sedikit tentang Kazutora Hanemiya
cw // tw ; family issue, violence
Kazutora Hanemiya. Begitulah nama panjang dari seorang pria mungil sekaligus cantik yang sering diperebutkan oleh para kakak seniornya.
Bermula saat ia sekolah menengah pertama, menengah akhir, bahkan sampai saat ia kuliah pun masih ada yang mengincar dirinya. Mereka tertarik, katanya.
Tapi sayangnya Kazutora bukanlah orang yang mudah bergaul. Banyak orang yang mengenalinya, tapi belum tentu atau bahkan ia tidak mengetahuinya sama sekali.
Ditinggalkan sejak usia 12 tahun oleh sosok ibunda yang ia cintai. Kazu mencoba membangun dirinya sendiri tanpa bantuan sosok orang tua yang sempurna.
Ayah dan ibunya sudah bercerai sejak ia berusia 6 tahun. Tidak berselang lama enam tahun kemudian ibundanya meninggal karena penyakit lama yang tidak tertolong.
Sejak saat itu, Kazu dibawa oleh ayahnya dan tinggal bersamanya.
Kazu kecil tidak terlalu mendapat perlakuan baik dari ayahnya. Ia sering mendapati ayahnya yang pulang dengan keadaan mabuk, membawa wanita lain, atau sering juga Kazu menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya.
Kazu menyadari hal itu salahnya sejak ia berumur dua belas tahun. Kazu memutuskan untuk kabur dari rumah dan izin menginap dirumah temannya untuk sementara.
Chifuyu Matsuno. Ia sudah mengenali Kazu sejak masih kecil. Keluarga Chifuyu juga mengenal baik keluarga Kazu. Namun, sejak keluarga Chifuyu pindah, mereka berdua sudah jarang untuk bermain selain di sekolah.
Bermodalkan tekat dan beberapa uang hasil tabungannya, ia berhasil sampai di rumah Chifuyu. Chifuyu kecil sudah tidur saat Kazu sampai di rumahnya.
Pukul 10 malam hanya ayah dan ibundanya Chifuyu yang masih terjaga. Mendengar ada seseorang yang mengetuk pagar dengan cukup keras secara terus-menerus Ayah Chifuyu akhirnya keluar dari dalam rumahnya.
Pada saat itu keadaan kota sedang musim hujan. Ayah Chifuyu hanya takut itu orang jahat.
“Kamu ngapain malem-malem kesini Kazu? Ayah kamu mana?!”
Itu adalah kalimat pertama saat ayah Chifuyu melihat Kazu dengan keadaan yang sudah basah kuyup.
Kazu kecil menunggu selama kurang lebih setengah jam dari luar pagar.
Ayah Chifuyu mempersilahkan Kazu untuk masuk dan memberikannya tempat tinggal.
Keesokkan paginya ayah, ibu, dan Chifuyu diceritakan olehnya tentang dirinya yang nekat pada hari itu untuk pergi sendirian.
Ayah Chifuyu benar-benar mengutuk ayah Kazu yang sudah berlaku seenaknya pada anak kandungnya sendiri.
Kazu dipersilahkan untuk tinggal sampai ia mendapatkan pekerjaan dan bersedia untuk pindah. Mereka tidak mengusirnya, Kazu kecil yang meminta sendiri akan hal tersebut.
Sejak sekolah dasar, sampai sekolah menengah akhir. Kazu dan Chifuyu benar-benar tidak terpisahkan. Chifuyu sangat menyayangi Kazu, begitupula sebaliknya.
Tapi ada saat dimana Kazu akhirnya memantapkan dirinya untuk pindah dan meminta maaf kepada keluarga Matsuno karena sudah disusahkan olehnya sejak kecil. Ia berjanji akan membayar ganti rugi biaya kehidupannya.
Kazu kini berdiri didepan cermin miliknya. Bersiap untuk pergi menuju makam ibunya yang sudah lama tidak ia kunjungi. Ia juga berencana untuk bercerita dengan ibundanya tentang kehidupannya yang sekarang.
Selesai membalas pesan dari teman-temannya. Ia bergegas menuju halte bus untuk pergi.
Jeans biru dan hoodie berwarna abu-abu adalah pakaian ternyaman yang sering ia gunakan kemana pun.
Selama diperjalanan ia hanya menikmatinya dan ia juga tidak ingin membawa beban baru dengan pikiran negatif yang selalu ada dibenaknya.
Sekitar tiga puluh menit akhirnya Kazu sampai di kawasan komplek pemakaman. Dengan langkah pasti ia tersenyum miris dan berjalan menuju makam ibundanya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, ada notifikasi masuk dari seseorangg.
Ka Hanma. Kazu segera membalasnya dan ternyata ia juga sedang mendatangi seseorang disini. Ia juga menawarkan diri untuk menemaninya, tapi Kazu menolak dan kembali berjalan mencari makam ibundanya.
Satu jam ia bercerita di depan makam ibundanya. Membiarkan angin mengibas rambutnya dan menemaninya bercerita.
Tiba-tiba beberapa tetesan air yang awalnya bersahabat kini berjatuhan dengan ramai.
Kazu langsung berlari dan mencari tempat teduh. Tidak ingin membiarkan dirinya basah dan sakit.
“Kazu? Mau pulang?” tanya seseorang dari arah belakang.
“Loh. Ka? Kenapa belum pulang?”
“Mending lo bawa dulu ini payungnya. Kita ke mobil. Lo basah nanti kalau kelamaan di situ.”
Kazu mengangguk, menerima payung yang digengam Hanma dan mengikutinya dari belakang menuju arah mobil milik Hanma yang terparkir tidak jauh.
“Lo ko belum pulang sih ka? Padahal udah kelewat lama banget sejak lo imess gue.” tanya Kazu penasaran.
“Iya. Gue sengaja sih sebenarnya,” jawabnya disusul dengan tawa canggung.
Kazu hanya mengangguk. Menghela nafasnya panjang dan melihat keadaan dirinya yang cukup basah.
Hanma yang melihat itu langsung mengambil hoodie miliknya yang ada di jok belakang.
“Pake nih. Nanti lo masuk angin ga bisa ngampus besok.” tawarnya dan memberikan hoodie miliknya.
Kazu menggeleng, “Ga usah ka gapapa. Ini ga banyak basahnya.”
“Kayaknya bagian yang lo liatin emang ga basah. Tapi sisi lain pasti basah kuyup kan? Udah gapapa pake aja. Baru di cuci ko, ga bakalan bau rokok atau apapun.”
Akhirnya Kazu menerimanya dan pindah ke jok belakang untuk mengganti pakaiannya.
Ia malu jika harus berganti pakaian di depan Hanma. Lagian mereka baru saja kenal beberapa waktu lalu.
Disisi lain, Hanma sibuk dengan pikirannya. Ia terus membalas pesan yang tiada hentinya.
Tidak sengaja Hanma menoleh ke arah kaca spion mobilnya. Terlihat banyak luka jahitan di tubuh si mungil.
Enggan bertanya. Hanma kembali terfokus pada ponselnya.
“Gue pinjem ya Ka. Besok gue balikin di kampus.”
Hanma mengangguk, “Pulangnya sebentar dulu ya. Hujan gini anginnya besar. Gue takut.”
Kazu mengerti.
Selama di dalam mobil mereka hanya diam. Tidak ada satu pun percakapan berat yang mereka bahas. Hanya seputar perkuliahan saja.
“Tora. Gue mau cerita sama lo, boleh?” tanya Hanma memecah keheningan yang sudah diciptakan selama satu jam.
Ya. Hujan dan anginnya masih bersama. Sayangnya semakin besar.
Kazu mengangguk, “Silahkan. Tapi lo percaya gue bisa keep cerita lo?”
“Gue percaya. Makanya gue mau cerita sama lo.”
Hanma bercerita seputar kehidupannya. Kehidupan yang tidak sama sekali Kazu tau. Kehidupan yang ternyata tidak jauh berbeda dengan dirinya.
Kazu mendengarkan Hanma bercerita dengan saksama. Membiarkan sedikitnya beban dalam pikirannya hilang.
“Maaf ya gue malah cerita panjang lebar ga jelas kaya gini,” ucapnya selesai bercerita tentang dirinya.
“Gapapa ka. Lagian wajar orang yang dulunya kelam butuh orang banyak buat cerita. Setidaknya mereka tau awal mula atau keadaan di balik tindakan yang bakalan kita lakuin secara tiba-tiba.” jelas Kazu.
“Tapi lo pernah ga sih Zu butuh seseorang yang bisa backup kehidupan kesendirian lo dibanyaknya teman-teman yang selalu ada di samping lo?”
“Sering.”
Kazu akan mengambil alih percakapan.
“Dulu. Gue pernah sih pacaran sama seseorang. Namanya Baji. Kayaknya lo juga tau dia deh, soalnya dia ya lumayan famous di kampus. Tapi ga berlangsung lama juga gue pacaran sama dia. Soalnya ya he said he loves my best friend jadi ya udah dengan baik-baik kita putus dan masih berteman sampai sekarang. Gue, Baji, Mikey, dan Chifuyu pacarnya Baji sekarang malah sahabatan. Sebenarnya kita udah sahabatan dari SMP sih jadi ya udah saling mengerti satu sama lain.
“Tapi lo bener ka. Ga selamanya cerita sama sahabat sendiri tuh leluasa. Kadang kita bakalan mikir yang engga-engga tentang mereka. Padahal hal itu juga sedikit kemungkinan kan?”
Hanma mengangguk. “Semisal. Orang di dekat lo ini suka atau malahan jatuh cinta sama lo, gimana?”
“Sebisa mungkin dia ngertiin gue aja sih,” jawabnya disusul dengan tawa yang terdengar miris.
“Gue jatuh cinta sama lo. Boleh gue pendekatan sama lo?”
Kazu kaget. Tidak langsung merespon. Bingung.
“Gapapa. Gue hanya menawarkan diri gue aja sih. Sisanya gimana lo.
“Mau pulang sekarang?” tawar Hanma.
Kazu mengangguk.
Mereka akhirnya pulang karena cuaca yang juga sudah sedikit tenang.
Jujur, selama perjalanan pulang baik Hanma maupun Kazutora sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Hanma yang memikirkan apa yang barusan ia katakan itu terlalu frontal dan tidak sopan. Sedangkan Kazutora yang memikirkan apa iya dia harus membuka hati lagi untuk seseorang.