saksi bisu

cw! // tw! family issue, harsh words.

Bukit yang dimaksud oleh Hanma saat ia menjawab pesan dari teman-temannya adalah bukit yang selalu ia datangi di hari Sabtu pagi bersama mendiang ibundanya.

Bukit itu menjadi saksi bisu suka maupun duka seorang Hanma Shuji. Seorang pria yang kini berhasil bertahan tanpa bimbingan seorang ibu.

Dulu, ibundanya pernah bilang. Hanma adalah seorang lelaki yang kuat, berani, dan pantang menyerah. Bahkan Hanma kecil berani menentang ayahnya dan menjadi tameng ibundanya saat mereka berdua tengah bertengar hebat.

Hanma kecil sudah tau apa rasanya sakit yang sulit diobati. Tidak semua orang tau. Hanma yang terlihat nakal namun pintar itu, sering melihat hal-hal yang seharusnya tidak ia lihat bahkan rasakan.

Saat Hanma SMA kedua orang tuanya resmi bercerai. Sudah jelas Hanma akan ikut bersama ibundanya. Namun semuanya tidak bertahan lama. Ibundanya ternyata memiliki penyakit turunan yang biaya operasinya sangat mahal.

Hanma dulu sangat bingung. Tapi ia tidak menyerah. Ia bekerja. Mencari pekerjaan apapun yang halal dan bisa membantu biaya operasi ibundanya.

Tapi sayangnya Tuhan jauh lebih sayang pada ibundanya. Ia pergi meninggalkan Hanma beberapa hari setelah masuk rumah sakit karena tidak tertolong dengan cepat.

Mendiang ibunda Hanma meninggalkan sebuah kotak yang saat Hanma buka ternyata berisi uang. Itu adalah tabungan ibundanya untuk Hanma kuliah.

Ada sepucuk surat yang tertinggal disana.

“Hanma. Maaf ya kalau tulisan bunda jelek soalnya bunda udah jarang nulis lagi. Bunda cuman mau titip pesan sama Hanma. Kalau bunda nanti pergi ninggalin Hanma sendiri, bunda minta tolong pergunakan uang ini dengan baik ya? Waktu Hanma buka ini mungkin Hanma baru saja masuk semester dua di kelas sepuluh. Maaf ya bunda ga bisa nemenin kamu foto dengan gelar sarjana nanti. Oh ya, bunda ga maksa lagi deh kalau kamu ga mau masuk jurusan bisnis atau manajemen itu gapapa tergantung kamu mau kemana asal tanggung jawab ya? Anak bunda paling ganteng. Kamu jangan nakal loh ya. Semoga Hanma bisa dapet seseorang yang sayang sama Hanma. Inget! Jangan nyakitin hatinya ya? Uang ini boleh Hanma pakai buat kegiatan harian. Tapi jangan boros-boros ya? Ayah kamu pasti lupa sama kamu, maafin bunda ya? Bunda sayang Hanma.”

Dengan uang yang ditabung oleh ibunda Hanma. Ia berhasil mengumpulkan lebih banyak lagi untuk biaya kuliah.

Hanma SMA benar-benar seorang yang pantang menyerah. Bahkan ia berhasil mempertahankan beasiswanya sampai lulus, dan mengikut kejuaran-kejuaran ilmu pengetahuan di sekolahnya.

Hanma. Sejak dulu memang tidak berubah. Ia hanya ingin membanggakan ibundanya di surga.


Koko, Sanzu, Rin, dan Inui sudah sampai di bukit yang dimaksud oleh Hanma. Mereka benar-benar membawa barang-barang kemah.

Mulai dari tenda, alat masak portable, makanan ringan, dan lain-lain. Sebenarnya Rin bukan tipikal orang yang akan pergi seperti ini dan ingin direpotkan dengan hal-hal yang menurutnya tidakk penting, tapi ini semua menyangkut Hanma. Teman semasa SMA-nya.

“Menurut lo. Hanma dimana?” tanya Sanzu yang sudah kehabisan nafas karena menaiki bukit yang ternyata cukup menanjak.

Semuanya kini tengah beristirahat. Meminum dan memakan bekal yang mereka bawa.

“Gatau. Kenapa ga telfon aja sih?” jawab dan tanya Koko.

“Goblokkkk!!!” teriak Sanzu.

Ia mengeluarkan ponselnya. Mencari nama Hanma.

berdering

“Apa zu?”

“Dimana sih?”

“Ya di bukit. Udah sampe?”

“Udah. Cuman ga tau lo dimana.”

“Apaan sih ko lo ngos-ngosan gitu?”

“Ya menurut lo? Gue cape lah!”

“Kalau liat gubuk. Nah. Gue disitu.”

“Ya. Gue sama yang lain liat. Bye!”

Sanzu mematikan telfonnya.

“Di gubuk katanya.”

Mereka mengangguk paham dan kembali melanjutkan perjalanan.


Sampailah mereka di gubuk yang dimaksud.

“CAPEEEEEE!!!!” teriak Koko.

Inui dan Rindou langsung tergeletak pada lengan kekasihnya masing-masing.

“Naspad gue mana?” tanya Hanma.

“Sebentar Maaa... Cape..” jawab Koko.

“Laperr..” rengek Hanma.

Alih-alih tetap beristirahat karena kelelahan,, Inui bangun dari istirahatnya. Mengambilkan sebungkus nasi padang yang Hanma pinta sebelum teman-temannya menyusul ke bukit.

“Makasih Inui!”

Inui membalas dengan senyuman.

“Pelan-pelan aja Ma..” ucap Inui.

Hanma benar-benar menikmati makanannya. Sedangkan ketiga temannya malah tertidur pulas.

Kini hanya Inui yang bangun. Memperhatikan Hanma yang tengah melahap nasi padang pembelian Koko.

“Menurut gue habis ini lo cerita. Mau kan?” tanya Inui.

Hanma tidak menjawab.

“Ma. Ayolah. Gue, Koko, Rin, sama Sanzu itu temen lo. Cerita ya?” tanya Inui sekali lagi.

“Gapapa gue nambah beban kalian dengan cerita ga jelas gue?” tanya balik Hanma.

Koko terbangun. “Menurut gue lo ga pernah ngebebain Ma. Gue temenan sama lo dari SMA.”

Hanma tersenyum pahit.

“Sebenarnya gue cuman kangen Bunda. Kangen banget. Makanya gue kesini.”

Koko perlahan membangun Sanzu dan Rin untuk mendengarkan cerita Hanma.

“Gue kaya apa ya? Orang berkepribadian ganda. Kadang seneng. Kadang biasa. Kadang sedih. Ga jelas banget.

“Gue kangen Bunda aja sih intinya. Maaf ya gue childish banget malah kabur dari tanggung jawab gue. Malah nyusahin kalian lagi,” jelasnya disusul dengan tawa yang tidak ikhlas.

“Ma. Kalau lo butuh apa-apa, mau cerita apa, lo bisa call atau chat gue. Lo boleh call atau chat Inui, Rin, atau Sanzu. Gapapa. Kita semua bakalan bantuin lo Ma. Tapi jangan gini lah. Oke?”

Hanma mengangguk. “Gue kan bilang cuman takut ganggu aja.”

“Ya udah. Barang-barangnya mending kita beresin deh. Kita camp dulu disini. Gimana?” tawar Koko pada Hanma.

Hanma mengangguk dan membantu mereka membereskan barang-barang.