
tags: cheating
Terhitung sejak notifikasi itu muncul, Jihoon tidak pernah ingin lagi untuk menghubungi kekasihnya Soonyoung untuk mengabarkan tentang dirinya, kegiatan yang tengah dia lakukan, dan hal lainnya yang biasanya sering mereka komunikasikan. Sekecil apapun kegiatan yang mereka lakukan, sama sekali Jihoon tak ingin memberitahu bahkan ingin mengetahui apa yang sedang Soonyoung kerjakan.
Semua sosial media, nomor, bahkan segala akses yang akan terhubung padanya, Jihoon sudah hapus dan blokir demi kesehatan dirinya, batinnya, serta hal lainnya yang tidak bisa semua orang rasakan. Ayahnya bilang, dia tidak akan pergi terlalu lama, mengingat dirinya tengah menjalani pengobatan yang sudah berjalan selama 3 tahun lamanya. Jihoon sendiri sebenarnya kesal pada ayahnya yang harus menggantikan pekerjaan rekan kerjanya ke luar kota, namun apa daya itu semua keputusan yang dia inginkan. Jihoon hanya menitipkan pesan pada ayahnya agar terus menghubunginya, bagaimana dan apapun keadaannya.
Jihoon tidak sendirian di rumah, sekitar pukul 11 malam Soonyoung menghampiri dirinya dan meminta maaf terus menerus tanpa henti. Sebenarnya Jihoon tidak tau kenapa Soonyoung bisa masuk ke dalam rumahnya, padahal tidak ada yang memberikannya kunci cadangan, terkecuali ayahnya sendiri yang memberikan. Jihoon masih punya hati, hatinya tidak bohong sangat kecewa, marah, bahkan ingin sekali membunuh kekasihnya itu di tempat jika bisa.
Ponselnya terus bergetar, Soonyoung terus menghubunginya dengan nomor baru. Jihoon tau namun tidak peduli, dia pun tidak peduli Soonyoung yang masuk ke dalam kamarnya entah untuk mengecek keadaan Jihoon atau bahkan melihat Jihoon yang tengah melakukan kegiatan entah apa itu. Soonyoung ingin mengetahuinya.
Tok.. tok.. tok..
Tepat pukul 9 pagi seseorang mengetuk pintu kamar Jihoon dan dipastikan itu adalah Soonyoung yang memang ingin membangunkannya.
“Ji.. ini sarapannya aku taruh deket meja makan ya, aku mau pulang dulu sebentar di telfon bunda.”
Jihoon berdemen sangat kecil dan dipastikan orang di luar ruangannya tidak akan mendengar. Dengan keadaan badan yang masih terkulai lemas, Jihoon beranjak dari tempat tidurnya dan keluar untuk memakan sarapan yang dibuatkan oleh si kekasih.
Sebenarnya, Soonyoung tau Jihoon akan keluar dari dalam kamar. Namun entah kenapa setiap dia melihat tatapan mata kekasihnya selalu rasa bersalah itu melawannya jauh lebih cepat, daripada rasa dirinya yang harus meminta maaf terlebih dahulu.
Sekarang tanggal 15.
Pikiran Ji langsung teringat dengan hadiah yang sudah dia belikan beberapa hari lalu. Salah satu wish kekasihnya sudah terwujud meskipun harus melalui dirinya, dia tidak memikirkan.
Selama sarapan, Ji ingin sekali bisa mendengar Soonyoung untuk menjelaskan segala kejadian yang selama ini berjalan. Entah dia yang lebih mementingan sahabat kecilnya, hubungan mereka berdua, bahkan dirinya yang perlahan hilang eksisten sebagai seorang kekasih. Jihoon muak dengan pikiran yang riuh berisik dan hanya berisikan tiga hal besar itu.
Selain hari ini masuk pada hari ulang tahun kekasihnya, hari ini juga menjadi hari jadi mereka yang keenam. Sebenarnya orang-orang terdekat mereka juga mengetahui, bahwa bertepatan dengan hari ulang tahun Soonyoung, mereka berdua akan masuk kebabak baru dalam menjalin hubungan. Bukan tahun yang sebentar, tapi jalan yang mereka lalui tidak juga mudah, apalagi harus berurusan dengan SAHABAT KECIL kekasihnya itu - Ganes.
Soonyoung sudah kembali dari katanya yang membawa baju ke rumah, memang benar Jihoon melihat Soonyoung yang membawa tas rancel cukup besar yang memang dirinya akan menginap lagi di rumahnya.
“Enak ga masakannya?” tanya Soonyoung tanpak tanpa canggung yang melihat Jihoon masih duduk menyantap sarapannya.
Ji tidak menjawab, dia fokus pada ponsel di tangannya.
Soonyoung menghampiri Ji, dia duduk tepat di depannya. Melihat dirinya yang tengah menyantap sarapan buatannya. Cukup senang karena bisa melihat kekasihnya lagi setelah beberapa hari dia tidak bisa melihat kekasihnya sendiri karena ya, masalah gila itu.
Namun mengingat bagaimana hal itu terjadi tidak banyak percakapan yang hadir di antara dirinya dan Soonyoung, Jihoon menutup mulut dan berbicara sepenting dan sebutuhnya saja pada Soonyoung. Banyak ribuan maaf, bahkan tangisan yang dikeluarkan oleh Soonyoung. Dia benar-benar khilaf dan tidak mengerti lagi harus membujuk Jihoon dengan cara apa dan bagaimana.
Selesai menyantap sarapannya Ji langsung beranjak dan meninggal Soonyoung disana yang tengah sibuk juga dengan ponselnya. Mungkin jika Ji tidak sengaja menjatuhkan patung disebelah tempat cuci piring, Soonyoung akan tetap fokus pada ponselnya. Entahlah, Ji tidak peduli dengan itu dia hanya ingin kembali ke kamarnya habis ini. Meskipun dia tau dan harus mendegar penjelasan dari Soonyoung - kekasihnya, soal ini, soal hubungan mereka.
Ponsel Ji bergetar sampai-sampai membangunkannya tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, dirinya tidak melakukan apapun hari ini.
Sialan.
Banyak pesan dan panggilan masuk dari Jun, mungkin ada satu hal penting yang terlupakan oleh Ji. Dia segera menelfon balik Jun.
“Kenapa?”
“Ulang tahun Soonyoung. Lo ga mau ngerayain? Your sixth anniversary juga gimana?”
“Ga tau. Soonyoung juga ada di rumah ko dari kemarin malem, gue bingung.”
“Gue chat ya, lo cuman pengen denger Soon ngejelasin semuanya kan?”
“Hmm..”
“Oke. Tutup telfonnya.”
“Iya.”
Jun benar-benar berada di garda terdepan dengan apapun yang terjadi di kehidupannya. Jihoon menghela nafas, dirinya membuka kembali laptop yang masih menampilkan room dirinya membuat pernyataan soal perselingkuhan dan pembohongan yang terjadi atas kehidupan dirinya.
Selang 20 menit telfonnya di tutup, seseorang mengetuk pintu kamar Ji. Dipastikan itu sudah pasti Soonyoung.
Tok.. Tok.. Tok..
“Ji.. aku masuk ya? Kamu belum makan kan seharian ini?” Soonyoung masih berusaha untuk masuk ke dalam kamar Jihoon dengan izin. Sebenarnya, dia sudah keluar masuk kamar tersebut tanpa persetujuan, mengingat ia memiliki kunci cadangan yang diberikan oleh Jun pagi kemarin.
“Soon..” terdengar suara samar yang mungkin jika seperkian detik saja Soonyoung tidak fokus, dia tidak bisa mendengar itu. “Iya, kenapa Ji? Aku boleh masuk kan?”
“Iya, masuk aja. Kamu di kasih kunci serep sama Jun kan?” Suara itu.. suara yang sangat ditunggu-tunggu olehnya setelah sekian lama tidak terdengar mengucap kalimat panjang.
“Iya sayang, aku izin masuk ya.” Soonyoung mengeluarkan kunci cadangan kamar Jihoon yang dimiliki oleh Jun.
Jun sengaja diberikan satu kunci cadangan rumah dan kamar Ji untuk jaga-jaga, mengingat Ji sering sekali menginap dan lupa menaruh kunci rumahnya dimana, jadi Jihoon memberikan satu pada Jun. Dia sangat mempercayai Jun setelah ayah dan ibunya.
Soonyoung duduk tepat di samping Ji yang sedang mengerjakan sesuatu pada laptopnya, “Kamu udah makan? Ada piring disini.”
Jihoon menggeleng, namun tatapannya masuk fokus pada layar monitor.
“Hmmm.. kamu mau aku suapin? Aku bikinin kamu pasta, tapi kalau ga enak maaf ya.”
Ji membalikkan badan, “Kamu ambil aja kursi di deket pintu, aku lagi sibuk ngurusin kerjaan.”
Soonyoung dengan cepat mengambil kursi yang tersimpan di balik pintu kamar Ji. Dia menaruhnya tepat di samping Ji yang sedang bekerja.
“Coba buka Ji mulutnya.” Soonyoung menyodorkan sedikit masakannya pada Ji dengan garpu. Berharap Ji ingin memakan makanannya dan makan meskipun sedikit.
“Sejak kapan kamu bisa bikin pasta? Diajarin Ganes?”
Soonyoung menggeleng, “Engga, aku belajar sendiri disini selama kamu ga mau ngobrol sama aku. Aku mau kamu maafin aku, Ji.”
Jihoon menutup tab-tab yang ditampilkan pada layar monitornya dan membuka satu file berformat .pptx dan memperlihatkan semuanya pada Soonyoung.
“Coba jelasin semuanya Soon. Dari slide pertama sampai 10 itu maksudnya apa, kenapa, dan ada apa.” Jihoon mengambil piring berisi pasta yang Soonyoung pegang, membiarkan ia melahapnya sendiri dan mempersilahkan Soonyoung untuk menyelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“Maksudnya gimana sayang? Aku harus jelasin apa?”
“Kamu buta atau gimana? Itu kan di slide pertama udah ada judulnya, kenapa ga tinggal jelasin aja? Gampang kan?” Jihoon merubah nada bicaranya menjadi dingin, sambil masih memakan pasta yang dibuat oleh sang kekasih.
“Hubungan antara Soonyoung dan Ganes? Ya hubungan aku sama Ganes cuman sebatas temen kecil, sahabat kecil doang.”
“Oke, silahkan lanjutkan di slide kedua.”
Tanpa sepatah katapun keluar dari mulut Soonyoung, slide terus berganti. Jihoon tidak berkomentar apapun, mungkin ini memang benar, cara yang seharusnya dia sampaikan dan perlihatkan pada Soonyoung mengenai perasaannya dan perilaku buruknya yang dia lakukan selama ini di belakangnya. Yang dia kira, bahwa dirinya tidak mengetahui apapun.
“Kenapa di pindah-pindah aja?” tanya Ji.
“Kamu dapet ini semua dari siapa? Dan, ini? Kamu ambil se.xtape siapa buat nuduh aku?” Soonyoung berhenti di slide ke 9 untuk menanyakan perihal yang dia rasa salah.
“Diantara 9 slide isi foto-foto, kamu pilih slide 9 itu kenapa? Bener ya, kamu main sama Ganes dan bikin se.xtape secara sengaja?”
Soonyoung tertawa kecil, “Kamu tuh aaaah, dasar.” Soonyoung mencubit kecil hidung Jihoon, “Kamu udah pernah liat Dami yang deket sama Ganes belum? He has blonde hair same as me. Itu dia, bukan aku.”
“Terus foto yang lainnya?”
“Kamu serius mau tau semuanya?”
“Why not?”
“Biar aku pulang dan ambil hardisk yang aku simpen di rumah, ga lama.”
“Alasan. Kalau mau ketemu Ganes ya silahkan.”
“Shhhhhttt, no I'm not Jihoon. Kamu bisa mulai video call dari sekarang sama aku. Kamu boleh offcam, biar aku yang oncam. Gimana?”
“Do it. Aku butuh bukti, kamu tukang bohong.”
“I'll do it for you, darl. Aku pulang dulu ambil hardisknya.”
Soonyoung berlari dari dalam kamar Jihoon dan bergegas untuk mengambil hardisk sebagai bukti bahwa dirinya tidak bersalah dan segala tuduhan yang dijatuhkan padanya adalah bohong. Ganes adalah manusia licik yang hanya ingin menang sendiri, semua masih tidak bisa Ji telan mentah dan mengiyakan bahwa Soonyoung tidak
Kurang lebih butuh waktu 20 menit untuk Soonyoung kembali ke rumah Jihoon untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
Namun, selama 20 menit itu juga Ji di datangkan dengan rasa kesal, marah yang sangat menggebu. Pasalnya, Ganes menelfon dirinya dan menyuruh Soonyoung untuk datang ke tempat yang sudah dia juga kirim melalui nomor Jihoon. Ganes menelfon dirinya dengan nada bicara yang sangat meremehkan.
“Lo ga lupa kan, cowo lo itu udah ga sayang sama lo?”
“Lo ga lupa yaa kan soal se.xtape yang gue kirim itu.”
“Oh Ji, satu lagi dong, tolong bawain vibrator atau dildo gue buat main sama Soon disini.”
Ji benar-benar di buat sakit kepala dengan itu semua. Dia sudah tidak ingin lagi, tidak selera mendengar penjelasan dari kekasihnya meskipun dia sedang menunjukkan rasa bersalahnya dengan membela dengan bukti.
“Sayang aku sampe. Ini ada hardisknya aku sambungin ke laptop kamu ya.” Soonyoung tidak sempat melihat ekspresi yang diberikan oleh Jihoon saat sampai di rumah. Dia langsung menyambungkan hardisk yang dia yakini sebagai bukti untuk membela dirinya yang sebenarnya tidak salah.
“Oke, disini harusnya ada file yang aku buat khusus tentang masalah ini..” Soonyoung mencari file yang berisikan foto-foto kegiatan dirinya yang sebenarnya.
Namun, dengan tergesa dan sedikit berkeringat, tidak ada sama sekali bukti itu hadir. Yang ada malah foto-foto dirinya bersama Ganes yang tengah bermesraa, bahkan ada juga beberapa foto syur yang hadir di sana. Terlihat sangat proper, apa mereka juga menjual konten foto seperti itu?
“Gimana? Katanya mau buktiin. Aku liat ga ada tuh,” Jihoon masih berusaha menghela nafasnya dengan tidak memperlihatkan rasa amarahnya.
“Bentar sayang, 10 menit.”
Jihoon bersabar menunggu itu, “Soon. Putus.”
Soonyoung tidak menjawab dia masih fokus pada file-file di harsdisknya. “Soonyoung. Putus.”
Dia berhenti, “Putus apa? Kamu mau buktikan? Ini aku lagi cari. Sabar.”
“Udah ada rencana buat having sex sama Ganes malem ini? She called me, katanya kamu udah di tunggu sama temen-temen kamu dan dia di sana. You can go, Soon. I'm tired of you.”
“Hah? Apaan sih? Siapa yang hs? Aku maunya sama kamu Ji. Jangan gitulah.”
“Siapa sih yang bohong-bohong terus? Kan kamu, aku disini nahan terus sejak dulu loh Soon.” Jihoon meraih ponselnya dan memperlihatkan log panggilan yang masuk pada ponselnya dan rekaman suara dirinya dengan Ganes satu jam lalu.
Soonyoung mengacak rambutnya frustasi, “Kamu ikut Ji. Let's fuck in front of them. Aku muak sama Ganes!”
“Why don't you just fuck me atau minta sedari dulu? Berarti bener ya, kamu pernah se.x sama Ganes?”
“Iya. Iya. Aku ngaku pernah sex sama dia waktu ulang tahun kamu tahun lalu, sebelum kita ngerayain ulang tahun kamu. Aku muak tapi Jii sama dia.”
“Oke. Let's broke up. Dan selamat ulang tahun, you can go dari rumah ku.”
“Tapi Ji.. please.. aku ga mau..”
“Jun perjalanan kesini. Sedari tadi aku telfonan sama dia, kamu udah ketauan, ada saksi. Aku capek sama kamu.”
“Jihoon.. please..”
“No. Please go out from my house.”
“Ayah nitipin kamu ke aku.”
Tiba-tiba Soonyoung tertarik kebelakang karena ada seseorang yang menarik lengannya dan ternyata itu sang ayah. “Saya ga pernah bilang nitipin anak saya ke kamu. Silahkan urus keluarga kamu dan jangan bawa anak saya lagi.”
“Tapi om.. saya mohon.”
“Ga. Pergi.”
Dengan berat hati Soonyoung pergi dari rumah itu, tanpa ucapan maaf yang diterima, bahkan ucapan ulang tahun atau hari jadi berpacaran dirinya dengan Jihoon.
“Ji.. please..”
“Go.”
Jihoon melihat perlahan Soonyoung yang pergi dari rumahnya dan perlahan bayangan itu menghilang. Berbarengan dengan dirinya merasa sedih setengah mati, ponsel Soonyoung harus tertinggal disana. Ada beberapa pesan masuk, telfon, bahkan notifikasi-notifikasi yang membuat berisik kamarnya.
Ji mematikan ponsel itu. Akan meminta Jun untuk membantu mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya.
Hari ini, tidak jadi keenam. Namun hanya bertahan di lima tahun.