pusat semesta.

pusat semesta tidak hanya kamu, semuanya tergantung siapa objek utamanya.

cw // tw kissing, self harm.

Bagi si bungsu Akashi, menjadi pusat dari semesta keluarganya adalah hal yang mustahil ia rasakan.

Menjadi seorang yang lebih sering diperhatikan atau bahkan dimanjakan adalah hal yang sudah lama tidak ia rasakan dari keluarga Akashi.

Bagi Senju, kehidupannya menjadi seorang bungsu dari kakak-kakak yang berprestasi adalah neraka. Karena hanya dia yang kemampuannya tidak bergelut dalam bidang akademik.

Senju memiliki dua kakak lelaki yang sangat berprestasi dan banyak pula saingan yang ingin menantang mereka.

Seluruh manusia pun tau siapa Akashi Haruchiyo dan siapa Akashi Takeomi. Mereka adalah dua orang sukses yang bergelut dalam bidang bisnis dan hukum.

Haruchiyo, yang biasa menyebut dirinya bukan dari keluarga Akashi pun tetap dipandang tinggi oleh orang-orang yang mengetahui sebenarnya siapa lelaki dengan dua luka dibagian kedua bibirnya.

Dan, Takeomi si sulung tidak jauh terkenal dari Haruchiyo. Ia sudah sering menutup berbagai macam kejahatan dengan ketelitiannya dan ketegasan yang ada dalam dirinya.

Namun, orang-orang akan bertanya. Memangnya Akashi Senju itu siapa?

Dan itu akan membuat si bungsu merasa, untuk apa semesta membiarkannya lahir dari keluarga Akashi.


Suara klakson terdengar. Sudah pasti itu suara dari mobil si bungsu Haitani.

Haitani Rindou.

Tanpa berpamitan Senju segera keluar dari dalam rumahnya. Untuk apa ia berpamitan jika kedua orang tuanya saja tidak menganggap ia ada di dalam rumah.

Tapi terkadang, Takeomi akan mencarinya hanya sekedar menanyakan tentang peringkatnya di sekolah.

“Cantik banget.” puji Rindou pada Senju.

Senju hanya menghela nafasnya kasar. Ia memakai seatbelt dan menatap lurus pandangannya ke depan.

“Capek banget kayaknya hari ini. Ada apa lagi di rumah? Bang Omi sama Haru di rumah kan?”

Pertanyaan itu hanya dijawab dengan dua anggukan kecil.

“Maaf ya, malah bikin mood lo hancur.”

“Rin. Udah ayo jalan, gue males di rumah.”

Rindou menyalakan mesin mobilnya dan segera keluar dari kawasan komplek elit tersebut.

“Memangnya kita mau kemana?” tanya Senju.

“Lo mau kemana? Gue bawa lo semau lo deh. Kali ini aja sih tapi, spesial.”

Senju membuka ponselnya. Ia sudah mendambakan untuk bisa pergi ke tempat itu. Tempat dimana semasa kecilnya berkumpul dengan kedua orang tuanya dan kedua kakaknya. Tempat dimana ia merasa semesta berpusat pada dirinya tanpa gangguan dari pihak manapun.

“Kesini boleh?” tanyanya dan menunjukkan tempat yang dimaksud kepada Rindou.

Rindou mengangguk paham. Ia mengetahui dimana tempat itu berada.

“Tapi kalau hujan, kita pulang ya?”

Senju mengangguk.

Lagu Hindia terus berputar menemani kedua anak adam dan hawa dalam heningnya malam.

Tidak ada percakapan yang keluar dari pihak keduanya. Baik Rindou dan Senju sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tapi Senju lebih sibuk dengan pikirannya.

“Masih sering konsuk ke psikolog?” tanya Rindou memecah keheningan.

Senju memandang Rindou. “Lo tau darimana gue ke psikolog?”

“Kalau lo lupa, gue orang pertama yang tau bekas lo di kedua tangan lo itu. Dan kalau lo lupa juga, gue orang yang paling sering tau dimana dan gimana raut wajah lo kalau lo lagi sedih.”

Senju menunduk. Ia lupa bagaimana Rindou selalu ada di sampingnya dalam kondisi apapun.

“Jadi stop bilang kalau ini salah lo, Nju. Gue siap jadi senderan lo kapanpun lo butuh seseorang.”

Rindou menghentikan laju mobilnya. Meminggirkan sedikit mobilnya dan berbicara.

“Senju. Akashi Senju. Sanzu Senju. Apapun nama depan lo, gue ga peduli. Gue cuman peduli akan lo, kesehatan lo, entah kesehatan fisik atau mental lo. Gue peduli, Nju. Lo tau abang kan? Abang gue yang paling cuek sedikit pun sama gue, dia tetep peduli. Gue bukannya mau bandingin keluarga gue dengan keluarga lo. Tapi lo pernah ga terbuka sedikit sama keluarga lo? Atau ngga pernah ga lo cerita barang 3 menit sama abang-abang lo? Senju. Kalau memang orang tua lo ga bisa memengerti lo, ada gue. Gue bisa memengerti lo sesuai apa yang semesta lo buat.”

Senju menarik nafasnya. Membiarkan dirinya tetap tenang di hadapan Rindou.

“Cerita aja. Gapapa kalau mau nangis. Pindah ke jok belakang ya? Biar ceritanya enak.”

Senju mengangguk.

“Sekarang ceritain apa yang lo rasain. Biar gue paham.”

Senju menarik nafasnya. Mempersiapkan dirinya untuk bercerita tentang apa yang ia rasakan akhir-akhir ini kepada Rindou.

“Kemarin sekolah gue membagian rapot. Gue ga ada di peringkat 3, tapi gue ada diperingkat 5. Mama marah banget sama gue, papa juga. Bang Omi sama Bang Haru cuman diem, mereka ga masang muka marah atau kecewa sama gue. Lebih ke kaya orang ga peduli.

“Gue udah jelasin semuanya ke Mama maupun Papa. Bahkan abang-abang pun denger. Mama mungkin ga peduli sama prestasi lain yang ada di diri gue. Semuanya cuman berpusat sama pelajaran sekolah. Apa taekondow ada di pelajaran wajib sekolah? Engga kan? Padahal prestasi gue disana, Rin.

“Gue udah jadi perwakilan provinsi buat tanding. Tapi ada satu tanding yang bikin gue ga bisa lanjut buat perwakilan negara. Surat itu, harus disetujui oleh orang tua. Ya mana mau lah orang tua gue buat tanda tangan.”

Dengan suara bergetar Senju menceritakan apa yang menganggu pikirannya akhir-akhir ini. Ia sudah menceritakan semuanya. Rindou tau.

“Ga coba cutting lagi kan?” tanya Rindou.

Senju tersentak. Ia menyembunyikan tangan kirinya.

Rindou yang melihatnya hanya bisa tersenyum. Memeluk perempuan di depannya.

“Lain kali, rasa sakitnya dituangin ke latihan taekondow aja ya? Biar gue bantu lo jadi pusat semesta.”

Rin mengambil tangan kiri Senju yang masih disembunyikan olehnya.

“Ini. Luka ini. Sampe sini aja ya?” ia menyetuh luka-luka kering yang ditimpa dengan luka baru, kemudian dicium seluruh luka garis yang menghiasi tangan kiri Senju tersebut.

“Sayang tangan cantik kamu kalau di luka-lukain kaya gini. Mending buat gandengan sama aku, mau?”

“Btw kita emang lagi gandengan kan?”

Rindou mengecup pipi Senju sekilas.

“Stop cium-cium gue. Kita cuman best friend.”

Rindou mencium lagi pipi Senju tanpa persetujuan.

“Sumpah Rin. Mau gue tendang dari mobil ini kah?”

“Senju. Can I be your boyfriend? No. I mean. Be your universe?”

Senju membulatkan matanya. Kaget.

“Can I?”

“Sopan ga kalau gue bilang engga?”

“Ga lah gila!”

Senju mengecup bibir Rindou lalu tersenyum.

“I'm yours, Haitani Rindou.”

“Thank you!!!”

Rindou memeluk kencang Senju dan membuat si perempuan di depannya ini kehabisan nafas.

“Sakit bego! Gue ga bisa nafas!!!”

Rindou menarik teguk Senju. Membawa bibirnya untuk bertemu dengan pemilik bibir cherry di depannya.

Ciuman yang awalnya hanya pertemuan antara bibir, si pria membawanya lebih dalam. Membiarkan salivanya juga saling bertemu satu sama lain.

Kali ini Senju berpikir. Semestanya sudah berpusat padanya. Semestanya Rindou adalah Senju. Ia bebas melalukan apapun dalam semesta Rindou, karena objek semestanya adalah dirinya.