misunderstanding


Sudah setengah jam lebih Jihoon berdiri di depan cermin. Sebenarnya ia ragu harus bertemu Soonyoung atau tidak. Tapi dari hati paling dalam dia benar-benar ingin menyelesaikan masalahnya. Masalah yang membuat hubungan 4 tahun itu berakhir dan membuat masing-masing di antara mereka tidak lagi saling berkomunikasi.

Soonyoung yang paling terdampak. Teman-teman Jihoon mencela bahkan sampai sengaja membuat Soonyoung mengalami kecelakaan karena kecewa dan benci dari bagaimana Jihoon menceritakan kisah-kisah mereka berdua pada beberapa temannya tersebut.

Entah bagaimana, Soonyoung pada akhirnya menghilang seperti di telan bumi selama Jihoon tidak bisa melihatnya entah di sosial media maupun kabar dari teman-teman bahkan managernya sendiri.

“Gue beneran harus ketemu Soonyoung? Tapi muka gue mau di taruh dimana kalau gue ngejelasin semuanya? Bahkan Soonyoung aja sempet masuk rumah skait gara-gara gue..”

Jihoon masih mempertanyakan kesiapannya untuk bertemu sang mantan kekasih. Jarak keduanya bertemu tidak terlalu jauh, Soonyoung sengaja meminta mereka untuk bertemu di tengah, meskipun Jihoon sendiri tidak tau si pria itu menginap di daerah mana.

Drett.. dreett.. drett..

Satu notifikasi telfon menyambung pada ponselnya.

Kak Han. Satu nama yang muncul tiba-tiba pada notifikasi ponselnya. Jihoon mengangkatnya.

“Gimana? Udah belum ketemu Soonyoungnya? Katanya mau ketemu Soonyoung.”

“Eh sialan demi Tuhan lo kak. Kenapa sih gue mesti ikut lo? Gue males kalau harus ketemu sendirian.”

“Ji, selesaiin. Jangan denial, jangan di pendem sendiri. Gue yakin Soonyoung bakalan maafin lo kok. Percaya deh.”

“Lo tau darimana? Udah ketemu Soonyoung emang?”

“Cheol sama Shua udah sering ngobrol sama Soonyoung. Mereka tau dan sedikit gue juga tau dari mereka. Selesaiin ya cil, gue lanjut main dulu.”

“Kak.”

Sambungan telfonnya terputus dan menyisakan Jihoon yang kebingungan antara benar-benar tetap harus bertemu Soonyoung dan menjelaskan semuanya atau pulang membeli tiket saat itu juga.


Disebrang sana Jihoon melihat Soonyoung dengan berbalut jaket kulit hitam dan kaso putih. Masih seperti Soonyoung yang Jihoon kenal.

Perlahan tapi pasti, Jihoon melangkahkan kakinya menuju tempat duduk Soonyoung.

“Hai?” Sapanya saat melihat Soonyoung yang atensinya tengah tertuju pada ponsel.

Yang disapa mengahlihkan pandangannya pada sumber suara.

“Eh, halo. Duduk Ji.”

“Thank you, Soon.”

Hening. Soonyoung masih fokus pada ponselnya, sedangkan Jihoon sibuk memainkan ujung bajunya yang perlahan berubah menajdi kusut.

Bingung. Yang berisik ingin menjelaskan bukannya segera membuka percakapan, dia memilih untuk diam juga.

“Gimana Ji? Apa yang mau dijelasin? Gue denger dari kak Han katanya ada yang mau lo jelasin? Apa?” Soonyoung memfokuskan pandangannya pada lawan bicara di hadapannya.

Jihoon menghela nafas, mempersiapkan kalimat-kalimat yang sudah dia siapkan jauh-jauh sebelum terpikirkan yang membawa pada akhir mereka dan terkhusunya dirinya harus menjelaskan mengenai apa dan kenapa dirinya dan menyelsaikan perasaan itu sebelum mati habis di hantui rasa bersalah.

About that night, I'm sorry, deeply sorry ya, Soonyoung.”

Jihoon terdiam dan lawan bicaranya hanya bergumam kecil sebagai reaksi atas dirinya yang memang mendengarkan manusia di hadapannya.

“Gue benar-benar merasa bersalah tapi ego dan logika gue bilang kalau gue ga bersalah. Gue ga pernah mau denger penjelasan lo aja sebenarnya udah salah, padahal di sisi setelah gue sadar ternyata memang gue yang salah. Maaf,” Jihoon membenarkan posisi duduknya, “Gue ga pernah ada niatan untuk bohong malem itu. Gue di paksa beberapa orang studio buat ikut after party tanpa harus pamit lo. Padahal gue inget hari itu anniversay kita dan kita sama-sama udah janji buat rayain.”

“Siapa orang yang bilang lo ga perlu pamit gue?” tanya Soonyoung dingin.

“Dami sama Jion,” jawab Jihoon tanpa ragu. Kini hubungan antara mereka bertiga benar-benar sudah selesai, Jihoon tidak lagi pernah menguhubungi mereka berdua, meskipun sekali-sekali mereka menelfon Jihoon untuk keadaan 'semaunya' mereka.

“Kenapa ga nolak? Hp kan selalu lo bawa.”

“Hp gue bawa, tapi mereka selalu narik gue buat ga main hp waktu itu.”

“Emang dasarnya lo yang udah capek juga kan Ji sama gue?”

Jihoon terdiam, tidak menjawab pertanyaan itu dengan cepat. “Kenapa diem? Bener ya lo saat itu juga udah jenuh dan bosen sama gue?”

“Engga, ga bosen dan ga jenuh.”

“Terus? Sempet deket sama Seokmin tuh maksudnya gimana? Padahal lo tau sendiri dia lagi PDKT sama Joshua.”

“Seokmin itu adik aku, bukan siapa-siapa yang spesial lebih dari itu.”

“Adek-adek an maksudnya? Kaya bocah tau ga.”

“Dia adik aku Soonyoung. Kita beda ayah.”

“Terus apalagi yang mau di jelasin?”

“Gue kangen lo.”

“Ga perlu kangen gue Ji, gue orang jahat. Lo deserve better than me.

“Gue juga tau lo orang baik, lo ga perlu kaya gitu.”

“Gue nunggu lo seharian disana Ji, sendirian. Kenapa lo ga ada niat samperin gue? Gue sampe jam 6 sore nunggu disana, nunggu sampe bener-bener check out. Tapi sialnya di jam 3 pagi gue dapet telfon lo mabuk dan di anter pulang cowo selain gue yang itu terjadi atas kemauan lo, bukan gue.”

“Gue kan udah bilang mereka ga bolehin gue sama lo Soonyoung.”

“Bahkan sampe pulang pun? Padahal gue denger-denger juga lo ons kan sama salah satu diantara mereka?”

Jihoon terdiam. Tatapan Soonyoung tetap mendesak pria mungil di hadapannya untuk menjawab.

“Kenapa? Bener ya?”

Jihoon sedikit takut melihat raut wajah Soonyoung yang berubah. “Iya. Gue minta maaf atas hal itu juga.”

“Katanya inget lagi anniversay tapi malah ngewe sama orang lain tuh maksudnya gimana?”

“Gue khilaf.”

“Tau. Tapi posisinya lo kan bisa kabur atau kemana kek saat itu. Bukannya badan lo kecil ya? Seharusnya bisa.”

“Gue di jagain sama mereka, gue ga bi-”

Tiba-tiba salah satu ponsel diantara mereka berdua berbunyi.

“Halo?”

Soonyoung keluar dari dalam kafe untuk mengangkat telfon sedangkan Jihoon benar-benar menahan diri untuk tidak kalut dan bergelut antar ego dan perasaannya saat itu juga.

Sekitar 20 menit Soonyoung meninggalkan Jihoon sendirian di dalam. Dia kembali dengan wajah yang kurang mengenakan.

“Udah kan? Gue cabut duluan ya. Permintaan maaf lo udah gue terima, tapi soal perlakuan lo ke gue, gue belum bisa.”

Soonyoung mengambil jaketnya dan pergi meninggalkan Jihoon disana sendiri. Tanpa ada jalan tengah antar hubungan baik mereka. Apa Jihoon benar-benar harus memohon untuk kembali? Bahkan Soonyoung pun terlihat seperti enggan untuk kembali.