boleh gitu wajahnya ah. Mama ga ajarin ade gitu loh.”

“Tapi kant atneh. Kalo mau pipis ya pelgi kamal mandi.”

“Iya Mama tau. Tapi kan mungkin temennya Eren ga tau kamar mandinya dimana, kan?”

Armin memberikan anggukan sebagai jawaban, “Mama aku nanti pulangnya pengen di jemput Papa ya?”

“Iya. Nanti Mama chat ya Papanya.”

Satu jempol diberikan kepada ibundanya dengan senyum memperlihatkan gigi kecilnya yang sangat rapi dan bersih.


“ELENNNNNN! AKU UTDAH DICINIIII!!! KAMU DIMANA???” teriakan Armin membuat Zeke, kakak Eren kaget.

“ARMIN! ATU DIKAMALLL CINI AJAH. TAPI AWAS ADA ABANG!” balas Eren dengan teriakan yang tidak kalah kencang dari Armin. Membuat Zeke yang tengah mengerjakan tugas di ruang tengah menutup telinga dan memberikan ekspresi siap untuk menerkam Armin.

Armin yang melihat Zeke segera lari sekencang yang ia bisa. Karena kakinya yang kecil, membuat Zeke kewalahan dan tidak kembali mengejar Armin, membiarkan teman adiknya itu pergi sendiri menuju kamar Eren.

“Elen aku bawa mam banyak. Kamu mau yang mana?” Armin segera membuka tas kecilnya dan mengeluarkan seluruh isi tasnya dengan menggoyang-goyangkan tasnya dari ketinggian.

“Aku mau ini boleh?” Eren menggambil ciki berwarna hijau.

Armin melihat bahwa itu adalah ciki favoritnya dan Eren menginginkan itu. “Tapi itu aku suka. Kamu yang lain ajah.”

“Tadi kata kamu aku suluh ambil sendili gapapa. Gimana sih?!”

“Ya tapi jangan ituu, katn kamu tau itu aku sukanya.”

“Ya udah ga jadi buat kamu aja.”

“Makasih Elen. Kamu ini aja ya, ini juga enak kok jeli nya nanti kamu bisa jadi kuat kalau mam itu.”

Mendengar kata kuat membuat mata Eren berbinar. Dia ingin sekali menjadi kuat seperti kakaknya dan juga ayahnya. “Boleh buat aku yang ini?”

Armin mengangguk dan memberikan seluruh jeli yang ia bawa untuk dimakan oleh Eren.

“Enak! Kamu juga halus tau mam jeli ini bial kuat,” Eren memberikan jeli yang sudah dibuka bungkusnya untuk Armin.

“Enak Elen. Makasih ya.”

“Iya.

“Kamu mau ga kita mainnya di depan lumah aku? Bocen di dalem kamal telus. Yuk?”

Armin mengangguk.

Sesampainya di halaman depan rumah keluarga Grisha, Eren tidak sengaja berpapasan dengan anak perempuan yang tadi ia ceritakan pada Armin.

Segera berlari untuk menghalangi jalan anak perempuan itu, Eren memberikan ekspresi bingung dan seperti ingin berkenalan.

“Kamu yang tadi pipis ya di sekolah?” tanya Eren.

Anak perempuan itu hanya tertunduk tidak ingin menjawab pertanyaan Eren.

“Ih kenapa diem aja? Aku tanya kamu tadi pipis di sekolah kan? Telus dibantuin Mama aku?” tanya Eren lagi.

Anak perempuan ini masih mengingkat jelas wajah Eren yang menertawakan dirinya karena tidak kuasa untuk menahan rasa ingin pipis saat di sekolah tadi.

“Tuh kan benel. Almin ini temen aku yang tadi aku bilang kamu,” ucap Eren excited.

“Nama kamu ciapa?” tanya Armin pelan.

“A-aku. Na-nama a-aku –“

“Ih lama. Kamu udah bisa ngomong kan?” potong Eren tidak suka.

“Elen tunggu dulu dia mau jawab.”

“Na-nama a-aku Mi-mi-mika-ka-sa.”

“Hah?!”

“Mi-mikasa.”

“Oh Mikaca. Calam kenal ya, aku Almin ini Elen temen aku.”

Mikasa mengangguk.

“Kamu mau kemana sole-sole sendilian? Nanti diculik titan loh, mau?”

Eren membuat Mikasa sedikit memundurkan posisinya menjauh dari Eren dan Armin.

“ELEN! GA BOLEH GITU. ITU MIKACA NYA TAKUT.”

Eren mengejeknya dengan memberikan senyum full dengan memperlihatkan sedetan giginya.

“Kamu sini dulu aja masuk lumah Elen, nanti biar Mama Elen yang telfon Mama kamu.”

“Mama aku tau Mama dia?”

“Ya tau Elen! Kan tante Grilta tau semuanya. Ga kaya kamu. Wleee.”