urusan kita dikemudian hari

Image description


Jihoon tidak pernah berharap banyak dengan hubungannya setelah kejadian beberapa hari lalu. Sekarang, dia benar-benar mengikuti alur dan keinginan sang kekasih yang entah akan bagaimana mengenai hubungan mereka kedepannya. Jihoon ikut keputusan yang akan di sampaikan setelahnya.

Barang yang sangat di idam-idamkan sang kekasih, sudah ada di tangannya. Dia membelinya dengan hasil dari jerih payah kerjanya selama 4 tahun yang harus menelan banyak pil pahit di dalamnya.

Mungkin sang kekasih akan marah jika mengetahui dan bahkan dia membelikan barang mewah itu yang bahkan tidak seharusnya di belikan untuknya dari uang hasil kerjanya. Tapi apa daya? Jihoon sudah sangat sayang dan memberikan sepenuh hidupnya pada Soonyoung – kekasihnya.

Seperti malam ini, mungkin seharusnya Jihoon sedang sibuk dan euforia dalam dirinya untuk merayakan hari ulang tahun kekasihnya dan ungkin juga seharusnya, dia tengah membeli beberapa perintilan untuk menambah kesan berwarna dalam perayaan ulang tahun nanti di tanggal 15 mendatang.

Hasil perbincangan tadi siang yang hanya bisa memakai 2 jam saja, tidak menghasilkan jawaban yang Jihoon inginkan. Soonyoung mendapat telfon dari beberapa rekannya semasa berkuliah, katanya, mereka akan mengadakan reuni akbar. Entah di tanggal berapa, mungkin Soonyoung di tarik atau masuk dalam panitia tanpa bercerita padanya.

“Ngelamun aja. Tadi gimana ngobrol sama Soonyoung? Katanya kangen.. ko ga nginep sekalian?” Ayah Jihoon mendekat dan merangkul anaknya yang terlihat murung di kursi balkon teras mereka.

“Eh? Gapapa ko yah, tadi Nyong ada urusan di kampus, jadi ngobrolnya belum bisa sampai topik yang Ji mau.”

“Ji mau bahas apa memang sama Soonyoung? Ulang tahun?”

Jihoon menggeleng cepat, “Bukan yah.. bahkan jauh dari kata perayaan ulang tahun. Aku sama dia lagi ada masalah.”

“Berantem?” Jihoon mengangguk.

“Sebentar doang paling Ji.. jangan cemberut terus gitu dong.”

“Masalahnya yah.. masalahnya tuh ga se-sepele itu. Ayah kenal Ganes kan? Yang katanya sahabatnya Nyong dari kecil?” Sang ayah mengangguk, “Kenapa memangnya?”

“Aku ga paham sebenarnya yah, tapi aku juga mungkin ga ada hak ya kalau mau misahin mereka secara paksa. Soalnya kan Ganes sendiri jauh dulu lebih kenal Nyong daripada Ji. Dan ya.. Ji sebenarnya ngerasa ga sreg aja sama Ganes, soalnya dia nempel Nyong terus. Padahal dia tau, Ji sama Nyong itu pacaran. Bahkan Nyong aja ngasih tau ke dia terang-terangan kalau dia ga suka cewe.”

Ayah Ji tersenyum, mengelus punggung anak semata wayangnya yang harus tetap bersikap tidak apa-apa atas seluruh masalah yang tengah dia hadapi.

“Ayah kenal keluarga Ganes.. dia sedikit licik. Tapi Ji ga usah pikirin soal kelicikan yang itu, biar itu jadi urusan Ayah, keluarga dia, sama keluarga Kwon. Tapi satu hal yang harus Ji tau, Soonyoung juga sama bingungnya kaya Ji. Nanti ayah coba bicara sama papanya Soon ya buat kebaikan kalian berdua. Mau?”

Jihoon menggeleng, “Ga usah yah. Lagian Ji juga bakalan berhenti kalau capek. Ji juga ngerasa cinta dan sayang sendiri di hubungan ini.”

“Pikirin baik-baik ya Ji. Jangan sampai, apa yang kamu pikirkan dan bertindak itu cuman atas dasar nafsu dan emosi. Oke?”

Jihoon mengangguk dan memeluk ayahnya. “Ya sudah, ayah masuk dulu ya, sudah malam. Nanti yang ada ayah malah masuk UGD lagi gara-gara angin malam,” katanya sambil bercanda.

Jihoon tersenyum dan kembali hanyut dalam pikirannya.


Tepat pukul 3 pagi Jihoon terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba merasa gelisah dan buru-buru untuk melihat keadaan ayahnya yang tengah tertidur di kamarnya.

“Yah? Ayah?” tanyanya pelan sambil membuka pintu kamar yang di masuki.

Yang dipanggil membalikkan posisi tidurnya, “Iya Ji? Kenapa nak?”

Syukurlah. Satu kata yang bisa dia ucapan saat mengetahui bahwa ayahnya masih ada menemaninya. “Engga yah, cuman ngecek aja. Tadi Ji sekalian simpen gelas di dapur.”

Ji berbohong, namun selanjutnya dia membuat susu coklat, berharap pikiran dan hatinya kembali tenang.

Ini gue sebenarnya kenapa? Apa ada hal aneh? Gue kenapa ga bisa tidur lagi sih? Ada apa?

Ji yang masih saja gelisah membuka ponselnya dan berharap bisa kembali tidur.

“HAH?!”

Dia benar-benar terkejut melihat beberapa pesan yang masuk. Jihoon mengecek dan membacanya pelan-pelan, berharap semua itu hanya kesalahan dan salah kirim.

Jihoon membaca dan melihat semua yang ada di dalam pesan itu, melihat nomor dan profile orang yang mengirimkan pesan itu.

What I feel itu, akhirnya jadi gini? Dia emang bener udah ga sayang gue ya? Nanti pagi Ji. Sabar. Pagi lo harus ngobrol dan bicara soal hubungan lo ini ke dia.

Jihoon mengatur nafasnya yang berantakan, dadanya sesak, ingin menangis tapi mulutnya terus tersenyum getir melihat apa yang dia lihat.

Tidak kuat lagi, Jihoon menelfon Jun dan harus mengganggunya di tengah malam.

“Halo Ji? Kenapa?

“Dia beneran sama Ganes, Jun.. gue mau putus aja.”

“Hah? Bentar. Kenapa?

“Gue forward ke lo ya, gue boleh minta lo temenin gue?”

“Ga bisa sambil ngborol? It's everything okay Ji?”

“No.”

“Oke-oke. Lo chat gue aja.”

“Maaf ganggu istirahat lo ya Jun..”

“Santai. Ini waktunya gantian. Dulu gue ke lo, sekarang emang udah harus gantian. Gapapa.”

Setelah mengirim beberapa pesan itu, Jihoon mematikan ponselnya. Air matanya enggan keluar, dadanya terus sesak. Untung dia memiliki Jun yang bisa menemaninya di saat apapun.