al.

because of his parents


“Sebenarnya gue beneran kalau bisa marah sama ngamuk depan om gue barusan, gue udah ngamuk barusan anjir.”

Itu suara hati Dokyeom yang akhirnya tercurahkan setelah melihat dan mendengar adu mulut antara teman-temannya dengan pihak-pihak kampus yang tiba-tiba merusak acara terakhirnya sebagai panitia di jurusannya.

“Namanya juga apa sih? Millenial kan mereka? Apa boomers? Kalau kata gue, tadi kalau bisa telfon aja bokapnya Wonwoo biar langsung di sidak ni fakultas sama BPK.”

Vernon juga menyuarakan keluhnya terkait dengan orang atas di kampusnya yang benar-benar tidak bisa memberikan respect terhadap anak didiknya hanya karena urusan sepele.

Sebenarnya tidak sepele, karena pihak orang tua Woozi yang ternyata bergerak di bidang hukum itu memeriksa, mengintrogasi, dan mendatangi pihak kampus serta jajarannya untuk mempertanyakan uang UKT yang selama ini mahasiswa bayar.

“Gue ga curiga sih, cuman tadi di atas rata-rata karyawannya baru. Apa pada di pecat, apa emang ganti orang.”

“Paling yang kemarin bermasalah ga dateng aja ga sih ke kampus atau memang ada jadwal ngajar.”

Sedangkan Woozi dan Hoshi melihat teman-teman menggerutu kesal karena permasalahan tadi siang, “Lo ga ada keluh kesah?” tanya Jun pada Hoshi.

“Yang ngadep aja gue, gue ikut. Cuman karena sebelumnya ada temen gue yang kena juga, jadi gue ga aneh,” jawab Hoshi santai.

“Eh siapa?”

“Ya elu. Dulu gue cuman tau gosipnya aja, emang gue sempet ditanya-tanya soalnya dulu divisi gue berat dan butuh biaya besar. Mungkin pikir yang meriksa waktu itu, ada biaya gaib kali yang masuk ke kas divisi gue.”

Woozi hanya tertawa kecil mendengar mereka semua mencurahkan isi hatinya, “Jujur, emang sekjur sama wadek 2 tuh terbukti korupsi ko meskipun ga banyak. Tapi ya mereka maunya tempuh jalan damai, jadi ortu gue ga ambil pusing.”

“Eh iya, lo ko ga ikut jadi S.H juga?” tanya Hoshi penasaran.

“Lagi ko ini, gue lanjut kuliah hukum buat belajar selengkapnya. Apalagi sekarang marak banget orang-orang pada pake AI kan. Takut lagu-lagu gue kena atau apa yang lainnya.“ 

“Wow, gila. Suka belajar ya lo?”

“Dasarnya udah harus ambil hukum dulu, tapi guenya ga mau.”

Akhirnya mereka bertujuh melanjutkan perbincangan kesana-kemari hingga larut.

tags: cheating

Terhitung sejak notifikasi itu muncul, Jihoon tidak pernah ingin lagi untuk menghubungi kekasihnya Soonyoung untuk mengabarkan tentang dirinya, kegiatan yang tengah dia lakukan, dan hal lainnya yang biasanya sering mereka komunikasikan. Sekecil apapun kegiatan yang mereka lakukan, sama sekali Jihoon tak ingin memberitahu bahkan ingin mengetahui apa yang sedang Soonyoung kerjakan.

Semua sosial media, nomor, bahkan segala akses yang akan terhubung padanya, Jihoon sudah hapus dan blokir demi kesehatan dirinya, batinnya, serta hal lainnya yang tidak bisa semua orang rasakan. Ayahnya bilang, dia tidak akan pergi terlalu lama, mengingat dirinya tengah menjalani pengobatan yang sudah berjalan selama 3 tahun lamanya. Jihoon sendiri sebenarnya kesal pada ayahnya yang harus menggantikan pekerjaan rekan kerjanya ke luar kota, namun apa daya itu semua keputusan yang dia inginkan. Jihoon hanya menitipkan pesan pada ayahnya agar terus menghubunginya, bagaimana dan apapun keadaannya.

Jihoon tidak sendirian di rumah, sekitar pukul 11 malam Soonyoung menghampiri dirinya dan meminta maaf terus menerus tanpa henti. Sebenarnya Jihoon tidak tau kenapa Soonyoung bisa masuk ke dalam rumahnya, padahal tidak ada yang memberikannya kunci cadangan, terkecuali ayahnya sendiri yang memberikan. Jihoon masih punya hati, hatinya tidak bohong sangat kecewa, marah, bahkan ingin sekali membunuh kekasihnya itu di tempat jika bisa.

Ponselnya terus bergetar, Soonyoung terus menghubunginya dengan nomor baru. Jihoon tau namun tidak peduli, dia pun tidak peduli Soonyoung yang masuk ke dalam kamarnya entah untuk mengecek keadaan Jihoon atau bahkan melihat Jihoon yang tengah melakukan kegiatan entah apa itu. Soonyoung ingin mengetahuinya.

Tok.. tok.. tok..

Tepat pukul 9 pagi seseorang mengetuk pintu kamar Jihoon dan dipastikan itu adalah Soonyoung yang memang ingin membangunkannya.

“Ji.. ini sarapannya aku taruh deket meja makan ya, aku mau pulang dulu sebentar di telfon bunda.”

Jihoon berdemen sangat kecil dan dipastikan orang di luar ruangannya tidak akan mendengar. Dengan keadaan badan yang masih terkulai lemas, Jihoon beranjak dari tempat tidurnya dan keluar untuk memakan sarapan yang dibuatkan oleh si kekasih.

Sebenarnya, Soonyoung tau Jihoon akan keluar dari dalam kamar. Namun entah kenapa setiap dia melihat tatapan mata kekasihnya selalu rasa bersalah itu melawannya jauh lebih cepat, daripada rasa dirinya yang harus meminta maaf terlebih dahulu.

Sekarang tanggal 15. 

Pikiran Ji langsung teringat dengan hadiah yang sudah dia belikan beberapa hari lalu. Salah satu wish kekasihnya sudah terwujud meskipun harus melalui dirinya, dia tidak memikirkan. Selama sarapan, Ji ingin sekali bisa mendengar Soonyoung untuk menjelaskan segala kejadian yang selama ini berjalan. Entah dia yang lebih mementingan sahabat kecilnya, hubungan mereka berdua, bahkan dirinya yang perlahan hilang eksisten sebagai seorang kekasih. Jihoon muak dengan pikiran yang riuh berisik dan hanya berisikan tiga hal besar itu.

Selain hari ini masuk pada hari ulang tahun kekasihnya, hari ini juga menjadi hari jadi mereka yang keenam. Sebenarnya orang-orang terdekat mereka juga mengetahui, bahwa bertepatan dengan hari ulang tahun Soonyoung, mereka berdua akan masuk kebabak baru dalam menjalin hubungan. Bukan tahun yang sebentar, tapi jalan yang mereka lalui tidak juga mudah, apalagi harus berurusan dengan SAHABAT KECIL kekasihnya itu - Ganes.

Soonyoung sudah kembali dari katanya yang membawa baju ke rumah, memang benar Jihoon melihat Soonyoung yang membawa tas rancel cukup besar yang memang dirinya akan menginap lagi di rumahnya.

“Enak ga masakannya?” tanya Soonyoung tanpak tanpa canggung yang melihat Jihoon masih duduk menyantap sarapannya.

Ji tidak menjawab, dia fokus pada ponsel di tangannya.

Soonyoung menghampiri Ji, dia duduk tepat di depannya. Melihat dirinya yang tengah menyantap sarapan buatannya. Cukup senang karena bisa melihat kekasihnya lagi setelah beberapa hari dia tidak bisa melihat kekasihnya sendiri karena ya, masalah gila itu.

Namun mengingat bagaimana hal itu terjadi tidak banyak percakapan yang hadir di antara dirinya dan Soonyoung, Jihoon menutup mulut dan berbicara sepenting dan sebutuhnya saja pada Soonyoung. Banyak ribuan maaf, bahkan tangisan yang dikeluarkan oleh Soonyoung. Dia benar-benar khilaf dan tidak mengerti lagi harus membujuk Jihoon dengan cara apa dan bagaimana.

Selesai menyantap sarapannya Ji langsung beranjak dan meninggal Soonyoung disana yang tengah sibuk juga dengan ponselnya. Mungkin jika Ji tidak sengaja menjatuhkan patung disebelah tempat cuci piring, Soonyoung akan tetap fokus pada ponselnya. Entahlah, Ji tidak peduli dengan itu dia hanya ingin kembali ke kamarnya habis ini. Meskipun dia tau dan harus mendegar penjelasan dari Soonyoung - kekasihnya, soal ini, soal hubungan mereka.


Ponsel Ji bergetar sampai-sampai membangunkannya tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, dirinya tidak melakukan apapun hari ini. 

Sialan. 

Banyak pesan dan panggilan masuk dari Jun, mungkin ada satu hal penting yang terlupakan oleh Ji. Dia segera menelfon balik Jun.

“Kenapa?”

“Ulang tahun Soonyoung. Lo ga mau ngerayain? Your sixth anniversary juga gimana?”

“Ga tau. Soonyoung juga ada di rumah ko dari kemarin malem, gue bingung.”

“Gue chat ya, lo cuman pengen denger Soon ngejelasin semuanya kan?”

“Hmm..”

“Oke. Tutup telfonnya.”

“Iya.”

Jun benar-benar berada di garda terdepan dengan apapun yang terjadi di kehidupannya. Jihoon menghela nafas, dirinya membuka kembali laptop yang masih menampilkan room dirinya membuat pernyataan soal perselingkuhan dan pembohongan yang terjadi atas kehidupan dirinya.

Selang 20 menit telfonnya di tutup, seseorang mengetuk pintu kamar Ji. Dipastikan itu sudah pasti Soonyoung.

Tok.. Tok.. Tok..

“Ji.. aku masuk ya? Kamu belum makan kan seharian ini?” Soonyoung masih berusaha untuk masuk ke dalam kamar Jihoon dengan izin. Sebenarnya, dia sudah keluar masuk kamar tersebut tanpa persetujuan, mengingat ia memiliki kunci cadangan yang diberikan oleh Jun pagi kemarin.

“Soon..” terdengar suara samar yang mungkin jika seperkian detik saja Soonyoung tidak fokus, dia tidak bisa mendengar itu. “Iya, kenapa Ji? Aku boleh masuk kan?”

“Iya, masuk aja. Kamu di kasih kunci serep sama Jun kan?” Suara itu.. suara yang sangat ditunggu-tunggu olehnya setelah sekian lama tidak terdengar mengucap kalimat panjang.

“Iya sayang, aku izin masuk ya.” Soonyoung mengeluarkan kunci cadangan kamar Jihoon yang dimiliki oleh Jun.

Jun sengaja diberikan satu kunci cadangan rumah dan kamar Ji untuk jaga-jaga, mengingat Ji sering sekali menginap dan lupa menaruh kunci rumahnya dimana, jadi Jihoon memberikan satu pada Jun. Dia sangat mempercayai Jun setelah ayah dan ibunya.

Soonyoung duduk tepat di samping Ji yang sedang mengerjakan sesuatu pada laptopnya, “Kamu udah makan? Ada piring disini.”

Jihoon menggeleng, namun tatapannya masuk fokus pada layar monitor.

“Hmmm.. kamu mau aku suapin? Aku bikinin kamu pasta, tapi kalau ga enak maaf ya.”

Ji membalikkan badan, “Kamu ambil aja kursi di deket pintu, aku lagi sibuk ngurusin kerjaan.”

Soonyoung dengan cepat mengambil kursi yang tersimpan di balik pintu kamar Ji. Dia menaruhnya tepat di samping Ji yang sedang bekerja.

“Coba buka Ji mulutnya.” Soonyoung menyodorkan sedikit masakannya pada Ji dengan garpu. Berharap Ji ingin memakan makanannya dan makan meskipun sedikit.

“Sejak kapan kamu bisa bikin pasta? Diajarin Ganes?” Soonyoung menggeleng, “Engga, aku belajar sendiri disini selama kamu ga mau ngobrol sama aku. Aku mau kamu maafin aku, Ji.”

Jihoon menutup tab-tab yang ditampilkan pada layar monitornya dan membuka satu file berformat .pptx dan memperlihatkan semuanya pada Soonyoung.

“Coba jelasin semuanya Soon. Dari slide pertama sampai 10 itu maksudnya apa, kenapa, dan ada apa.” Jihoon mengambil piring berisi pasta yang Soonyoung pegang, membiarkan ia melahapnya sendiri dan mempersilahkan Soonyoung untuk menyelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Maksudnya gimana sayang? Aku harus jelasin apa?”

“Kamu buta atau gimana? Itu kan di slide pertama udah ada judulnya, kenapa ga tinggal jelasin aja? Gampang kan?” Jihoon merubah nada bicaranya menjadi dingin, sambil masih memakan pasta yang dibuat oleh sang kekasih.

“Hubungan antara Soonyoung dan Ganes? Ya hubungan aku sama Ganes cuman sebatas temen kecil, sahabat kecil doang.”

“Oke, silahkan lanjutkan di slide kedua.”

Tanpa sepatah katapun keluar dari mulut Soonyoung, slide terus berganti. Jihoon tidak berkomentar apapun, mungkin ini memang benar, cara yang seharusnya dia sampaikan dan perlihatkan pada Soonyoung mengenai perasaannya dan perilaku buruknya yang dia lakukan selama ini di belakangnya. Yang dia kira, bahwa dirinya tidak mengetahui apapun.

“Kenapa di pindah-pindah aja?” tanya Ji.

“Kamu dapet ini semua dari siapa? Dan, ini? Kamu ambil se.xtape siapa buat nuduh aku?” Soonyoung berhenti di slide ke 9 untuk menanyakan perihal yang dia rasa salah.

“Diantara 9 slide isi foto-foto, kamu pilih slide 9 itu kenapa? Bener ya, kamu main sama Ganes dan bikin se.xtape secara sengaja?” Soonyoung tertawa kecil, “Kamu tuh aaaah, dasar.” Soonyoung mencubit kecil hidung Jihoon, “Kamu udah pernah liat Dami yang deket sama Ganes belum? He has blonde hair same as me. Itu dia, bukan aku.”

“Terus foto yang lainnya?”

“Kamu serius mau tau semuanya?”

“Why not?”

“Biar aku pulang dan ambil hardisk yang aku simpen di rumah, ga lama.”

“Alasan. Kalau mau ketemu Ganes ya silahkan.”

“Shhhhhttt, no I'm not Jihoon. Kamu bisa mulai video call dari sekarang sama aku. Kamu boleh offcam, biar aku yang oncam. Gimana?”

“Do it. Aku butuh bukti, kamu tukang bohong.”

“I'll do it for you, darl. Aku pulang dulu ambil hardisknya.”

Soonyoung berlari dari dalam kamar Jihoon dan bergegas untuk mengambil hardisk sebagai bukti bahwa dirinya tidak bersalah dan segala tuduhan yang dijatuhkan padanya adalah bohong. Ganes adalah manusia licik yang hanya ingin menang sendiri, semua masih tidak bisa Ji telan mentah dan mengiyakan bahwa Soonyoung tidak


Kurang lebih butuh waktu 20 menit untuk Soonyoung kembali ke rumah Jihoon untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.

Namun, selama 20 menit itu juga Ji di datangkan dengan rasa kesal, marah yang sangat menggebu. Pasalnya, Ganes menelfon dirinya dan menyuruh Soonyoung untuk datang ke tempat yang sudah dia juga kirim melalui nomor Jihoon. Ganes menelfon dirinya dengan nada bicara yang sangat meremehkan.

“Lo ga lupa kan, cowo lo itu udah ga sayang sama lo?” “Lo ga lupa yaa kan soal se.xtape yang gue kirim itu.” “Oh Ji, satu lagi dong, tolong bawain vibrator atau dildo gue buat main sama Soon disini.”

Ji benar-benar di buat sakit kepala dengan itu semua. Dia sudah tidak ingin lagi, tidak selera mendengar penjelasan dari kekasihnya meskipun dia sedang menunjukkan rasa bersalahnya dengan membela dengan bukti.

“Sayang aku sampe. Ini ada hardisknya aku sambungin ke laptop kamu ya.” Soonyoung tidak sempat melihat ekspresi yang diberikan oleh Jihoon saat sampai di rumah. Dia langsung menyambungkan hardisk yang dia yakini sebagai bukti untuk membela dirinya yang sebenarnya tidak salah.

“Oke, disini harusnya ada file yang aku buat khusus tentang masalah ini..” Soonyoung mencari file yang berisikan foto-foto kegiatan dirinya yang sebenarnya. 

Namun, dengan tergesa dan sedikit berkeringat, tidak ada sama sekali bukti itu hadir. Yang ada malah foto-foto dirinya bersama Ganes yang tengah bermesraa, bahkan ada juga beberapa foto syur yang hadir di sana. Terlihat sangat proper, apa mereka juga menjual konten foto seperti itu?

“Gimana? Katanya mau buktiin. Aku liat ga ada tuh,” Jihoon masih berusaha menghela nafasnya dengan tidak memperlihatkan rasa amarahnya.

“Bentar sayang, 10 menit.”

Jihoon bersabar menunggu itu, “Soon. Putus.”

Soonyoung tidak menjawab dia masih fokus pada file-file di harsdisknya. “Soonyoung. Putus.”

Dia berhenti, “Putus apa? Kamu mau buktikan? Ini aku lagi cari. Sabar.”

“Udah ada rencana buat having sex sama Ganes malem ini? She called me, katanya kamu udah di tunggu sama temen-temen kamu dan dia di sana. You can go, Soon. I'm tired of you.”

“Hah? Apaan sih? Siapa yang hs? Aku maunya sama kamu Ji. Jangan gitulah.”

“Siapa sih yang bohong-bohong terus? Kan kamu, aku disini nahan terus sejak dulu loh Soon.” Jihoon meraih ponselnya dan memperlihatkan log panggilan yang masuk pada ponselnya dan rekaman suara dirinya dengan Ganes satu jam lalu.

Soonyoung mengacak rambutnya frustasi, “Kamu ikut Ji. Let's fuck in front of them. Aku muak sama Ganes!”

“Why don't you just fuck me atau minta sedari dulu? Berarti bener ya, kamu pernah se.x sama Ganes?”

“Iya. Iya. Aku ngaku pernah sex sama dia waktu ulang tahun kamu tahun lalu, sebelum kita ngerayain ulang tahun kamu. Aku muak tapi Jii sama dia.”

“Oke. Let's broke up. Dan selamat ulang tahun, you can go dari rumah ku.”

“Tapi Ji.. please.. aku ga mau..”

“Jun perjalanan kesini. Sedari tadi aku telfonan sama dia, kamu udah ketauan, ada saksi. Aku capek sama kamu.”

“Jihoon.. please..”

“No. Please go out from my house.”

“Ayah nitipin kamu ke aku.”

Tiba-tiba Soonyoung tertarik kebelakang karena ada seseorang yang menarik lengannya dan ternyata itu sang ayah. “Saya ga pernah bilang nitipin anak saya ke kamu. Silahkan urus keluarga kamu dan jangan bawa anak saya lagi.”

“Tapi om.. saya mohon.”

“Ga. Pergi.”

Dengan berat hati Soonyoung pergi dari rumah itu, tanpa ucapan maaf yang diterima, bahkan ucapan ulang tahun atau hari jadi berpacaran dirinya dengan Jihoon.

“Ji.. please..”

“Go.”

Jihoon melihat perlahan Soonyoung yang pergi dari rumahnya dan perlahan bayangan itu menghilang. Berbarengan dengan dirinya merasa sedih setengah mati, ponsel Soonyoung harus tertinggal disana. Ada beberapa pesan masuk, telfon, bahkan notifikasi-notifikasi yang membuat berisik kamarnya.

Ji mematikan ponsel itu. Akan meminta Jun untuk membantu mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya.

Hari ini, tidak jadi keenam. Namun hanya bertahan di lima tahun.

  • end.

Image description


Jihoon tidak pernah berharap banyak dengan hubungannya setelah kejadian beberapa hari lalu. Sekarang, dia benar-benar mengikuti alur dan keinginan sang kekasih yang entah akan bagaimana mengenai hubungan mereka kedepannya. Jihoon ikut keputusan yang akan di sampaikan setelahnya.

Barang yang sangat di idam-idamkan sang kekasih, sudah ada di tangannya. Dia membelinya dengan hasil dari jerih payah kerjanya selama 4 tahun yang harus menelan banyak pil pahit di dalamnya.

Mungkin sang kekasih akan marah jika mengetahui dan bahkan dia membelikan barang mewah itu yang bahkan tidak seharusnya di belikan untuknya dari uang hasil kerjanya. Tapi apa daya? Jihoon sudah sangat sayang dan memberikan sepenuh hidupnya pada Soonyoung – kekasihnya.

Seperti malam ini, mungkin seharusnya Jihoon sedang sibuk dan euforia dalam dirinya untuk merayakan hari ulang tahun kekasihnya dan ungkin juga seharusnya, dia tengah membeli beberapa perintilan untuk menambah kesan berwarna dalam perayaan ulang tahun nanti di tanggal 15 mendatang.

Hasil perbincangan tadi siang yang hanya bisa memakai 2 jam saja, tidak menghasilkan jawaban yang Jihoon inginkan. Soonyoung mendapat telfon dari beberapa rekannya semasa berkuliah, katanya, mereka akan mengadakan reuni akbar. Entah di tanggal berapa, mungkin Soonyoung di tarik atau masuk dalam panitia tanpa bercerita padanya.

“Ngelamun aja. Tadi gimana ngobrol sama Soonyoung? Katanya kangen.. ko ga nginep sekalian?” Ayah Jihoon mendekat dan merangkul anaknya yang terlihat murung di kursi balkon teras mereka.

“Eh? Gapapa ko yah, tadi Nyong ada urusan di kampus, jadi ngobrolnya belum bisa sampai topik yang Ji mau.”

“Ji mau bahas apa memang sama Soonyoung? Ulang tahun?”

Jihoon menggeleng cepat, “Bukan yah.. bahkan jauh dari kata perayaan ulang tahun. Aku sama dia lagi ada masalah.”

“Berantem?” Jihoon mengangguk.

“Sebentar doang paling Ji.. jangan cemberut terus gitu dong.”

“Masalahnya yah.. masalahnya tuh ga se-sepele itu. Ayah kenal Ganes kan? Yang katanya sahabatnya Nyong dari kecil?” Sang ayah mengangguk, “Kenapa memangnya?”

“Aku ga paham sebenarnya yah, tapi aku juga mungkin ga ada hak ya kalau mau misahin mereka secara paksa. Soalnya kan Ganes sendiri jauh dulu lebih kenal Nyong daripada Ji. Dan ya.. Ji sebenarnya ngerasa ga sreg aja sama Ganes, soalnya dia nempel Nyong terus. Padahal dia tau, Ji sama Nyong itu pacaran. Bahkan Nyong aja ngasih tau ke dia terang-terangan kalau dia ga suka cewe.”

Ayah Ji tersenyum, mengelus punggung anak semata wayangnya yang harus tetap bersikap tidak apa-apa atas seluruh masalah yang tengah dia hadapi.

“Ayah kenal keluarga Ganes.. dia sedikit licik. Tapi Ji ga usah pikirin soal kelicikan yang itu, biar itu jadi urusan Ayah, keluarga dia, sama keluarga Kwon. Tapi satu hal yang harus Ji tau, Soonyoung juga sama bingungnya kaya Ji. Nanti ayah coba bicara sama papanya Soon ya buat kebaikan kalian berdua. Mau?”

Jihoon menggeleng, “Ga usah yah. Lagian Ji juga bakalan berhenti kalau capek. Ji juga ngerasa cinta dan sayang sendiri di hubungan ini.”

“Pikirin baik-baik ya Ji. Jangan sampai, apa yang kamu pikirkan dan bertindak itu cuman atas dasar nafsu dan emosi. Oke?”

Jihoon mengangguk dan memeluk ayahnya. “Ya sudah, ayah masuk dulu ya, sudah malam. Nanti yang ada ayah malah masuk UGD lagi gara-gara angin malam,” katanya sambil bercanda.

Jihoon tersenyum dan kembali hanyut dalam pikirannya.


Tepat pukul 3 pagi Jihoon terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba merasa gelisah dan buru-buru untuk melihat keadaan ayahnya yang tengah tertidur di kamarnya.

“Yah? Ayah?” tanyanya pelan sambil membuka pintu kamar yang di masuki.

Yang dipanggil membalikkan posisi tidurnya, “Iya Ji? Kenapa nak?”

Syukurlah. Satu kata yang bisa dia ucapan saat mengetahui bahwa ayahnya masih ada menemaninya. “Engga yah, cuman ngecek aja. Tadi Ji sekalian simpen gelas di dapur.”

Ji berbohong, namun selanjutnya dia membuat susu coklat, berharap pikiran dan hatinya kembali tenang.

Ini gue sebenarnya kenapa? Apa ada hal aneh? Gue kenapa ga bisa tidur lagi sih? Ada apa?

Ji yang masih saja gelisah membuka ponselnya dan berharap bisa kembali tidur.

“HAH?!”

Dia benar-benar terkejut melihat beberapa pesan yang masuk. Jihoon mengecek dan membacanya pelan-pelan, berharap semua itu hanya kesalahan dan salah kirim.

Jihoon membaca dan melihat semua yang ada di dalam pesan itu, melihat nomor dan profile orang yang mengirimkan pesan itu.

What I feel itu, akhirnya jadi gini? Dia emang bener udah ga sayang gue ya? Nanti pagi Ji. Sabar. Pagi lo harus ngobrol dan bicara soal hubungan lo ini ke dia.

Jihoon mengatur nafasnya yang berantakan, dadanya sesak, ingin menangis tapi mulutnya terus tersenyum getir melihat apa yang dia lihat.

Tidak kuat lagi, Jihoon menelfon Jun dan harus mengganggunya di tengah malam.

“Halo Ji? Kenapa?

“Dia beneran sama Ganes, Jun.. gue mau putus aja.”

“Hah? Bentar. Kenapa?

“Gue forward ke lo ya, gue boleh minta lo temenin gue?”

“Ga bisa sambil ngborol? It's everything okay Ji?”

“No.”

“Oke-oke. Lo chat gue aja.”

“Maaf ganggu istirahat lo ya Jun..”

“Santai. Ini waktunya gantian. Dulu gue ke lo, sekarang emang udah harus gantian. Gapapa.”

Setelah mengirim beberapa pesan itu, Jihoon mematikan ponselnya. Air matanya enggan keluar, dadanya terus sesak. Untung dia memiliki Jun yang bisa menemaninya di saat apapun.

Sudah menjadi tradisi dimana saat ada seseorang yang berulang tahun, pasti teman-teman terdekatnya akan merayakan hari jadi tersebut sebagai bentuk rasa sayang.

Seperti yang tengah dilakukan oleh Jihoon, Soonyoung, Chan, Minghao, dan beberapa teman lainnya. Mereka sudah memenuhi rumah Jun untuk mempersiapkan acara ulang tahun.

Banyak hiasan-hiasan kucing dan beberapa pernak-pernik yang biasanya hadir di acara ulang tahun seperti ini, sudah tersusun rapi di sama.

Jun tengah sibuk dengan kerjaanya di luar, hari ini rencananya dia akan pulang dari China ke Indonesia. Minghao sebagai 'teman dekat' Jun sudah memberi tau teman-temannya bahwa hari ini Jun memang berencana untuk pulang.

Disatu sisi Jihoon masih belum mau mengobrol dengan Soonyoung, masih ada rasa kesal yang besar karena kekasihnya itu ingkar janji. Soonyoung sudah berusaha untuk mengkomunikasikan dengan Jihoon, namun hal itu masih belum bisa membuat Jihoon memaafkannya.

“Eh eh guys, Jun udah telfon gue buat jemput di bandara. Gue ke sana dulu ya, lo pada siap-siap deh. Nanti gue kabarin,” Minghao mengemasi barang-barangnya dan segera pergi meninggalkan rumah kekasihnya itu.

Teman-teman Jun, termasuk Jihoon dan Soonyoung segera membereskan barang-barang yang sudah mereka gunakan. Membuang juga sampah sisa dari dekorasi yang membuatnya berantakan.

Jihoon melihat Soonyoung asik bercengkerama dengan SAHABAT KECIL-nya itu. Dia melihat dengan tatapan tajam, tidak suka, dan muak dengan hal yang sudah sering dia lihat itu.

”Jii, sini.”

Jihoon menghampiri yang memanggilnya, “Gimana kak?”

“Lo udah putus sama Soonyoung? Ko kayaknya daritadi kalian ga ngobrol-ngobrol sih? Biasanya bucin banget ga tau tempat.”

Jihoon menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dia bingung harus menjawab apa, “Engga sih kak, masih aman. Cuman emang lagi agak gitu deh..”

”Ooooh.. soalnya dia kayak asik gitu ngobrol sama Ganes, coba di reach out ya Ji. Si Ganes takutnya malah berlebihan ke Soonyoung.”

Jihoon mengangguk dan paham.

Soonyoung yang melihat Jihoon mengobrol dengan salah satu temannya itu, mulai menghampiri Jihoon untuk menjelaskan apa yang terjadi.

“Ji.. ngobrol sebentar yuk, mumpung Jun belum sampe,” ajaknya.

Jihoon melirik ke arah belakang, “Disini aja. Aku lagi pengen main air.”

“Iya.” Soonyoung ikut duduk di samping Jihoon yang tengah memain-mainkan kakinya di air kolam renang.

“Kamu tadi nangis?” tanyanya membuka percakapan.

“Engga, kata siapa? Ngapain aku nangis?”

“Kata Chan. Kamu sama dia kan daritadi? Kesini juga sama dia kan?”

“Iya, kamu sama Ganes doang kan?”

Boom.. pertanyaan itu muncul lagi.

“Mmm.. iya, aku sama Ganes kesininya..”

“Ga bisa ya, dia sekalii aja ga usah ikut recokin kita? Ngapain sih? Nyusahin aja.”

“Jangan gitu dong sayang, dia kan sahabat aku dari kecil. Aku udah anggap dia kaya adik aku sendiri.”

Jihoon diam tidak membalas.

“Ko diem?” Soonyoung memastikan Jihoon tidak apa-apa dengan pernyataannya barusan.

“Gapapa sih. Terserah kamu aja. Mau sam Ganes terus kek, mau pacaran sama dia kek, dia sama dia. Terserah. Capek aku ngasih taunya. Kamu bakal ngulang terus.”

Saat mereka tengah mengobrol-ngobrol, dari arah belakang terdengar orang saling berteriak satu per-satu.

“JIHOONNN!!! SOONYOUNG!! AYO SIAP-SIAP INI JUN UDAH DEKET SINI!!”

Jihoon tak menghiraukan Soonyoung, dia langsung berlari membantu teman-temannya untuk memberi kejutan pada Jun.

“HAPPY BIRTHDAY JUNIIIIII!!!”

happy birthday to you~~ happy birthday to you~~ happy birthday, happy birthday, happy birthday to you~~

“YEAYYY!! SEKARANG MAKE A WISH AND BLOW THE CANDLE!!!”

Disaat-saat itu, tatapan Jihoon tidak lepas dari bagaimana Ganes yang terus mendekati kekasihnya. Dia benar-benar kesal dan membuat dirinya ingin pergi saja saat itu juga.

Jun yang disatu sisi juga sudah berteman cukup lama dengan Jihoon, melihat teman seperjuangannya itu menampakkan raut wajah yang sedih.

Jun menepuk bahu Jihoon saat yang lain sedang asik membakar daging, “Hi, you okay?”

“Eh? Gue gapapa, santai aja. Lo kenapa ga ikut bakar-bakaran anjir?!”

“Sahabat gue sedih gini di hari bahagia gue. Kenapa?”

“Biasalah.”

“Soon-”

“SOONYOUNG!! KAMU BISA GA SIH JANGAN JAIL GITU KE AKU!? KAMU TUH GA BISA YA KALAU GA JAIL KE AKU?!”

Jun dan Jihoon sudah pasti mendengar siapa yang berteriak barusan. Dengan tatapan malas, Jihoon pergi meninggalkan Jun dan acaranya, serta orang-orang di dalamnya.

“Jii bentar!” Jun berteriak memanggil temannya yang jalan sudah hampir jauh.

Jihoon diam, tidak melanjutkan perjalanannya.

“Gue anter. Lo mau cerita dimana? Udah capek ya? Mau gimana sama hubungan lo?”

“Gue mau pulang aja, ga usah di anterin. Ga enak sama yang lain kalau lo perginya malah sama gue.”

“Gapapa?” Jihoon mengangguk.

“Ya udah, gue balik ke rumah ya. Nanti kalau udah sampe rumah, kabarin gue.”

“Iya..”


Sampai kembali di rumah, Jun menghampiri Soonyoung dan membawanya ke taman belakang.

Satu. Dua. Tiga.

Tiga pukulan berhasil mendarat di wajah Soonyoung dengan cepat, tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi, Soonyoung tidak membalas.

“Maksud lo apa sih masih deket sama Ganes? Lo tau ga, Jihoon sekarang udah ga ada di sini. Dia pulang. Sendiri. Yang bahkan gue ga tau dia pulang ke rumah atau kemana.”

Sebentar.. Soonyoung masih mencerna setelah di tonjok tiga kali oleh temannya sendiri.

“Kenapa ga lo anterin?”

“Dia ga mau, karena dia tau disini banyak temen gue, lo, dan Jihoon. Mikir ga sih?!”

“Soonyo.. EH EH EH, kamu kenapa?” Seorang perempuan datang menghampiri mereka berdua.

“Lo apa-apaan deh Jun? Yang mukul Soonyoung tuh lo kan? Emang ga tau terima kasih!”

Ganes. Ya, dia yang menolong Soonyoung membawanya pergi dan membawanya pulang.

Selama di perjalanan, Soonyoung hanya fokus pada jalanan luar, berharap bertemu Jihoon di jalan. Telfon tidak diangkat, chat tidak dibales. Kepala Soonyoung sudah pecah rasanya.

“Udah deh Soon, mending putusin aja cowo ga jelas kaya Jihoon tuh. Hobinya nyusahin doang.”

“Terus?”

“Yaa terus kamu sama aku lah. Aku udah tau kamu, kita juga udah sahabatan lama. Kamu juga harusnya kan tau a-”

“Berhentiin mobilnya.”

“Kenapa?”

“Berhenti!”

“Bilang bunda. Gue nginep di kosan Mingyu. Lo pulang aja!!”

“Loh tapi kan?”

“Mikir! Udah sana.”


Sudah setengah jam lebih Jihoon berdiri di depan cermin. Sebenarnya ia ragu harus bertemu Soonyoung atau tidak. Tapi dari hati paling dalam dia benar-benar ingin menyelesaikan masalahnya. Masalah yang membuat hubungan 4 tahun itu berakhir dan membuat masing-masing di antara mereka tidak lagi saling berkomunikasi.

Soonyoung yang paling terdampak. Teman-teman Jihoon mencela bahkan sampai sengaja membuat Soonyoung mengalami kecelakaan karena kecewa dan benci dari bagaimana Jihoon menceritakan kisah-kisah mereka berdua pada beberapa temannya tersebut.

Entah bagaimana, Soonyoung pada akhirnya menghilang seperti di telan bumi selama Jihoon tidak bisa melihatnya entah di sosial media maupun kabar dari teman-teman bahkan managernya sendiri.

“Gue beneran harus ketemu Soonyoung? Tapi muka gue mau di taruh dimana kalau gue ngejelasin semuanya? Bahkan Soonyoung aja sempet masuk rumah skait gara-gara gue..”

Jihoon masih mempertanyakan kesiapannya untuk bertemu sang mantan kekasih. Jarak keduanya bertemu tidak terlalu jauh, Soonyoung sengaja meminta mereka untuk bertemu di tengah, meskipun Jihoon sendiri tidak tau si pria itu menginap di daerah mana.

Drett.. dreett.. drett..

Satu notifikasi telfon menyambung pada ponselnya.

Kak Han. Satu nama yang muncul tiba-tiba pada notifikasi ponselnya. Jihoon mengangkatnya.

“Gimana? Udah belum ketemu Soonyoungnya? Katanya mau ketemu Soonyoung.”

“Eh sialan demi Tuhan lo kak. Kenapa sih gue mesti ikut lo? Gue males kalau harus ketemu sendirian.”

“Ji, selesaiin. Jangan denial, jangan di pendem sendiri. Gue yakin Soonyoung bakalan maafin lo kok. Percaya deh.”

“Lo tau darimana? Udah ketemu Soonyoung emang?”

“Cheol sama Shua udah sering ngobrol sama Soonyoung. Mereka tau dan sedikit gue juga tau dari mereka. Selesaiin ya cil, gue lanjut main dulu.”

“Kak.”

Sambungan telfonnya terputus dan menyisakan Jihoon yang kebingungan antara benar-benar tetap harus bertemu Soonyoung dan menjelaskan semuanya atau pulang membeli tiket saat itu juga.


Disebrang sana Jihoon melihat Soonyoung dengan berbalut jaket kulit hitam dan kaso putih. Masih seperti Soonyoung yang Jihoon kenal.

Perlahan tapi pasti, Jihoon melangkahkan kakinya menuju tempat duduk Soonyoung.

“Hai?” Sapanya saat melihat Soonyoung yang atensinya tengah tertuju pada ponsel.

Yang disapa mengahlihkan pandangannya pada sumber suara.

“Eh, halo. Duduk Ji.”

“Thank you, Soon.”

Hening. Soonyoung masih fokus pada ponselnya, sedangkan Jihoon sibuk memainkan ujung bajunya yang perlahan berubah menajdi kusut.

Bingung. Yang berisik ingin menjelaskan bukannya segera membuka percakapan, dia memilih untuk diam juga.

“Gimana Ji? Apa yang mau dijelasin? Gue denger dari kak Han katanya ada yang mau lo jelasin? Apa?” Soonyoung memfokuskan pandangannya pada lawan bicara di hadapannya.

Jihoon menghela nafas, mempersiapkan kalimat-kalimat yang sudah dia siapkan jauh-jauh sebelum terpikirkan yang membawa pada akhir mereka dan terkhusunya dirinya harus menjelaskan mengenai apa dan kenapa dirinya dan menyelsaikan perasaan itu sebelum mati habis di hantui rasa bersalah.

About that night, I'm sorry, deeply sorry ya, Soonyoung.”

Jihoon terdiam dan lawan bicaranya hanya bergumam kecil sebagai reaksi atas dirinya yang memang mendengarkan manusia di hadapannya.

“Gue benar-benar merasa bersalah tapi ego dan logika gue bilang kalau gue ga bersalah. Gue ga pernah mau denger penjelasan lo aja sebenarnya udah salah, padahal di sisi setelah gue sadar ternyata memang gue yang salah. Maaf,” Jihoon membenarkan posisi duduknya, “Gue ga pernah ada niatan untuk bohong malem itu. Gue di paksa beberapa orang studio buat ikut after party tanpa harus pamit lo. Padahal gue inget hari itu anniversay kita dan kita sama-sama udah janji buat rayain.”

“Siapa orang yang bilang lo ga perlu pamit gue?” tanya Soonyoung dingin.

“Dami sama Jion,” jawab Jihoon tanpa ragu. Kini hubungan antara mereka bertiga benar-benar sudah selesai, Jihoon tidak lagi pernah menguhubungi mereka berdua, meskipun sekali-sekali mereka menelfon Jihoon untuk keadaan 'semaunya' mereka.

“Kenapa ga nolak? Hp kan selalu lo bawa.”

“Hp gue bawa, tapi mereka selalu narik gue buat ga main hp waktu itu.”

“Emang dasarnya lo yang udah capek juga kan Ji sama gue?”

Jihoon terdiam, tidak menjawab pertanyaan itu dengan cepat. “Kenapa diem? Bener ya lo saat itu juga udah jenuh dan bosen sama gue?”

“Engga, ga bosen dan ga jenuh.”

“Terus? Sempet deket sama Seokmin tuh maksudnya gimana? Padahal lo tau sendiri dia lagi PDKT sama Joshua.”

“Seokmin itu adik aku, bukan siapa-siapa yang spesial lebih dari itu.”

“Adek-adek an maksudnya? Kaya bocah tau ga.”

“Dia adik aku Soonyoung. Kita beda ayah.”

“Terus apalagi yang mau di jelasin?”

“Gue kangen lo.”

“Ga perlu kangen gue Ji, gue orang jahat. Lo deserve better than me.

“Gue juga tau lo orang baik, lo ga perlu kaya gitu.”

“Gue nunggu lo seharian disana Ji, sendirian. Kenapa lo ga ada niat samperin gue? Gue sampe jam 6 sore nunggu disana, nunggu sampe bener-bener check out. Tapi sialnya di jam 3 pagi gue dapet telfon lo mabuk dan di anter pulang cowo selain gue yang itu terjadi atas kemauan lo, bukan gue.”

“Gue kan udah bilang mereka ga bolehin gue sama lo Soonyoung.”

“Bahkan sampe pulang pun? Padahal gue denger-denger juga lo ons kan sama salah satu diantara mereka?”

Jihoon terdiam. Tatapan Soonyoung tetap mendesak pria mungil di hadapannya untuk menjawab.

“Kenapa? Bener ya?”

Jihoon sedikit takut melihat raut wajah Soonyoung yang berubah. “Iya. Gue minta maaf atas hal itu juga.”

“Katanya inget lagi anniversay tapi malah ngewe sama orang lain tuh maksudnya gimana?”

“Gue khilaf.”

“Tau. Tapi posisinya lo kan bisa kabur atau kemana kek saat itu. Bukannya badan lo kecil ya? Seharusnya bisa.”

“Gue di jagain sama mereka, gue ga bi-”

Tiba-tiba salah satu ponsel diantara mereka berdua berbunyi.

“Halo?”

Soonyoung keluar dari dalam kafe untuk mengangkat telfon sedangkan Jihoon benar-benar menahan diri untuk tidak kalut dan bergelut antar ego dan perasaannya saat itu juga.

Sekitar 20 menit Soonyoung meninggalkan Jihoon sendirian di dalam. Dia kembali dengan wajah yang kurang mengenakan.

“Udah kan? Gue cabut duluan ya. Permintaan maaf lo udah gue terima, tapi soal perlakuan lo ke gue, gue belum bisa.”

Soonyoung mengambil jaketnya dan pergi meninggalkan Jihoon disana sendiri. Tanpa ada jalan tengah antar hubungan baik mereka. Apa Jihoon benar-benar harus memohon untuk kembali? Bahkan Soonyoung pun terlihat seperti enggan untuk kembali.


Sudah setengah jam lebih Jihoon berdiri di depan cermin. Sebenarnya ia ragu harus bertemu Soonyoung atau tidak. Tapi dari hati paling dalam dia benar-benar ingin menyelesaikan masalahnya. Masalah yang membuat hubungan 4 tahun itu berakhir dan membuat masing-masing di antara mereka tidak lagi saling berkomunikasi.

Soonyoung yang paling terdampak. Teman-teman Jihoon mencela bahkan sampai sengaja membuat Soonyoung mengalami kecelakaan karena kecewa dan benci dari bagaimana Jihoon menceritakan kisah-kisah mereka berdua pada beberapa temannya tersebut.

Entah bagaimana, Soonyoung pada akhirnya menghilang seperti di telan bumi selama Jihoon tidak bisa melihatnya entah di sosial media maupun kabar dari teman-teman bahkan managernya sendiri.

“Gue beneran harus ketemu Soonyoung? Tapi muka gue mau di taruh dimana kalau gue ngejelasin semuanya? Bahkan Soonyoung aja sempet masuk rumah skait gara-gara gue..”

Jihoon masih mempertanyakan kesiapannya untuk bertemu sang mantan kekasih. Jarak keduanya bertemu tidak terlalu jauh, Soonyoung sengaja meminta mereka untuk bertemu di tengah, meskipun Jihoon sendiri tidak tau si pria itu menginap di daerah mana.

Drett.. dreett.. drett..

Satu notifikasi telfon menyambung pada ponselnya.

Kak Han. Satu nama yang muncul tiba-tiba pada notifikasi ponselnya. Jihoon mengangkatnya.

“Gimana? Udah belum ketemu Soonyoungnya? Katanya mau ketemu Soonyoung.”

“Eh sialan demi Tuhan lo kak. Kenapa sih gue mesti ikut lo? Gue males kalau harus ketemu sendirian.”

“Ji, selesaiin. Jangan denial, jangan di pendem sendiri. Gue yakin Soonyoung bakalan maafin lo kok. Percaya deh.”

“Lo tau darimana? Udah ketemu Soonyoung emang?”_

“Cheol sama Shua udah sering ngobrol sama Soonyoung. Mereka tau dan sedikit gue juga tau dari mereka. Selesaiin ya cil, gue lanjut main dulu.”

“Kak.”

Sambungan telfonnya terputus dan menyisakan Jihoon yang semakin bingung.


Disebrang sana Jihoon melihat Soonyoung dengan berbalut jaket kulit hitam dan kaso putih. Masih seperti Soonyoung yang Jihoon kenal.

Perlahan tapi pasti, Jihoon melangkahkan kakinya menuju tempat duduk Soonyoung.

“Hai?” Sapanya saat melihat Soonyoung yang atensinya tengah tertuju pada ponsel.


Sudah setengah jam lebih Jihoon berdiri di depan cermin. Sebenarnya ia ragu harus bertemu Soonyoung atau tidak. Tapi dari hati paling dalam dia benar-benar ingin menyelesaikan masalahnya. Masalah yang membuat hubungan 4 tahun itu berakhir dan membuat masing-masing di antara mereka tidak lagi saling berkomunikasi.

Soonyoung yang paling terdampak. Teman-teman Jihoon mencela bahkan sampai sengaja membuat Soonyoung mengalami kecelakaan karena kecewa dan benci dari bagaimana Jihoon menceritakan kisah-kisah mereka berdua pada beberapa temannya tersebut.

Entah bagaimana, Soonyoung pada akhirnya menghilang seperti di telan bumi selama Jihoon tidak bisa melihatnya entah di sosial media maupun kabar dari teman-teman bahkan managernya sendiri.

“Gue beneran harus ketemu Soonyoung? Tapi muka gue mau di taruh dimana kalau gue ngejelasin semuanya? Bahkan Soonyoung aja sempet masuk rumah skait gara-gara gue..”

Jihoon masih mempertanyakan kesiapannya untuk bertemu sang mantan kekasih. Jarak keduanya bertemu tidak terlalu jauh, Soonyoung sengaja meminta mereka untuk bertemu di tengah, meskipun Jihoon sendiri tidak tau si pria itu menginap di daerah mana.

Drett.. dreett.. drett..

Satu notifikasi telfon menyambung pada ponselnya.

Kak Han. Satu nama yang muncul tiba-tiba pada notifikasi ponselnya. Jihoon mengangkatnya.

“Gimana? Udah belum ketemu Soonyoungnya? Katanya mau ketemu Soonyoung.”

“Eh sialan demi Tuhan lo kak. Kenapa sih gue mesti ikut lo? Gue males kalau harus ketemu sendirian.”

“Ji, selesaiin. Jangan denial, jangan di pendem sendiri. Gue yakin Soonyoung bakalan maafin lo kok. Percaya deh.”

“Lo tau darimana? Udah ketemu Soonyoung emang?”_

“Cheol sama Shua udah sering ngobrol sama Soonyoung. Mereka tau dan sedikit gue juga tau dari mereka. Selesaiin ya cil, gue lanjut main dulu.”

“Kak.”

Sambungan telfonnya terputus dan menyisakan Jihoon yang semakin bingung.


Disebrang sana Jihoon melihat Soonyoung dengan berbalut jaket kulit hitam dan kaso putih. Masih seperti Soonyoung yang Jihoon kenal.

Perlahan tapi pasti, Jihoon melangkahkan kakinya menuju tempat duduk Soonyoung.

“Hai?” Sapanya saat melihat Soonyoung yang atensinya tengah tertuju pada ponsel.


Sudah setengah jam lebih Jihoon berdiri di depan cermin. Sebenarnya ia ragu harus bertemu Soonyoung atau tidak. Tapi dari hati paling dalam dia benar-benar ingin menyelesaikan masalahnya. Masalah yang membuat hubungan 4 tahun itu berakhir dan membuat masing-masing di antara mereka tidak lagi saling berkomunikasi.

Soonyoung yang paling terdampak. Teman-teman Jihoon mencela bahkan sampai sengaja membuat Soonyoung mengalami kecelakaan karena kecewa dan benci dari bagaimana Jihoon menceritakan kisah-kisah mereka berdua pada beberapa temannya tersebut.

Entah bagaimana, Soonyoung pada akhirnya menghilang seperti di telan bumi selama Jihoon tidak bisa melihatnya entah di sosial media maupun kabar dari teman-teman bahkan managernya sendiri.

“Gue beneran harus ketemu Soonyoung? Tapi muka gue mau di taruh dimana kalau gue ngejelasin semuanya? Bahkan Soonyoung aja sempet masuk rumah skait gara-gara gue..”

Jihoon masih mempertanyakan kesiapannya untuk bertemu sang mantan kekasih. Jarak keduanya bertemu tidak terlalu jauh, Soonyoung sengaja meminta mereka untuk bertemu di tengah, meskipun Jihoon sendiri tidak tau si pria itu menginap di daerah mana.

Drett.. dreett.. drett..

Satu notifikasi telfon menyambung pada ponselnya.

Kak Han. Satu nama yang muncul tiba-tiba pada notifikasi ponselnya. Jihoon mengangkatnya.

“Gimana? Udah belum ketemu Soonyoungnya? Katanya mau ketemu Soonyoung.”

“Eh sialan demi Tuhan lo kak. Kenapa sih gue mesti ikut lo? Gue males kalau harus ketemu sendirian.”

“Ji, selesaiin. Jangan denial, jangan di pendem sendiri. Gue yakin Soonyoung bakalan maafin lo kok. Percaya deh.”

“Lo tau darimana? Udah ketemu Soonyoung emang?”_

“Cheol sama Shua udah sering ngobrol sama Soonyoung. Mereka tau dan sedikit gue juga tau dari mereka. Selesaiin ya cil, gue lanjut main dulu.”

“Kak.”

Sambungan telfonnya terputus dan menyisakan Jihoon yang semakin bingung.


Disebrang sana Jihoon melihat Soonyoung dengan berbalut jaket kulit hitam dan kaso putih. Masih seperti Soonyoung yang Jihoon kenal.

Perlahan tapi pasti, Jihoon melangkahkan kakinya menuju tempat duduk Soonyoung.

“Hai?” Sapanya saat melihat Soonyoung yang atensinya tengah tertuju pada ponsel.

![] (https://imgur.com/RAaJwZj)


Sudah setengah jam lebih Jihoon berdiri di depan cermin. Sebenarnya ia ragu harus bertemu Soonyoung atau tidak. Tapi dari hati paling dalam dia benar-benar ingin menyelesaikan masalahnya. Masalah yang membuat hubungan 4 tahun itu berakhir dan membuat masing-masing di antara mereka tidak lagi saling berkomunikasi.

Soonyoung yang paling terdampak. Teman-teman Jihoon mencela bahkan sampai sengaja membuat Soonyoung mengalami kecelakaan karena kecewa dan benci dari bagaimana Jihoon menceritakan kisah-kisah mereka berdua pada beberapa temannya tersebut.

Entah bagaimana, Soonyoung pada akhirnya menghilang seperti di telan bumi selama Jihoon tidak bisa melihatnya entah di sosial media maupun kabar dari teman-teman bahkan managernya sendiri.

“Gue beneran harus ketemu Soonyoung? Tapi muka gue mau di taruh dimana kalau gue ngejelasin semuanya? Bahkan Soonyoung aja sempet masuk rumah skait gara-gara gue..”

Jihoon masih mempertanyakan kesiapannya untuk bertemu sang mantan kekasih. Jarak keduanya bertemu tidak terlalu jauh, Soonyoung sengaja meminta mereka untuk bertemu di tengah, meskipun Jihoon sendiri tidak tau si pria itu menginap di daerah mana.

Drett.. dreett.. drett..

Satu notifikasi telfon menyambung pada ponselnya.

Kak Han. Satu nama yang muncul tiba-tiba pada notifikasi ponselnya. Jihoon mengangkatnya.

“Gimana? Udah belum ketemu Soonyoungnya? Katanya mau ketemu Soonyoung.”

“Eh sialan demi Tuhan lo kak. Kenapa sih gue mesti ikut lo? Gue males kalau harus ketemu sendirian.”

“Ji, selesaiin. Jangan denial, jangan di pendem sendiri. Gue yakin Soonyoung bakalan maafin lo kok. Percaya deh.”

“Lo tau darimana? Udah ketemu Soonyoung emang?”_

“Cheol sama Shua udah sering ngobrol sama Soonyoung. Mereka tau dan sedikit gue juga tau dari mereka. Selesaiin ya cil, gue lanjut main dulu.”

“Kak.”

Sambungan telfonnya terputus dan menyisakan Jihoon yang semakin bingung.


Disebrang sana Jihoon melihat Soonyoung dengan berbalut jaket kulit hitam dan kaso putih. Masih seperti Soonyoung yang Jihoon kenal.

Perlahan tapi pasti, Jihoon melangkahkan kakinya menuju tempat duduk Soonyoung.

“Hai?” Sapanya saat melihat Soonyoung yang atensinya tengah tertuju pada ponsel.


Manusia itu hidupnya akan kembali pada semesta. Manusia yang paling banyak menabur kebaikan, pasti dunia akan memberikan seluruhnya untuknya.

Hari ini, kami semua tau, bahwa kamu sudah memasuki tahap baru dalam sebuah kehidupan. Babak baru yang akan menjadi cerita baru di kemudian hari.

Kami tau, bahwa kamu adalah manusia yang paling layak untuk mendapatkan seluruh cinta dan kasih semestanya. Kami juga akan memberikan seluruh semesta kami padamu.

Lee Jihoon, manusia paling cantik, genius, dan baik hati. Selamat ulang tahun, semoga semesta tetap bersama dengan mu. Semoga manusia jahat akan mendapatkan balasannya dengan cepat.

Kami semua akan tetap mencintaimu dalam keadaan apapun. Sekali lagi, selamat ulang tahun.

Terima kasih sudah menolong jiwa yang ingin mati duluan dan menahannya dengan karyamu. Terima kasih sudah selalu membawa kami dalam setiap ucapan dalam pekerjaan mu, terima kasih sudah bangga pada kami. Terima kasih atas cinta dan timbal baliknya.

Happy birthday, we love you Jihoon.