perihal baiknya semesta.
ransuya.
bagi semesta, menertawakan kehidupan seseorang adalah perkara yang sering disalahkan kepadanya.
bagi semesta, seseorang berhak sedih dan bahagia disaat yang bersamaan.
bagi semesta, menemani semua yang sedih dan akan disalahkan kepadanya jika tidak sesuai ekspetasi sudah menjadi hal lumrah Tuhan menciptakannya.
dan,
bagi semesta, sesosok pria indah bernama Mitsuya Takashi berhak mendapatkan hal yang baik semasa panjang nafasnya masih diberikan oleh Tuhan.
secangkir kopi berdua, menemani kemesraan sepasang anak adam yang tengah menonton gemerlap indahnya lampu kota dari titik tertinggi.
berlapis pakaian hangat panjang, semua sudah di rencakan selama dua minggu kebelakang. baik lelaki kelahiran 87 dan yang lebih muda kelahiran 90, mereka berdua melakukan ini karena niat meminta maaf pada semesta.
“pernah ga kak kamu mikir gimana rasanya semesta yang udah cape-cape rangkai hubungan kita seindah ini, tapi dirusak nafsu kamu yang sebenarnya cuman dorongan dari setan atas kegengsian kamu?”
mitsuya sudah lelah. ia memperhatian setiap tingkah laku kekasihnya yang semakin hari semakin tidak karuan. entah itu karena masalah sepele atau kecemburuannya yang terjadi hanya karena ia mengobrol dengan teman-teman yang semasa dulu pernah menaruh hati padanya.
haitani ran. begitulah orang-orang mengenal siapa kekasih dari si pria bersurai ungu.
kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya dari semasa sekolah menengah atas, dulu.
kekasih yang menginginkannya dan memaksa semesta untuk mengabulkannya.
kekasih yang tahu betul bagaimana sulitnya mendapatkan perhatian barang sedikit saja.
kekasih yang benar-benar melindunginya dari bahaya apapun.
haitani ran. tertua dari keluarga haitani. seorang kakak yang memang berlagak seperti seorang kakak. tidak barang sejengkal pun mengizinkan orang luar meminjam miliknya tanpa alasan yang jelas.
bagi mitsuya yang juga seorang kakak dari dua adik perempuannya, ia menganggap ran sebagai seorang ayah. terlalu dewasa dan memaafkan semuanya. terkadang juga egois karena ia ingin dijunjung dan dihormati. jika tidak diingatkan, semuanya akan berantakan.
“sayang, apa menurut mu semesta akan memaafkan kita? terutama aku? aku memaksanya untuk mengabulkan keinginan ku tapi aku tidak barang sedikit pun ingat siapa yang mengizinkan aku mendapatkan semesta ku seperti detik ini.”
mitsuya hanya berdiam. menghangatkan tubuhnya dalam dekapan sang kekasih untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang sebenarnya hanya semesta yang bisa menjawab.
“semesta yang ku rasa buruk, ternyata tidak terlalu buruk saat aku bertemu denganmu. aku menginginkan seseorang yang bisa mengingatkan ku seperti ibu dan tegas seperti ayah. tapi semesta tidak memberikannya dengat cepat. semesta dibayar semesta? apa sebentar lagi aku sudah tidak diizinkan tinggal di semesta? karena pada dasarnya, hanya satu permintaan ku yang terakhir ini saja yang dipersulit.”
ran membenarnya posisi duduknya. mengambil sebatang rokok dan menyudutkannya pada kepala api yang keluar dari gesekan besi dan bensin.
“bagaimana semesta bisa mengabulkan keinginanmu dengan cepat. mengingat Tuhan saja kamu jarang.”
ran menatap mitsuya. jawabannya terlalu jahat. seolah ia yang salah, tapi memang pada bab ini ran lah yang salah.
ia menyemburkan asap dalam mulutnya tepat di depan muka sang kekasih.
“kamu diajarin siapa kaya gini, mitsuya?”
“semesta.”
mitsuya keluar dari dekapan ran. memposisikan dirinya sejajar dengan ran.
“kak. haitani ran. salah satu orang penting dari kalangan atas, pengusaha muda, seorang bonten executive, sulung haitani, pemegang beasiswa selama sekolah, pekerja keras, pemegang saham terbesar 3 perusahaan kota. apa sih ka yang kurang dari kamu? semesta pasti pernah kecewa sama kamu karena kamu ga tau terima kasih setelah semesta susah payah minta perizinan Tuhan buat mengabulkan segala keinginan kamu yang bersifat duniawi itu. berapa miliar orang yang kamu kalahkan, ran? semesta sayang sama kamu sampai pilih kamu jadi orang yang penting atas wishlist kamu yang ga seberapa itu.
“aku pernah diajarin sama alm.bunda, kalau seseorang yang keinginannya terkabul dan semesta melancarkan semuanya, berarti semesta memang sudah sayang dan enggan memberi kesulitan atas keinginan kita yang udah terwujud.
“semesta juga punya banyak permasalahan atas permasalahan. entah penghuninya yang selalu menyalahkan atau memang penghuninya yang enggan untuk menghormatinya.
“ada banyak cerita yang bisa orang lain bagikan ke kamu, kak. orang lain yang bahkan kehidupannya jauh lebih susah daripada kamu. orang lain yang kehidupannya terlalu berkecukupan, dan orang lain yang hidupnya tidak lepas dari Tuhan karena masih kurang.
“terkadang umat itu lucu. mereka akan kembali kepada Tuhan, jika mereka tengah bersedih dan meminta semesta untuk menemaninya. apa semesta menolak? tidak pernah ada kata dimana semesta menolak penghuninya untuk ditemani dalam kesedihan.
“seseorang yang punya semesta dalam semesta seperti kamu, seharusnya berterima kasih pada semesta dan Tuhan yang sudah mengizinkan kamu tetap bertahan dengan semesta mu yang masih bisa diambil untuk menjadi semesta orang lain.
“aku. yang sudah lebih dari 4 tahun bersamamu, bisa saja direbut oleh semesta lain karena orang lain jauh lebih dekat dengan Tuhan. aku tau kamu juga berjuang untuk mendapatkan aku. tapi, apa rencana Tuhan bisa dielak? apa bisa ditolak? apa bisa dibantah? apa bisa ditentang begitu saja oleh kita yang kecil, tidak memiliki apa-apa, selalu bersedih, mengeluh tanpa henti, dan memaksa semesta bahkan untuk membantu membujuk Tuhan dan mengabulkan permohonan kita. malu sebenarnya jika tidak dekat tapi terlalu membutuhkan dan seperti menyuruh.”
ran tersenyum. membuang puntung rokok yang sudah habis setengahnya. membenarkan posisi duduknya dan mengikis jarak antara dirinya dan mistuya, kekasihnya.
mengambil tangan mungilnya. mengecup kedua punggung tangannya dengan lembut, lama. mitsuya hanya bisa menghela nafasnya kasar, merasa bersalah menyudutkan ran atas pembahasannya tadi tentang semesta dan dirinya.
“maaf...”
mitsuya melepas paksa tangannya yang masih terus digenggam ran. ran masih tertunduk, menutupi dirinya dan enggan melihat wajah seorang di depannya.
“kak...
“maaf. jangan nunduk terus, aku takut.”
ran kembali pada posisi duduknya. menaruh kepalanya pada bahu si manis, melipat kakinya dan di tekuk keatas menutup bagian dadanya.
“sayang. mitsuya. aku sayang kamu. jangan pergi. jangan jadi semesta orang lain. aku ga mau. aku ga mau sendirian lagi.”
terasa bergetar badan lelaki disebelahnya.
ia berbicara dan menahan tangisannya agar tidak pecah dan enggan terlihat lemah.
“aku tau. aku memang jauh sama Tuhan. bisa dibilang aku memang bukan anak Tuhan seperti kamu. aku bukan anak Tuhan yang sering pergi ke gereja, berdoa, atau mengikuti aturan Tuhan. aku memang jarang mematuhinya. tapi aku mohon. untuk kamu. aku ga rela kamu pergi, mitsuya. aku ga mau kamu jadi semesta orang lain.”
ran memeluk kakinya. ia menangis.
ternyata mitsuya salah. ran seperti ini karena ia lelah dengan dunianya.
mitsuya salah.
“kak... jangan nangis ya? aku ga pergi ko. aku bakalan terus jadi semesta kakak. aku janji. seandainya semesta tidak memperbolehkan pun, aku bakalan melanggar. meskipun konseuensinya akan jauh parah untuk kehidupan akhir aku, tapi aku salah untuk kali ini. maaf...”
mitsuya memeluk ran yang masih menutup kesedihannya. mitsuya juga ikut merasa bersalah, hatinya bergetar seperti semesta yang akan mengambil semestanya untuk selamanya.
“loh.. kamunya jangan nangis taka.”
kali ini berbalik. mitsuya menangis hebat dan mendekap ran. enggan melepasnya. membuat baju ran basah dan angin dengan gembira masuk menyerang dadanya.
“ma-maaf... aku minta maaf...”
“gapapa sayang. ini kan memang aku yang salah, jangan nangis ayo.”
tiba-tiba hujan turun. seolah menemani mitsuya yang tiba-tiba bersedih dan merasa bersalah.
“sayang, takasih. bahkan semesta menurunkan air hujannya untuk memani mu. jadi, berhenti menangis ya? aku tidak akan meninggalkan mu.”
untuk menutup jumpa semesta perihal meminta maaf. ran mengecup hangat pucuk kepala sang kekasih. masih sama, aroma coklat.