Tepi Sungai

cw // alkohol

Beberapa botol minuman alkohol berkadar sedang, menemani dinginnya malam Seishu yang tengah memikirkan sebenarnya ada apa dengan dirinya dan juga mengapa dia harus merasa kesal saat kekasihnya, Kokonoi memanggil dirinya dengan sebutan Kak. Padahal memang fakta sudah jelas bahwa Seishu jauh lebih tua terpaut 2 tahun dari kekasihnya sendiri. Mengirimkan pesan singkat bahwa dirinya tidak jadi untuk pindah tempat tinggal untuk saat ini dan membiarkan kekasihnya agar tidak mencari dan mengajaknya pulang, karena meminta izin untuk menginap di kediaman rumah sahabatnya, Mitsuya.

Kebetulan Mitsuya adalah mantan kekasih dari sahabat kekasihnya, Ran. Seishu dan Mitsuya pun sudah berteman lama, semasa SMA mereka saling berteman baik bahkan bisa dibilang mereka bersahabat. Namun, setelah meninggalnya salah satu teman mereka – Draken, mereka memutuskan untuk sibuk dan fokus dengan kehidupan maisng-masing, tapi jika ada masalah dan merasa butuh teman cerita atau membutuhkan hal lainnya bisa saling menghubungi. Mitsuya kini hanya sibuk dengan butik dan kedua adikknya, sedangkan Seishu sendiri masih sibuk dengan bagaimana dirinya agar tidak menyusahkan kekasihnya terus-menerus.

Beberapa kali ponsel Seishu berdering, mungkin Koko benar-benar mencarinya dan akan memaksa dirinya untuk pulang dan membicarakan ini dengan baik-baik. Seishu segera membalas beberapa notifikasi masuk dari Koko dan membalasnya sampai Koko menyampaikan bahwa dirinya ada di belakang dirinya dan meminta dirinya untuk pulang bersamanya. Namun dirinya menolak dan meminta Koko untuk menemaninya mengobrol untuk malam ini ditemani dengan beberapa bungkus rokok dan beberapa lagi botol alkohol.

“Sei?” tanya Koko saat benar-benar sudah dibelakang Seishu.

Yang dipanggil hanya tersenyum dan mengayunkan tangannya untuk mengajak Kokonoi bergabung untuk menemani dirinya. Jika mau. Koko dengan langkah cepat namun sedikit lemas membiarkan dirinya terkena tiupan angin malam dingin sehabis hujan demi menemani kekasihnya.

“Pulang yuk, udah malem. Dingin habis hujan kan tadi? Kamu kesini naik apa? Mobil kan?”

Banyak sekali pertanyaan yang dilontakan untuk Seishu dari sang kekasih, membuatnya hanya bisa tersenyum kecil dan kembali meneguk alkoholnya.

“Nanti ya sayang kita pulangnya, aku masih mumet takut marah nanti kamu yang kena kan aku ga enak.”

“Tapi jangan minum terus. Katanya janji ga bakalan minum lagi.”

“Aku kan pusing Ko. Kalau aku ga salurin ke minum aku harus salurin ke siapa?”

“Ada aku. Aku rela kamu marahin terus. Biasanya kamu kaya gitu kan ke aku?”

Seishu mengusap-ngusap wajahnya dan membuka ikatan rambut yang setia menemaninya selama di perjalanan menuju tepi sungai gelap saat ini.

“Kamu naik motor? Hujan-hujan gini naik motor? Kalau kamu sakit gimana, Sei?”

“Ya kalau sakit istirahat Ko. Aku gabakalan gimana-gimana.”

Jawaban yang diberikan oleh kekasihnya hanya bisa membuat Koko menatapnya heran. Baru kali ini selama 4 tahun lamanya berpacaran dengan Seishu, bisa membuat pria cantik dengan luka bakar dibagian mata sebelah kiri ini seperti menyalahkan dirinya atas perbuatan yang tidak dilakukannya.

“Kamu ga bakalan putusin aku kan Sei?”

Pertanyaan Koko disambut dengan tatapan sayu dari sang kekasih. Seperti memberi pertanyaan dari pertanyaan yang dilontarkan dirinya.

“Kamu mau putus? Cape ya?”

Bisa dibilang saat ini perasaan dalam jantung Kokonoi berada di puncak. Jika dilepas Seishu bisa menjadi sasarannya untuk menyalurkan amarahnya.

“Engga. Aku ga mau. Itu aku tanya kamu, Sei. Apa kurang jelas?”

“Jelas. Aku bahkan ga pernah mention sama sekali soal putus loh Ko? Kenapa kamu tanya gini?”

“Kamu tiba-tiba pergi. Kamu bilang ga jadi nginep di apartment ku. Kamu pergi naik motor sejauh 114 km dari apartment ku naik motor. Aku cuman khawatir Seihu. Aku khawatir! Aku ga marah, aku ga mau putus atau hal-hal lainnya. A-aku cuman k-khawa-khawtir Seishu!

“Aku marah. Aku marah sama diri aku. Bukan sama kamu. Aku ga mau, ga ada niat sama sekali marah sama kamu. Aku sayang kamu Seishu, aku sayang kamu.”

Reaksi yang diberikan Seishu hanya tersenyum kecil kepada Koko. Menatap matanya sebisa mungkin dengan tatapan dari wajah dirinya yang sudah 60% dikuasa oleh alkohol. Lalu sebatang rokok kembali dinyalakan dan dihirup udaranya oleh Seishu.

“Berhenti kerja sama Manjiro. Aku udah tau semuanya dari Manjiro waktu aku ketemu dia tadi siang.

“Lucu sih Ko, selama ini kamu selalu cerita kalau kamu kerja selalu dibagian pemasukan atau pengeluaran uang, tapi ternyata kamu juga kerja ambil uang, cara ngehasilin uang dari barang itu da-dan hal la-lainnya yang aku ga-gatau.”

Kokonoi memeluk kekasihnya dari samping dan meminta maaf karena dirinya sudah berbohong selama ini, “Aku ga bisa bilang karena aku tau khawatirnya kamu kaya gimana, Sei. Makanya aku diem dan bohong selama ini.”

“APA AKU GA KHAWATIR JUGA SAMA KAMU KOKONOI HAJIME?! APA KAMU ANGGEP AKU ANAK KECIL? AKU BUKAN ANAK KECIL KOKO! AKU SUDAH DEWASA. AKU MENGERTI PEKERJAAN KAMU. KENAPA KAMU SELALU GA BILANG SAMA AKU SIH? APA KAMU LEBIH SERING PENDEM CERITA KAMU DAN BILANG BAIK-BAIK AJA? SEDANGKAN AKU SEKECIL KENA PISAU PUN HARUS LAPOR KAMU? A-aku c-c-ca-pe Ko kal-kalau harus kaya gini te-terus ...”

Mengeluarkan seluruh pikiran yang mengganjal hati dan pikirannya, menyampaikannya dengan nada tinggi dengan aroma alkohol bercampur rokok yang mendominasi, akhirnya Kokonoi paham mengapa Seishu akhir-akhir ini selalu datang ke tempatnya bekerja dengan Manjiro. Selalu mengatakan bahwa dirinya khawatir dan selalu meminta Koko untuk berhenti bekerja dengan Manjiro. Kali ini ia paham. Sangat paham.

“Inui Seishu. Aku minta maaf, aku ga tau kalau kamu sekhawatir itu sama kamu. Kalau kamu berpikir aku risih sama rasa khawatir kamu, engga sayang aku ga sama sekali risih. Aku seneng. Aku makin sayang sama kamu. Aku minta maaf. Kenapa kamu ga bilang sama aku dari awal?” Seishu melepas pelukan Koko dan bersiap kembali untuk beradu argumen dengan kekasihnya yang keras kepala dihadapannya ini.

“Aku? Ga bilang sama kamu dari awal? Yang bener aja Koko. Aku bilang dari awal 4 bulan kamu masuk pekerjaan itu dan aku selalu bilang kamu untuk jangan kerja sama Manjiro. Jangan kerja sama pekerjaan kotor. Tapi hasil apa? Kamu selalu jawab kalau team inti dari pekerjaa itu temen-temen kamu kan? Terus aku bisa apa kalau kamu udah bales kaya gitu, Ko?”

“Sei? Aku minta maaf.”

“Udah aku maafin kamu dari lama Ko. Aku ga pernah marah sama kamu. Aku selalu kesel. Aku merasa bodoh, kenapa ga aku paksa terus kamu buat keluar dari pekerjaan itu.”

“No-no-no. Kamu ga bodoh, aku yang bodoh ga denger saran kamu dari awal.”

Diam. Setelah kalimat yang Koko keluarkan, Sei tidak kembali menanggapi dan memilih untuk membenamkan kepalanya pada kaki yang ia teguk.

10 menit suasana hening mendominasi akhirnya dari percakapan mereka. Seishu tidak juga mengangkat kepalanya dan Koko yang masih merasa bersalah karena tidak bisa memengerti perasaan kekasihnya selama ini.

“Sei? Pulang yuk? Udah mau jam 5 pagi...”

Tidak ada jawaban. Apa Seishu tertidur?”

“Sei?” panggilnya sekali lagi.

Akhirnya Koko mengangkat pelan kepala kekasinya dan ternyata benar sedari tadi kekasihnya ini sudha tertidur.

“Dasar Seishu.”

Akhirnya Koko membopong Seishu menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari mereka mengobrol selama 4 jam lebih lamanya.

“Maafin aku ya Sei. Aku bodoh banget,” ucapnya disusul dengan kecupan kecil di pipi kiri kekasihnya.