al.

cw // kenakalan remaja.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 lebih 15 menit waktu malam. Mama, Papa, Ran, dan Rin sudah berkumpul sejak 1 jam yang lalu namun tidak sama sekali ada pembicaraan diantara mereka.

Orang tuanya yang masih sibuk dengan pekerjaanya dan Ran yang juga sibuk dengan pekerjaannya membuat Rin sedikit kesal dengan keadaan keluarganya sekarang.

Apa orang-orang sibuk ini tidak bisa barang setengah jam saja untuk mendengarkannya atau menjawab pertanyaannya?

“Ini aku yang minta kumpul sama Mama, Papa, Abang kenapa kalian asik sendiri? Tau gini aku ga bangun dari koma aja ga sih terus meninggal nyusul Opa sama Oma di surga?”

Pernyataan sarkas Rin langsung terespon oleh Papa Haitani dan juga Ran.

Mama Haitani sama sekali acuh dengan pertanyaan gila Rin, padahal tujuan utama Rin mengumpulkan mereka adalah untuk membicarakan perjodohan gila yang dirancang oleh ibunya sendiri.

“MAMA!” teriak Rin kesal.

Ini sudah mau jam sembilan, kenapa ibunya sama sekali tidak meresponnya.

“Apaan sih? Ade bisa ga teriak kan? Ini Mama lagi ngerjain laporan dulu sebentar.”

“Ma! Ini udah lewat dari waktu yang Mama minta. Aku minta jam tujuh dan sekarang udah mau jam sembilan. Mama sayang aku atau sayang uang Papa sih?!”

Mama Haitani yang mendengar itu langsung menutup laptopnya dengan kasar. “Apa? Rin mau nanya apa sama Mama? Haru?”

“Aku mau tanya kenapa Mama jodohin aku sama Hanma? Ngapain sih? Aku punya Haru Ma! Aku sayang Haru!” jelas Rin.

“Mama ga pernah liat kamu bahagia tuh sama Sanzu, kapan coba Mama liat kamu bahagia sama dia? Coba kalau kamu sama Hanma, kamu kan bisa seneng-seneng diajak belanja mewah, di ajak jalan-jalan ke luar negeri, ya hal-hal berguna lah. Ga kaya Sanzu.”

“Ma. Dengerin Rin deh. Mama ga tau Haru karena Mama sibuk sama perusahaan Mama itu. Papa juga, kenapa ga pernah pulang sih barang satu malem aja? Kantor Papa ada juga kan yang di kota ini? Susah ya?

“Rin juga mau nurut sama Mama kalau Mama tuh kasih Rin suruhan yang bukan aneh-aneh kaya gini. Mama pernah ga nyuruh Abang buat perjodohan kaya gini? Engga kan? Abang pilih calonnya sendiri. Bahkan Abang ga disuruh lanjut S2 pun kalian ga marah, terutama Mama.

“Kenapa aku dibedain? Aku juga sama kok kaya anak-anak lainnya. Aku juga bisa nakal, aku juga pernah bolos kelas, aku pernah merokok, aku pernah mabuk, aku pernah having sex, aku pernah Ma, Pa melakukan hal gila yang bahkan kalian ga tau!”

Rin sudah tidak bisa mengontrol emosinya, semuanya meluap-luap. Pernyataan yang dia lontarkan semuanya adalah hasil cerita kelamnya yang rahasia dan harus diluapkan agar orang tuanya tau bahwa dirinya ini juga sama, nakal.

“Kamu hs sama siapa?”

Itu adalah satu pertanyaan yang keluar dari mulut Ran yang sedari tadi hanya mendengarkan celotahan Rin.

“SANZU HARUCHIYO! SIAPA LAGI?!” jawabnya dengan nada marah.

Ran yang sedikit kaget dan marah beranjak keluar dari ruang tengah dan meninggalkan mereka semua. “Abang ga kemana-mana, di kamar. Kalian lanjut aja, pake kepala dingin Rin. Mereka juga orang tua kamu.”

“Rin. Mama ga peduli kamu merokok, mabuk, atau berantem. Tapi ini kamu having sex kamu ga bercanda kan?”

Rin menggeleng, “Untuk apa?”

“Sanzu kasih pengaruh buruk ya sama kamu, sudah cocok kamu Mama jodohkan dengan Hanma. Ga ada penolakan Rindou. Mama ga mau nerima penolakkan dari kamu.”

Mama Haitani membereskan barang-barang, mau menyusul Ran untuk meninggalkan ruang tengah juga.

“Mama mau kemana?” tanya Rin.

“Habis ini Mama mau urus pernikahan kamu sama Hanma. Dipercepat lebih baik, Mama ga suka memang kamu sama Sanzu-Sanzu itu. Liat Abang kamu sekarang, gara-gara pergaulan tongkrongannya yang ga jelas itu jadi ga bisa mencontohkan kamu yang baik dan jadi sulung yang diharapkan.”

Ruang tengah kini hanya menyisakan Papa Haitani dan Rin.

Papa Haitani hanya bisa berulang kali menghirup panjang nafasnya.

“Papa ga mau bantu Rin?” tanya Rin pasrah. Karena saat ini hanya Papa-nya lah satu-satunya harapan yang akan membantunya.

“Mau sayang, sangat. Tunggu ya Papa lagi ngobrol sama Pa Akashi buat bahas ini, kamu tenang aja. Tapi Papa juga ga bisa janji sama kamu, turutin Mama ya kalau Papa ga bisa?”

“Pa... Rin sayang Iyo... Masa Rin ninggalin Iyo buat nikah sama Hanma? Hanma juga punya tunangan Pa, Rin ga tega. Rin ga mau.” ucap Rin disusul dengan turunnya genangan air dari matanya.

“Jangan nangis sayang, jagoan Papa ga pernah ada yang nangis. Jagoan Papa semuanya kuat.”

“Rin cape... Rin boleh mati aja ga Pa? Mau nyusul Oma sama Opa aja.”

“Iya sayang, nangis untuk sekarang. Papa ada disini, Papa ga bakalan pergi lagi, dan Papa janji setelah selesai kantor pulang ke rumah.”

cw // mention of human trafficking

Seperti yang sudah disepakati kedua belah pihak, Ran dan Hanma akan bertemu malam ini di cafe milik Ran yang jika dihitung jaraknya dari apartment Kazutora- kekasih Hanma, tidak terlalu jauh dan hanya menempuh jarak waktu sekitar 7 menit saja.

Ran tidak sendirian, karena hari kemarin ia meminta Mitsuya untuk menginap di apartmentnya malam ini juga Mitsuya menemani Ran untuk menyelesaikan masalah kedepan yang akan dihadapi oleh adiknya, Rin. Terhitung sampai hari ini Rin masih belum menunjukkan kapan ia akan membuka matanya dan kembali beraktifitas.

Untuk kabar Haru, Ran diberitau beberapa jam lalu ia sudah sampai di Kanada dan akan segera membereskan perkuliahan S2-nya tersebut.

“Kamu udah janjian sama Hanma jam berapa?” tanya Mitsuya yang membantu Ran menutup cafenya.

Ran mengecek arloji yang terpasang ditangan kirinya, “Sebentar lagi. Jam setengah 11 aku janjian sama dia disininya.”

“Hari ini yang jaga Rin di rumah sakit siapa?”

“Ada Chifuyu, Baji, sama Takemichi. Mereka temen deket kuliahnya Rin.”

“Mereka temen aku juga sayang kalau kamu lupa.”

“Toman ya?” tanya Ran disusul dengan tawa kecil dan duduk tepat di kursi kosong depan Mitsuya.

“Iya. Kangen kumpul bareng sama mereka sih, cuman rata-rata dari mereka juga ada yang sibuk kerja sama lanjut S2-nya.”

“Kamu ga ada niat lanjut S2 design kamu?”

Mitsuya menggeleng, “Belum kepikiran. Aku lebih pentingin Ibu sama dua adik ku aja untuk sekarang.”

“Harusnya kamu yang lanjut S1 itu.”

Ran menggeleng cepat, “Ga minat. Cape. Ini aku udah seneng bisa bangun cafe sendiri. Lagian Papa ga pernah maksa aku buat lanjut S1 atau S2 atau apapun itu yang berbau perkuliahan.”

“Padahal tinggal 2 semester lagi kamu lulus loh.”

“Biar Rin aja yang lanjut sampai S2. Jangan sampai Rin kaya aku, udah Mama terlalu berekspetasi sulungnya bisa lanjutin perusahaan Haitani, bisa jadi pengusaha muda sukses buat nama keluarga Haitani besar, atau apapun itu, aku ma minat kesana. Lagian Papa ga pernah paksa anaknya buat jadi besar di kemudian hari juga, kalau anaknya bisa sukses pake cara sendiri ya kenapa engga.”

Mitsuya yang mendengar kekasihnya ini berbicara panjang lebar, setelah Ran selesai berbicara hanya bisa tersenyum manis dan tulus, disusul dengan memeluknya dan mencium pucuk kepala si sulung Haitani.

“Kamu pacar aku paling kuat buat lawan semesta. Taka sayang Ran banget.”

“Makasih. Aku juga sayang Taka.”

“Iri banget berpacaran di cafe yang sepi ini.”

Ran dan Mitsuya langsung melihat siapa yang datang.

“Eh Hanma. Sini.” ajak Ran.

“SUYAAAAAAA!!!”

“KAZUUUUUUU KANGEN BANGETTTT!!”

Ran dan Hanma hanya bisa menggeleng heran dengan kedua pria dihadapan mereka yang tengah asik berpelukkan melepas rindu masing-masing.

“Mau minum apaa? Gue buatin.” tawar Mitsuya kepada Kazutora dan Hanma.

“Ice Latte, ada?”

“Ada. Kalau lo Kazu?”

“Emmm. Hot Choco aja deh.”

“Oke. Tunggu ya,” Mitsuya berlari ke arah dapur belakang untuk menyiapkan minuman untuk mereka berempat disana- termasuk dirinya.


Ice Latte, Hot Choco, Americano, dan Cold Matcha sudah tersedia di depan mereka berempat beserta camilan yang juga Mitsuya bawa.

“Jadi menurut lo hubungan jelek yang terjadi antara nyokap gue, lo, sama keluarganya Haru itu apa?” tanya Ran to the point kepada Hanma.

“Menurut gue dan sedenger gue dari pembicaraan nyokap sewaktu gue masih di rumah beberapa minggu lalu itu semuanya gara-gara perusahaan doang Bang. Ternyata pemegang saham terbesar dari perusahaan yang di selama ini nyokap gue dan nyokap lo pegang itu nyokapnya Haru gue ga aneh kalau nyokapnya Haru itu pemegang saham terbesar di perusahaan keluarga Sano, cuman yang anehnya kenapa harus melibatkan gue dan Rin. Dan itu ga masuk akal kan? Dan yang seharusnya menjalin hubungan baik itu ya nyokapnya Haru yang jelas marga Sanzu dan nyokap lo yang sekarang itu marga bokap lo, Haitani.”

Penjelasan Hanma didengar baik oleh Ran, Mitsuya, dan Kazutora yang juga ikut disana dan mendengarkan. Sebenarnya ini memang hanya perebutan perusahaan antar Mama Haitani dan Mama Shuji, tapi apa ini termasuk hal yang masuk akal? Pandangan Hanma dan teman-temannya saja yang termasuk dalam jurusan hukum dan teman-temannya yang sudah bekerja di perusahaan besar, hal ini tidak jelas.

Untuk apa pemegang saham terbesar saling jatuhkan dengan cara dalam bahasa kasar menjual anaknya sendiri? Hanma sudah keluar dari rumah 4 minggu yang lalu, berarti sudah 1 bulan Hanma berdiam di apartment Kazutora dan mungkin juga Ran akan melakukan hal yang sama, membawa Mitsuya tinggal di apartmentnya.

Tiba-tiba saja ponsel Ran bergetar, tanda ada panggilan masuk. “Gue angkat telfon sebentar.”

“Halo?”

“Bang! Ini Mikey. Rin udah sadar, Bang Ran bisa kesini?!” ucap Mikey dengan nada suara menyuruh.

“Serius!? Oke gue cabut sekarang.”

Ran terburu-buru menutup ponselnya.

“Kenapa?” tanya Mitsuya bingung.

“Rin udah sadar. Mending kita semua kesana.”

Mereka menyetujuinya dan berangkat ke rumah sakit bersama.

Terhitung sudah 2 bulan lamanya si bungsu Haitani terlelap panjang di kasur rumah sakit.

Baik Haru, keluarga Haitani, dan teman-teman Rin datang silih berganti untuk melihat bagaimana perkembangan Rin dan apakah Rin sudah ada tanda-tanda sadar atau belum. Hal ini menjadi kegiatan rutin juga untuk Haru dan Ran yang silih berganti menunggu Rin bangun dari tidurnya.

“Rin, abang mau cerita sama kamu. Abang ga minta kamu bangun cepet kok kalau memang kamu masih mau istirahat gapapa, istirahat aja. Tapi abang mohon dengan sangat, setelah kamu bangun dan Mama Papa cerita tentang hubungan kamu sama Haru jangan dibawa terlalu sedih ya. Abang yakin, Haru ga selemah itu buat pasrah gitu aja.”

Ran bercerita panjang pada Rin yang entah kapan akan bangun, Ran juga tidak pernah lupa dan selalu mengelus punggung tangan Rin. Mungkin saja adiknya ini akan bangun secara tiba-tiba.

Sedang bercerita panjang tentang kehidupan Ran selama 2 bulan ini, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang meminta izin untuk masuk.

“Masuk.”

Terlihat sosok Haru dengan penampilan yang berbeda. Sebenarnya Haru sudah 2 minggu izin tidak menemani Rin di rumah sakit dan Ran mengizinkan itu.

“Rambut lo?”

“Iya Bang. Oh ya, gue kesini mau minta izin sama Rin, boleh?”

Ran mengangguk dan meninggalkan Haru bersama Rin di dalam.

“Nyinyo, ini Iyo. Maaf ya udah dua minggu ini aku ga dateng buat gantian sama bang Ran buat jagain kamu. Aku juga mau minta maaf kalau aku banyak salah selama ini sama kamu. Aku sayang banget sama kamu, aku kangen. Oh ya, aku beberapa bulan lalu ga sengaja buka akun twitter priv kamu. Aku udah baca beberapa hal yang belum sempet kamu ceritain sama aku dan aku juga ngetik beberapa kalimat yang mungkin bakalan kamu baca setelah kamu sadar dan aku pergi?

“Entah aku yang pengecut atau gimana, tapi aku sayang banget sama kamu. Sangat. Aku minta maaf ya Nyinyo, jujur aku pun ga bisa lawan mau Mama kamu. Om Haitani, Papa kamu sekalipun ga bisa nolak keinginan Mama kamu. Oh ya, beberapa hari lagi aku mau ke Kanada buat lanjut S2 disana, gapapa kan?”

Haru yang berharap Rin akan segera sadar hanya bisa menghela nafasnya pasrah. Selama ia bercerita tidak ada satu pun tanda atau pergerakan dari Rin yang mengatakan sudah cukup ia untuk beristirahat.

“Aku pulang dulu ya. Aku yakin, setelah aku pergi kamu bakalan siuman, aku izin pergi ya Nyinyo? Untuk hubungan kita jangan ada kata selesai. Aku sayang banget sama Nyinyo meskipun Mama nanti melakukan hal gila yang bahkan jelas kamu tolak, tetep kamu harus ikutin kata Mama. Aku pergi ya Nyinyo? Iyo sayang Nyinyo.”

Haru mengecup kening lalu disusul turun mengecup kedua bibir Rin, ia tersenyum dan mengecup pucuk kepala Rin sebelum pergi.

Di luar ada Ran yang sedang menunggu, “Bang. Gue udah selesai. Ini surat nitip ya buat Rin, kasihnya kalau keadannya udah membaik banget.”

“Lo mau kemana?”

“Ikut Mama bang. Doain aja s2 gue lancar.”

“Terus Rin?”

“Gue gabisa disini terus bang kalau Mama Haitani udah bertindak. Demi keselamatan, kebahagiaan Rin juga. Gue pamit bang.”

Dengan langkah tergesa Haru menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan yang tidak bisa dibilang tenang.

Kekasihnya, sahabatnya, pujaan hatinya, semestanya, kini tengah terbaring di rumah sakit dengan keadaan yang hanya bisa dipasrahkan kepada Tuhan.

“Mba, ruangan atas nama Haitani Rindou ada dimana ya?”

“Mas siapa kalau boleh tau?”

“Haruchiyo. Saya pacarnya.”

“Oh, baik mas. Mas Rindou ada di ruangan 12 VVIP di lantai 3.”

“Baik terima kasih mba.”

Haru berlari ke arah lift dan menekan tombol 3 disisi kiri.

Sesampainya di lantai tiga Haru langsung berlari ke kamar VVIP 12. Jaraknya tidak cukup jauh, karena disini semua ruangan berdasarkan nomor bukan abjad.

Saat Haru akan masuk ke dalam ruangan, terlihat ada Mama dan Papa Haitani. Disana Papa Haitani tengah memeluk Ran yang menangis melihat adiknya terbaring lemah, sedangkan sang Mama Haitani berusaha tetap tenang meskipun air matanya sudah tak dapat terbendung.

Enggan merusak suasana dan menambah pikiran buruk tentang dirinya dengan sang pacar, Haru memilih menunggu di luar ruangan.

Memainkan gelang milik Rin dan berusaha tetap tenang.

Suara pintu terbuka. Memperlihatkan kondisi Mama dan Papa Haitani yang bisa dibilang tidak baik-baik saja.

“Haru... Kecelakaannya sudah kamu urus?”

Haru berdiri, “Sudah Om. Maafin Haru ya Om gara-gara Haru kondisi Rin jadi kaya gini.”

Papa Haitani mendekat ke arah Haru dan mengelus punggungnya pelan, “Ini sudah rencana Tuhan. Mungkin Tuhan dan semesta-Nya rindu kami berkumpul di rumah, jadi Rindou dijadikan alasan besar kami harus kembali.”

Haru hanya mengangguk.

“Sanzu. Mama boleh bicara sebentar sama kamu?”

Haru mengangguk, “Boleh, Ma.”

Haru mengikuti langkah kaki Mama Haitani di belakang.

“Sanzu, sebelumnya Mama mau minta maaf kalau Mama kesannya lancang atau gimana. Tapi boleh selesaikan hubungan kamu dengan Rindou?”

Haru yang mendengarnya tidak bisa langsung mencerna perkataan beliau, yang ada dipikiran Haru saat ini adalah Rindou yang harus segera sadar.

“Maksudnya, Ma?”

“Maksud Mama putus hubungan sama Rindou. Mama mau jodohin Rin sama keluarga Shuji.”

“Maksud Mama Shuji Hanma?”

“Iya. Dia yang umurnya ga jauh kan sama Rin, jadi Mama pengen.”

“Tapi Haru?”

“Sanzu. Kamu bisa cari yang lain. Mama, maaf kurang mau sama kamu.”

Deg.

“Oh, maaf ya Ma kalau Haru bikin kesalahan.”

“Iya. Semoga lekas selesai ya, Mama tinggal dulu.”

Haru menunduk. Memikirkan bagaimana bisa ia pergi dari Rindou dan bagaimana lagi dirinya harus hidup?

Haru langsung berlari ke arah ruangan Rindou berada. Disana masih ada Ran yang setia menemani.

“Haru, ngobrol sama Rin. Semoga dia mau sadar.”

“Rin kenapa Bang?”

“Dinyatakan koma. Lukanya cukup parah.”

Haru menghela nafasnya panjang. Cobaan apalagi ini.

Haruchiyo dengan tergesa segera menyalakan mobil dan berangkat menuju rumah sang kekasih, Rindou. Dia benar-benar lupa setelah mengirim pesan 4 jam sebelumnya untuk bertemu Rin. Hal itu terjadi setelah dirinya selesai menghabiskan beberapa batang tembakau dan berujung dengan dirinya tertidur.

Di sisi lain, Rin yang menunggu selama kurang lebih 4 jam, sudah kesal setengah mati. Apakah Haru lupa atau bagaimana dengan keinginannya untuk bertemu. Akhirnya Rin menghubungi Haru dan benar saja ternyata sang kekasih melupakan keinginannya untuk bertemu dan memutuskan untuk terlelap.

Sedikit kesal, tapi bagaiman pun juga Haru adalah kekasihnya yang mungkin saja kelelahan karena suatu hal terjadi padanya dan Rin belum mengetahuinya.

Mesin mobil terdengar samar di telinga Rin, mungkin itu Haru yang sudah sampai di depan rumahnya. Dengan langkah kecil namun cepat, Rin bergegas untuk menyambut sang kekasih.

“Halo, maaf ya aku ketiduran. Sumpah maaf banget.” ucap Haru pertama kali saat keluar dari dalam mobil.

Tidak langsung terjawab oleh Rin, karena Haru sudah memeluk erat tubuh kecil Rin.

Rin yang mengerti dan bisa langsung membaca situasi kekasihnya ini, hanya mengusap-ngusap punggunya dan mencium kecil leher yang tidak sama sekali beraroma parfume dari kekasihnya ini.

“Habis ngerokok lagi?”

Haru mengangguk kecil dalam dekapan Rin.

Rin perlahan melepas pelukkan mereka. “Ngobrol taman belakang mau?”

Haru hanya diam mengikuti Rin dari belakang menuju taman belakang rumahnya. Jujur, rumah milik keluarga Haitani tidak bisa dibandingkan dengan rumahnyaa. Rumah milik keluarga Akashi jauh lebih kecil, meskipun masih bisa menampung 3 mobil di garasi.

Mereka berdua duduk di tepian kolam renang. Rin izin masuk ke dalam rumahnya untuk mengambilkan minum dan beberapa camilan.

Disana, Haru hanya bermain dengan air. Memasukkan kakinya dan sengaja membuatnya basah.

Rin yang sedang membuatkan Haru minum bertemu dengan Ran yang sepertinya terbangun dari tidurnya.

“Ada siapa?” tanyanya dengan suara kecil.

“Haru. Kalau Haru nginep sini gapapa?”

“Gapapa, silahkan aja.”

“Makasih abang.”

Sebelum Rin melangkahkan kakinya keluar dengan dua gelas berisi sirup dan beberapa camilan, Ran menarik baju sang adik, “Kamu ngerokok dek?”

Rin menggeleng, menjawab dengan mulut yang menuju ke arah Haru.

“Bawa parfume dulu ke atas atau bawa baju ganti buat Haru. Abang takut Mama sama Papa tau terus ribet urusannya.”

Rin yang setuju akhirnya berlari menuju kamar untuk membawa parfume miliknya dan juga baju ganti untuk sang kekasih.

“Iyo, ini minumnya.”

“Kok bawa baju sama parfume? Buat apa?”

“Iyo mau nginep sini kan? Kata abang daripada urusannya ribet, mending Iyo ganti baju dulu aja pake baju aku. Baju Iyo biar Mba yang cuci.”

“Aduh aku kesini malah jadi ngerepotin. Gapapa?”

Rin mengecup bibir Haru, “Abang yang minta. Berarti aku juga yang nyuruh. Aku nyuruh Iyo, jadi gapapa.”

Haru melepas bajunya dan berganti dengan baju milik sang kekasih. Ukuran baju Rin dan Haru tidak terlalu berbeda, jadi Haru masih bisa menggunakannya.

“Badan kamu. Kenapa lagi?”

Haru tersenyum, “Gapapa. Luka sedikit aja.”

“Jangan bohong Iyo. Aku ga suka.”

“Ga bohong Nyinyoooo. Beneran itu luka doang waktu di kantor.”

“Gara-gara?”

Haru menceritakan semuanya dari alasan ia resign, luka di badannya, kabur dari rumah keluarga Akashi, dan lain masalah yang ia sedang rasakan.

“Jangan nangis Iyo. Nanti aku jagain Iyo. Aku bakalan jagain Iyo banget, banget, banget.”

Haru tersenyum dan memeluk si kecil di hadapannya.

“Iyo mau bobo? Udah mau jam 2.”

Haru mengangguk.

Haru menyusul langkah Rin dibelakangnya. Rin yang kesal selalu melihat Haru berjalan di belakangnya akhirnya menarik tangannya untuk berjalan bergandeng di sampingnya.

“Iyo jangan jalan dibelakang aku terus. Disamping aja gapapa, Iyo ga ganggu Nyinyo kok.”

Sesampainya di kamar Rin, ia mempersilahkan Haru masuk terlebih dahulu. Kamar bernuansa coklat dengan aroma coklat dari lilin therapy membuat siapa saja yang bermalam di kamar Rin sangat betah dan enggan untuk bergegas pulang.

“Iyo bobo duluan aja. Aku mau ganti baju.”

Haru mengangguk dan lebih dulu mengistirahatkan dirinya di kasur milik Rin.

Kaos pendek dan celana pendek atas paha adalah pakaian yang akan menemani malam Rin.

“Nyinyo...”

“Iya?”

“Kamu sering pake baju kaya gitu? Apa ga dingin?”

“Ya AC nya bisa dikecilin, Iyo.”

Haru mendekat ke arah Rin dan mengendus dirinya ke badan Rin. “Iyoo, geli.”

Haru masih mengendus dan membuat Rin merasa ada kupu-kupu di dalam perutnya.

rinzu, slight nsfw, family problem, toxic friendship.

Dari sekian juta purnama yang sudah lama muncul selama bumi berputar, baru kali ini sesosok pria beranjak dewasa bernama Haruchiyo merasakan senang tiada tanding semasa hidupnya.

Ia berani menantang semesta untuk mengambil nyawanya, jika sehari setelah ia merasa senang ternyata itu hanyalah penghantar dari bab-bab sedih kehidupan selanjutnya.

Anak kedua dari tiga bersaudara dengan marga berbeda-beda ini, baru saja mendapatkan balasan atas perasaannya yang sudah tertanam pada sosok pria manis si bungsu Haitani.

Dalam waktu tiga tahun terakhir ini, Haitani Rindou menjadi alasan utama mengapa ia masih ingin melanjutkan hari esoknya menghirup oksigen dari para tumbuhan hijau yang lebih aktif bekerja pada malam hari.

Dengan tubuh terkulai lemas, bercak darah disekujur tubuh, dan luka lebam menghiasi Haruchiyo saat tidak sengaja berjumpa dengan si penenang hati.

Kala itu Haruchiyo baru saja melarikan diri untuk bersembunyi dari di sulung Akashi.

Haruchiyo juga seharusnya bermarga Akashi jika ia mau, namun ia tidak mau bahkan tidak sudi menggunakan nama awalan dari pria tua yang meninggalkan ibunya sendirian dalam keadaan sekarat.

Saat usianya 10 tahun, Haruchiyo mengetahui semuanya. Keluarga yang ia anggap memang benar keluarganya dan ayah yang ia anggap sangat baik dan selalu ia banggakan, ternyata adalah seorang pelaku dari habisnya nyawa ibu kandung Haruchiyo.

Haru selalu mengira bahwa ia hanya berdua dengan ibunya itu karena ayahnya sibuk bekerja di luar negeri, ternyata tidak. Semuanya terbukti dan nyata saat ia diajak oleh teman-temannya untuk menghadiri pesta ulang tahun anak perempuan berusia 7 tahun, 3 tahun dibawahnya.

Dan anehnya ayahnya yang seharusnya ada di rumah malah lebih dulu ada disana dan memperkenalkan ada perempuan tersebut sebagai anaknya. Akashi Senju.

Haru berpikir, apa selama ini ibunya memang mengandung lagi? Apa perempuan itu adalah adiknya? Dan sebagainya.

Namun selesai perayaan ulang tahun itu selesai, ayah yang seharusnya ada di rumah itu memanggilnya dan memperkenalkan Senju dan Akashi sulung kepadanya.

“Ini Akashi Takeomi, kakak mu. Ini Akashi Senju, adikmu.”

Haru hanya bisa memasang muka tidak percaya. Senju dan Takeomi itu siapa? Kenapa bisa disebut dikeluarga oleh ayahnya sendiri?

“Mereka siapa?”

“Halo kak Haru! Aku Senju. Kata Papa kak Haru sibuk sekolah ya jadi jarang pulang ke rumah.”

Haru yang akhirnya bisa mencerna situasi langsung pergi tanpa menjawab pertanyaan dari si kecil yang berulang tahun.

“HARU! Nyokap lo barusan meninggal.”

Saat itu juga Haru merasa lemas dan pandangannya menghitam. Apa benar ibundanya meninggalkannya sendirian di bumi?


Waktu berjalan terlalu lama menurut Haru. Ini baru tahun ke-7 ia kembali setelah dinyatakan koma selama 7 bulan lamanya. Kenapa ia tidak mati saja?

Percakapan singkat beberapa bulan lalu tiba-tiba menyerang pikirannya.

Siapa Akashi Takeomi dan Akashi Senju sebenarnya?

Pintu rumah sakit tiba-tiba terbuka, menampilkan sesosok perempuan berambut hitam pekat dengan potongan sebahu.

“Halo kak Haru. Gue Senju. Kawaragi Senju.”

Haru hanya diam, tidak memperdulikan seseorang didepannya.

“Gue perlu cerita keseluruhan. Gue tau ini beberapa bulan lalu dari Kak Omi. Gue harap lo paham dan ngerti sama kondisinya.”

Selama Senju menceritakan semua hal yang terjadi selama ini, ia akhirnya paham. Ketiga anak dari keluarga Akashi memiliki ibu kandung yang berbeda. Akashi Takeomi, Kawaragi Senju, dan dirinya Sanzu Haruchiyo. Senju dan dirinyalah yang akhirnya memutuskan menggunakan marga dari ibunya.

Mendengar pernyataan panjang yang dilontarkan oleh Senju, Haru hanya pasrah dan menangis mendengar fakta buruk yang ternyata selama ini ia tidak tau.


Tahun demi tahun. Setelah koma selama 7 bulan dari 7 tahun lalu, kehidupan datarnya berjalan selama 4 tahun.

Tidak ada semangat membara, tidak ada makan teratur, tidak ada jam tidur teratur, tidak ada pembelajaran teratur, semuanya bergantung pada kondisi mental dirinya.

“SANZUUU! INI ADA ANAK KOMUNIKASI YANG NAKSIRRR!! NAMANYA HAITANI RINDOUUU!!”

Itu adalah teriakan panjang menyebut namanya setelah sekian lama ia tidak pernah mendengarnya.

Dan kehidupan Haru berubah setelah teriakan itu ia respon. Hatinya senang mendengar teriakan itu, seperti kembali hidup secara perlahan.

“Aduh Sanzu maaf ya, temen gue memang gitu.”

Manis. Itu adalah kehidupan awal yang baru bagi seorang Sanzu Haruchiyo sebelum menerjang track rollercoaster yang lebih curam.

  • prompt untuk overthinking kills your happiness.

m/m pair, takemichi & manjiro, major character dead, (maybe it just a prompt), character belong to ken wakui


malam dingin sudah hampir menyelimuti kota padat penduduk ini selama kurang lebih satu bulan lamanya. bagi para pekerja, pelajar, dan penduduk sibuk harus tetap bergegas keluar rumah dan membereskan segala urusannya di luar agar bisa kembali ke rumah dengan cepat.

begitu pula dengan si anak tengah keluar Sano. bergerak cepat mengayuh sepedahnya dan tidak peduli dengan dinginnya suhu kota yang bisa saja membekukan dirinya dalam waktu yang tidak dapat di tentukan. bagi keluarga Sano, Manjiro adalah sesosok kakak sekaligus adik yang bertanggung jawab atas seluruh keinginan dan hal yang ingin dicapainya.

kedua orang tua Sano pernah bertanya padanya perihal pasangan dalam hidupnya.

“Jiro. Kamu sudah punya pacar? Kenalin sama mama atau papa dong, kami takut di ambil Tuhan duluan sebelum liat anak kesayangan kami ini tumbuh dewasa dan menikah.”

pertanyaan bodoh. menurut Manjiro itu adalah pertanyaan bodoh yang tidak wajib ia jawab pada detik itu juga. “Ma, Pa, Jiro belum mau punya pacar. Jiro masih mau sekolah, kerja, banggain Mama, Papa. Nanti kalau udah waktunya juga Jiro bakalan kenalin ke kalian kok. Jangan khawatir dan stop bicarain tentang kematian, oke?”

beberapa bulan setelah pertanyaan itu di lontarkan kepadanya. ia mendapat kabar buruk bahwa kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan yang di akibatkan oleh supir truk yang mengantuk.

Manjiro yang mendapat kabar tersebut langsung menghampiri tempat kejadian tanpa pamitan dengan guru dalam kelas maupun teman-teman yang memanggilnya untuk segera kembali ke dalam kelas.

“Apa ada anak yang rela ditinggal oleh kedua orang tuanya dan tetap diam?!”

itu adalah teriakan Manjiro saat Baji- teman semasa kecilnya saat berhasil menarik Manjiro dan sedikit memukulnya agar tetap sadar dan tidak terbawa emosi.

“Meskipun kejadiannya di luar kendali. Tuhan juga tau skenario apa yang di tulis buat Mama sama Papa lo! Jadi jangan emosi dan egois. Lo bisa izin dulu, ini juga demi masa depan lo, demi banggain orang tua lo!”

terjadi sedikit kesalah pahaman antara Baji dan Manjiro, membuat guru yang bertanggung jawab harus turun tangan.

“Baji! Gue ga paham sama jalan pikir lo. Ini Mama sama Papa gue yang mati! Gue harus liat mereka dan gimana. Dan stop mempersulit gue!”


dua tahun berlalu. semuanya semu dan tidak ada lagi harapan dalam kehidupan anak tengah Sano tersebut. setiap hari hanya berangkat ke kampus dengan tatapan kosong, kadang juga tidak masuk kelas, tidak mengerjakan tugas, tidak pernah kembali aktif di kelas, dan hal-hal buruk yang membuat teman-teman Manjiro merasa kasihan.

“Halo. Gue Takemichi anak pindahan, gue boleh duduk di samping lo?”

Manjiro mengangguk tanpa memandang siapa yang berbicara dengannya.

dua bulan setelah kejadian perkenalan tersebut, seluruh teman-teman Manjiro meminta bantuan kepada Takemichi untuk kembali membujuk Manjiro menjadi pribadi yang cerah.

“Tapi gue ga sanggup kalau harus bikin kepribadian orang yang dulunya ceria terus ada satu dan lain hal dia jadi kenapa-kenapa. Itu susah.”

Takemichi didesak oleh teman-teman Manjiro, memohon untuk menerima permintaan tolong mereka.


dua minggu pertama tidak pernah sama sekali Manjiro membalas percakapannya dengan kalimat panjang. hanya seperlunya dan jika ia tidak mau menjawab pun pertanyaan yang di lontarkan Takemichi hanya sebatas angin lalu.

satu bulan kemudian Manjiro sedikit menampakan kembali dirinya dan mungkin sudah sedikit membaik meskipun semuanya masih terasa sama.

lima bulan setelah permintaan tolong tersebut akhirnya Takemichi menyerah, ia juga lelah jika harus membenarkan dan menjadi bengkel dari kerusakan seseorang yang cukup berat.

“Hanagaki Takemichi?”

Takemichi yang mendengar namanya dipanggil langsung oleh Manjiro memasang wajah terkejut, apa usahanya akan membuahkan hasil?

“Makasih udah mau berusaha bikin gue balik meskipun gue tau lo dipaksa sama temen-temen gue. Tapi gue mohon satu hal sama lo boleh?”

“Kenapa?”

“Lo Hanagaki Takemichi yang dulu pernah ikut komunitas Toman kan?”

“Iya. Lo owner Toman kan?”

Manjiro tertawa kecil, “Lo pergi. Gue udah pernah hancur sebelum ini. Gue juga denger kabar burung dari orang-orang lo mau nikah sama Tachibana Hinata ya? Selamat ya. Gue suka sama lo, makanya gue memutuskan pergi -

tiba-tiba saja Manjiro menghentikan kalimatnya. batuk hebat menyerang dirinya dan tiba-tiba juga dirinya mengeluarkan muntah darah beserta bunga?

” – besok kalau gue mati lo jangan pernah salahin diri lo ya. Gue ga mau ngobrol sama lo karena memang gue nahan ini semua, sendiri. Jadi. Congratulations and sorry for loving you untill now.”

setelah kalimat itu selesai terucap, Manjiro tersenyum kemudian terjatuh tepat di pelukan Takemichi. denyut nadinya berhenti, tubuhnya menjadi dingin, ia panik setengah mati.

teman-teman Manjiro dan Takemichi yang memerhatikan dari jendela luar pintu langsung menghampiri mereka dan bergegas membawa Manjiro ke rumah sakit. mungkin semesta masih mau menerima Manjiro.

-fin sleepflarf,2022.

Shin x !fem reader

Universitas negeri sudah pasti menjadi pilihan pertama dari rata-rata siswa maupun siswi yang masih sanggup melanjutkan bersekolahnya ke jenjang yang lebih serius dan mendalam.

Sama hal-nya dengan Shin dan Kamu. Mereka adalah salah satu dari lima siswa dan siswi berprestasi semasa sekolah.

Hanya satu kata yang mereka deskripsikan jika mereka bertemu atau dipertemukan secara sengaja dalam satu kelompok maupun ruangan.

Saingan.

Shin adalah seorang juara kelas yang nilai pelajarannya tidak pernah turun dari angka 90. Begitupula Kamu, nilai 90 adalah angka keramat yang sebenarnya sudah Kamu kutuk dengan berbagai macam hal untuk bertambah minimal 0,1 persen saja.

Guru sampai kepala sekolah pun pernah saling salah paham hanya karena nilai Shin dan Kamu yang tidak pernah sedikitpun untuk turun atau berkurang.

Tidak sedikit teman-teman kelas mereka berdua menggoda mereka untuk menjadi sepasang kekasih atau bahkan menjodoh-jodohkan mereka berdua akan menjadi sepasang suami istri kelak.

Namun itu semua hanyalah masa lalu. Masa lalu dimana keduanya berkembang untuk menjadi seseorang, mencari jati diri, mencari seseorang juga siapa yang akan bersamanya kelak nanti.

Pengumuman Seleksi Nasional akhirnya keluar. Shin dan Kamu adalah penerima undangan dari Universitas Negeri terkenal di daerah Bandung.

Sebagai seorang yang ambisius, sudah pasti mereka berdua diterima dengan senang hati oleh Universitas.

Semester awal menjadi seorang Mahasiswa Baru, baik Shin maupun Kamu masih belum akrab satu sama lain. Karena pendeskripsian antar keduanya yang tidak pernah berubah.

Keaktifan sebagai seorang Mahasiswa dan Mahasiswi sangat tergambar jelas antara Shin dan Kamu. Mereka selalu bersaing secara sehat, enggan kembali mengulang kenangan buruk semasa Sekolah Menengah Atas dulu kembali terulang.

“Lo ga cape anggep gue saingan?”

Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan oleh seorang Shin. Kalimat santai yang bukan membahas sebuah pelajaran.

“Menurut lo?”

“Kalau gue jujur cape. Kita udah mau jalan semester dua, kalau kita gini-gini terus ga bakalan enak buat bersosialisasi antara gue maupun lo.”

“Gue ga berniat bersosialisasi sama lo sih sebenarnya.”

“Kita udah di Bandung sekarang. Suasana SMA harusnya udah berubah. Gue ga maksa lo buat maafin gue setelah kejadian 1 tahun lalu, gue ga sengaja.”

“Shin. Gue udah maafin lo dan gue juga udah biasa aja sama lo. Tapi buat menghilangkan label pendeskripan gue ke lo sebagai saingan kayaknya susah.”

“Gue udah ngalah.”

“Tapi Bunda gue meninggal, Shin. Beliau ninggalin gue, ayah gue ga sayang gue lagi setelah menikah lagi. Gue dibuang gitu aja, Shin. Lo ngerasain ga?! Engga kan?”

Saat penjabaran tidak sengaja yang Kamu utarakan itu terucap, Shin memeluk Kamu dan menenangkan tentang keadaan masa lalu Kamu yang sedikit suram.

Mengusap lembut rambut Kamu yang masih setia memeluk Shin karena Kamu merasa Kamu butuh seseorang untuk bercerita dan pulang.

“Maaf. Seandainya lo bilang dari awal, mungkin gue nolak buat ikut lomba terakhir kemarin. Gue juga ga terlalu butuh sama hadiahnya, gue hanya dipaksa sama sekolah tapi gue juga berhak buat menolak. Maaf ya?”

Kamu mengangguk.

“Gue masih anggep lo saingan, Shin.”

“Anggep gue saingan lo sampai gue denger dan semua orang denger lo bisa ngalahin gue selama tujuh semester kedepan. Oke?”


Lima semester berjalan dengan aman dan tenang. Kamu dan Shin kini menjalin sebuah hubungan. Hubungan Kamu dan Shin sekarang adalah sebagai sepasang kekasih.

“Setelah lulus aku udah dapet tawaran kerja disalah satu perusahaan besar di Bandung.”

Kamu mengangguk. “Aku mau istirahat dulu beberapa bulan setelah lulus.”

“Semester akhir di depan mata, ya? Aku takut kamu pergi.”

“Aku takut kamu berpaling, Shin.”

“Aku?”

Kamu mengangguk. “Akane naksir kamu, ya? Akhir-akhir ini aku sering liat kamu jalan sama dia.”

“Tau dari siapa?”

“Seishu sama Izana. Bahkan Mikey sama Emma juga ngasih tau. Kamu selingkuh karena bosen atau apa, Shin?”

“Hah? Aku ga selingkuh.”

Kamu membuka ponsel, mencari sesuatu untuk ditunjukkan kepada Shin.

“Terus ini apa? Apa cuman temen sampai cium pipi kaya gitu, Shin?”

“Aku minta maaf.”

“Kamu salah kan? Dan buktinya udah jelas banget, makanya kamu ga ada pembelaan diri. Kita putus ya, Shin? Terima kasih untuk dua setengah tahunnya.”


Hari ini adalah jadwal Kamu dan Shin untuk wisuda. Sudah satu tahun lebih hubungan Kamu dengan Shin tidak lekas membaik setelah putus beberapa tahun lalu.

Selesai Kamu dipanggil dan melalukan sesi foto, Kamu lekas pulang. Tanpa orang tua dan keluarga, wisuda Kamu terasa kosong. Tidak berkesan.

Rencana untuk pindah kota untuk tinggal akan menjadi rencana terbaiknya dalam hidup.

Sedangkan di sisi lain, Shin mencari keberadaan Kamu. Shin ingin memberi bucket bungan dan beberapa kue kesukaan Kamu. Tapi sayang, semuanya tidak diberikan karena Shin tidak kunjung menemui Kamu.


Lulus dengan predikat terbaik satu kampus, Kamu melanjutkan seluruh ilmu yang dimiliki untuk menjadi seorang guru honorer di Jogjakarta. Menjadi guru dan mengajarkan banyak hal pada seseorang yang ingin belajar adalah impiannya sejak dulu.

“Bu! Aku dapet ini dari Kakak yang ada di balik pohon taman. Katanya ini buat Ibu,” ucap salah satu murid kelasnya yang baru saja kembali dari kamar mandi.

Kini Kamu tengah mengajar di dalam kelas. “Loh, ini dari siapa?”

“Aku ga tau bu, tapi kata Kakaknya ada surat di dalemnya.”

“Oke makasih ya. Boleh duduk.”

Kamu membuka surat yang tertutup oleh tangkai bunga. Ini adalah sebuah bucket dari bunga kesukannya- mawar putih.

Surat itu berisi.

Halo. Kayaknya gue salah banget selama ini, boleh kasih gue kesempatan? Gue bener-bener sayang sama lo. Oh ya, gue tau lo sekarang tinggal dimana karena gue bener-bener nyari keberadaan lo dan dimana sekarang lo tinggal. Boleh kita ketemu? Gue tunggu di taman sekolah tempat lo ngajar, ya?

Kamu menutup kerta yang berisi surat tersebut dan izin kepada anak muridnya untuk keluar sebentar.

Sesampainya Kamu di taman. Kamu tidak melihat sosok siapapun disana.

“Halo? Apa kabar?”

Kamu berbalik badan. Itu adalah Shin. Seorang pria yang tidak pernah absen dalam pikiran Kamu dan doa yang sering Kamu panjatkan.

“Baik. Lo?”

“Gue juga baik.”

“Perihal suratnya, boleh dibales? Tapi engga sekarang pun gapapa. Gue ngerti. Maaf ya.”

Kamu berlari menghampiri Shin dan memeluk Shin.

“Lo bisa ga jangan kaya gini. Gue kangen sama lo. Bisa jangan sakitin gue lagi. Bisa?”

Shin tertawa kecil. “Iya. Gue janji. Maaf ya.”

Shin melepas pelukan Kamu dan menghapus air mata Kamu.

Shin mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. “Pake. Selamat ulang tahun.”

“Cincin?”

Shin mengangguk, “Be mine? Be my wife.”

Kamu masih mematung, mecerna semua kejadian yang baru saja terjadi.

“Will you marry me?”

Kamu mengangguk dan memakai cincin pemberian Shin- Shin yang memasangkannya.

“Terima kasih dan Maaf. Aku janji mulai detik ini Jogjakarta jadi tempat kita memulai hidup baru. Lupain Bandung, itu cuman sad part dari kehidupan kita berdua.”

  • fin.

pusat semesta tidak hanya kamu, semuanya tergantung siapa objek utamanya.

cw // tw kissing, self harm.

Bagi si bungsu Akashi, menjadi pusat dari semesta keluarganya adalah hal yang mustahil ia rasakan.

Menjadi seorang yang lebih sering diperhatikan atau bahkan dimanjakan adalah hal yang sudah lama tidak ia rasakan dari keluarga Akashi.

Bagi Senju, kehidupannya menjadi seorang bungsu dari kakak-kakak yang berprestasi adalah neraka. Karena hanya dia yang kemampuannya tidak bergelut dalam bidang akademik.

Senju memiliki dua kakak lelaki yang sangat berprestasi dan banyak pula saingan yang ingin menantang mereka.

Seluruh manusia pun tau siapa Akashi Haruchiyo dan siapa Akashi Takeomi. Mereka adalah dua orang sukses yang bergelut dalam bidang bisnis dan hukum.

Haruchiyo, yang biasa menyebut dirinya bukan dari keluarga Akashi pun tetap dipandang tinggi oleh orang-orang yang mengetahui sebenarnya siapa lelaki dengan dua luka dibagian kedua bibirnya.

Dan, Takeomi si sulung tidak jauh terkenal dari Haruchiyo. Ia sudah sering menutup berbagai macam kejahatan dengan ketelitiannya dan ketegasan yang ada dalam dirinya.

Namun, orang-orang akan bertanya. Memangnya Akashi Senju itu siapa?

Dan itu akan membuat si bungsu merasa, untuk apa semesta membiarkannya lahir dari keluarga Akashi.


Suara klakson terdengar. Sudah pasti itu suara dari mobil si bungsu Haitani.

Haitani Rindou.

Tanpa berpamitan Senju segera keluar dari dalam rumahnya. Untuk apa ia berpamitan jika kedua orang tuanya saja tidak menganggap ia ada di dalam rumah.

Tapi terkadang, Takeomi akan mencarinya hanya sekedar menanyakan tentang peringkatnya di sekolah.

“Cantik banget.” puji Rindou pada Senju.

Senju hanya menghela nafasnya kasar. Ia memakai seatbelt dan menatap lurus pandangannya ke depan.

“Capek banget kayaknya hari ini. Ada apa lagi di rumah? Bang Omi sama Haru di rumah kan?”

Pertanyaan itu hanya dijawab dengan dua anggukan kecil.

“Maaf ya, malah bikin mood lo hancur.”

“Rin. Udah ayo jalan, gue males di rumah.”

Rindou menyalakan mesin mobilnya dan segera keluar dari kawasan komplek elit tersebut.

“Memangnya kita mau kemana?” tanya Senju.

“Lo mau kemana? Gue bawa lo semau lo deh. Kali ini aja sih tapi, spesial.”

Senju membuka ponselnya. Ia sudah mendambakan untuk bisa pergi ke tempat itu. Tempat dimana semasa kecilnya berkumpul dengan kedua orang tuanya dan kedua kakaknya. Tempat dimana ia merasa semesta berpusat pada dirinya tanpa gangguan dari pihak manapun.

“Kesini boleh?” tanyanya dan menunjukkan tempat yang dimaksud kepada Rindou.

Rindou mengangguk paham. Ia mengetahui dimana tempat itu berada.

“Tapi kalau hujan, kita pulang ya?”

Senju mengangguk.

Lagu Hindia terus berputar menemani kedua anak adam dan hawa dalam heningnya malam.

Tidak ada percakapan yang keluar dari pihak keduanya. Baik Rindou dan Senju sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tapi Senju lebih sibuk dengan pikirannya.

“Masih sering konsuk ke psikolog?” tanya Rindou memecah keheningan.

Senju memandang Rindou. “Lo tau darimana gue ke psikolog?”

“Kalau lo lupa, gue orang pertama yang tau bekas lo di kedua tangan lo itu. Dan kalau lo lupa juga, gue orang yang paling sering tau dimana dan gimana raut wajah lo kalau lo lagi sedih.”

Senju menunduk. Ia lupa bagaimana Rindou selalu ada di sampingnya dalam kondisi apapun.

“Jadi stop bilang kalau ini salah lo, Nju. Gue siap jadi senderan lo kapanpun lo butuh seseorang.”

Rindou menghentikan laju mobilnya. Meminggirkan sedikit mobilnya dan berbicara.

“Senju. Akashi Senju. Sanzu Senju. Apapun nama depan lo, gue ga peduli. Gue cuman peduli akan lo, kesehatan lo, entah kesehatan fisik atau mental lo. Gue peduli, Nju. Lo tau abang kan? Abang gue yang paling cuek sedikit pun sama gue, dia tetep peduli. Gue bukannya mau bandingin keluarga gue dengan keluarga lo. Tapi lo pernah ga terbuka sedikit sama keluarga lo? Atau ngga pernah ga lo cerita barang 3 menit sama abang-abang lo? Senju. Kalau memang orang tua lo ga bisa memengerti lo, ada gue. Gue bisa memengerti lo sesuai apa yang semesta lo buat.”

Senju menarik nafasnya. Membiarkan dirinya tetap tenang di hadapan Rindou.

“Cerita aja. Gapapa kalau mau nangis. Pindah ke jok belakang ya? Biar ceritanya enak.”

Senju mengangguk.

“Sekarang ceritain apa yang lo rasain. Biar gue paham.”

Senju menarik nafasnya. Mempersiapkan dirinya untuk bercerita tentang apa yang ia rasakan akhir-akhir ini kepada Rindou.

“Kemarin sekolah gue membagian rapot. Gue ga ada di peringkat 3, tapi gue ada diperingkat 5. Mama marah banget sama gue, papa juga. Bang Omi sama Bang Haru cuman diem, mereka ga masang muka marah atau kecewa sama gue. Lebih ke kaya orang ga peduli.

“Gue udah jelasin semuanya ke Mama maupun Papa. Bahkan abang-abang pun denger. Mama mungkin ga peduli sama prestasi lain yang ada di diri gue. Semuanya cuman berpusat sama pelajaran sekolah. Apa taekondow ada di pelajaran wajib sekolah? Engga kan? Padahal prestasi gue disana, Rin.

“Gue udah jadi perwakilan provinsi buat tanding. Tapi ada satu tanding yang bikin gue ga bisa lanjut buat perwakilan negara. Surat itu, harus disetujui oleh orang tua. Ya mana mau lah orang tua gue buat tanda tangan.”

Dengan suara bergetar Senju menceritakan apa yang menganggu pikirannya akhir-akhir ini. Ia sudah menceritakan semuanya. Rindou tau.

“Ga coba cutting lagi kan?” tanya Rindou.

Senju tersentak. Ia menyembunyikan tangan kirinya.

Rindou yang melihatnya hanya bisa tersenyum. Memeluk perempuan di depannya.

“Lain kali, rasa sakitnya dituangin ke latihan taekondow aja ya? Biar gue bantu lo jadi pusat semesta.”

Rin mengambil tangan kiri Senju yang masih disembunyikan olehnya.

“Ini. Luka ini. Sampe sini aja ya?” ia menyetuh luka-luka kering yang ditimpa dengan luka baru, kemudian dicium seluruh luka garis yang menghiasi tangan kiri Senju tersebut.

“Sayang tangan cantik kamu kalau di luka-lukain kaya gini. Mending buat gandengan sama aku, mau?”

“Btw kita emang lagi gandengan kan?”

Rindou mengecup pipi Senju sekilas.

“Stop cium-cium gue. Kita cuman best friend.”

Rindou mencium lagi pipi Senju tanpa persetujuan.

“Sumpah Rin. Mau gue tendang dari mobil ini kah?”

“Senju. Can I be your boyfriend? No. I mean. Be your universe?”

Senju membulatkan matanya. Kaget.

“Can I?”

“Sopan ga kalau gue bilang engga?”

“Ga lah gila!”

Senju mengecup bibir Rindou lalu tersenyum.

“I'm yours, Haitani Rindou.”

“Thank you!!!”

Rindou memeluk kencang Senju dan membuat si perempuan di depannya ini kehabisan nafas.

“Sakit bego! Gue ga bisa nafas!!!”

Rindou menarik teguk Senju. Membawa bibirnya untuk bertemu dengan pemilik bibir cherry di depannya.

Ciuman yang awalnya hanya pertemuan antara bibir, si pria membawanya lebih dalam. Membiarkan salivanya juga saling bertemu satu sama lain.

Kali ini Senju berpikir. Semestanya sudah berpusat padanya. Semestanya Rindou adalah Senju. Ia bebas melalukan apapun dalam semesta Rindou, karena objek semestanya adalah dirinya.

  • fin.

drakey, drunk, kissing, slight nsfw, toxic relationship

Bagi si pirang Manjiro menghabiskan malam minggu berdua dengan sang kekasih adalah hal yang sangat jarang mereka lalukan. Entah angin darimana, kekasihnya yang bernama Ryuguji Ken atau biasa orang memanggilnya Draken mengajaknya menghabiskan malam itu untuk menyusuri kota besar Tokyo.

Manjiro yang hanya mengenakan kaos tipis dan cardingan berwarna hitam hanya bisa pasrah saat Draken membuka jendela mobil klasik rancangannya sendiri itu lebar-lebar. Membiarkan angin malam masuk dan menusuk kulit putihnya.

Selama diperjalanan tanpa tujuan, mereka berdua hanya diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hubungan yang sudah dilewati selama tiga tahun lamanya tidak membuat mereka begitu sering bercengkrama lagi, setelah beberapa kejadian tidak menyenangkan menimpa mereka berdua— lebih tepatnya Manjiro yang menjadi korban disini.

Menurut orang-orang yang melihat mereka berdua, bahkan teman, dan keluarganya sendiri menilai, hubungan mereka sudah seperti couple goals. Padahal, pada nyatanya semua itu hanya tipu daya. Tipu daya agar orang-orang hanya mengetahui luar dari hubungan tidak sehat mereka berdua.

Bagi Manjiro, menjadi kekasih seorang terpandang seperti Draken adalah hal mustahil, dulunya. Bagaimana tidak? Draken adalah seorang pengusaha di bidang mesin mekanik dan semua orang tahu akan hal itu.

Manjiro yang hanya seorang anak tengah dari tiga bersaudara itu hanya bisa memandang kagum bagaimana Draken dan perusahaannya selalu tampil disetiap iklan yang ia tonton.

Dulu, ia hanya berharap bisa menjadi kekasih dari si pengusaha tersebut. Sampai akhirnya terwujud dan semuanya berjalan seperti sepasang kekasih pada umumnya. Satu hingga dua tahun mereka bersama, semuanya masih seperti biasa. Merayakan anniversary dan berkencan sepanjang malam hingga berakhir dalam ranjang.

Namun, semuanya berubah setelah Draken mengetahui adik dari si pirang— Sano Emma.

Entah apa yang ada dipikiran Draken, ia menjadi jauh lebih dekat dengan Emma daripada kekasihnya sendiri, Manjiro. Manjiro yang awalnya membiarkan hubungan dekat mereka berdua, akhirnya geram dan