al.

Tidak sedikit orang bilang mempercayai seseorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama adalah langkah awal yang buruk dalam sebuah hubungan percintaan.

Menaruh kepercayaan dan tidak menyelidiki lebih dalam seseorang tersebut, akan menjadi boomerang tersendiri bagi siapapun yang mengiyakannya untuk masuk ke dalam hidupnya.

Mungkin tidak sedikit juga hubungan yang berawal dari pandangan pertama menjadikan cintanya utuh dan bertahan lama. Dan semoga hal itu terjadi pada Hanma dan Kazutora.


Mengendarai sepeda motornya dengan laju diatas rata-rata. Tidak lupa juga membawa buah tangan untuk si calon kekasih. Tidak banyak, hanya beberapa makan pinggir jalan yang bisa disantap bersama saat malam hari.

Air sisa dari hujan beberapa jam yang lalu, membuat perjalanan Hanma sedikit harus berhati-hati. Meskipun ia mahir dalam berkendara, tetap saja tidak akan ada yang tau bagaimana rencana Tuhan selanjutnya.

Sedangkan disisi lain, Kazutora tengah sibuk dengan lukisannya. Ia tengah mengambar hal-hal yang mungkin bisa membuat pikirannya sedikit tenang.

Beberapa jam lalu seseorang menelfon Kazutora. Nomor tidak dikenal. Seseorang dalam telfon itu mengaku sebagai ayah dari Kazutora. Ia hanya takut ayahnya akan menemuinya dan membawanya paksa untuk tinggal bersamanya. Itu adalah hal yang paling ia hindari sedari dulu.

Sejak bertemu Hanma, meskipun baru beberapa bulan. Kazutora merasa ada hal berbeda dalam perasaannya. Bukan perasaan senang yang sering ia rasa seperti biasa bersama teman-temannya, ini lebih kepada perasaan berdebar, nyaman, dan tidak ingin ditinggal.

Padahal Kazutora sendiri tidak tau apa yang harus ia lakukan jika ia dekat atau menjalin hubungan dengan Hanma. Ia lupa.

Kilas balik. Semuanya berawal dari Hanma yang melihat sekilas Kazutora saat ia membayar hutangnya di kantin fakultas sebelah.

Perasaan Hanma pada saat itu hanya penasaran. Siapakah pria mungil itu? Dan bisa-bisanya ia memancarkan cahayanya lebih terang dari matahari kala siang hari itu.

Bagi Hanma yang merasa kehidupannya sudah lama meredup karena ibundanya yang sudah lama meninggal, seakan-akan kembali hidup ketika bertemu dengan Kazutora. Meskipun hanya seperkian detik ia melihat Kazutora, bagi Hanma semesta akan kembali berpihak kepadanya, membawa kembali kebahagiaan untuknya.

Tuhan seakan tau, Hanma membutuhkan seseorang untuk menemaninya.

Tuhan seakan tau, Kazutora berhak kembali membawa kebahagiaan untuknya.

Teman-temannya menjadi perantara bagaimana Hanma dan Kazutora bertemu. Bagaimana kedua pria ini berkenalan dan menjadi semakin dekat.

Teman-teman Hanma kala itu sangat senang bahwa Hanma akan kembali menjadi Hanma yang dulu. Hanma yang ceria dan tidak pernah memasang topeng apapun kepada mereka dan tetap berbuka entah saat perasaannya sedang hancur atau bahagia.

Teman-teman Kazutora tidak kalah senang saat mengetahui bahwa temannya ini akan menjadi kekasih dari seorang pria yang tegas dan bertanggung jawab. Meskipun pada fakta yang orang-orang tangkap Hanma adalah seorang yang kurang baik, nakal, dan perilaku buruk lainnya menyelimuti Hanma sangat erat.

Pertemuan kedua dan seterusnya, Hanma bisa meminta untuk semesta mengizinkan. tentang pertemuan yang memang disengaja karena Hanma ingin lebih mengenal siaka Kazutora dan bagaimana Kazutora sebenarnya.

Dari sisi Kazutora sendiri, ia lebih berhati-hati. Ia hanya tidak ingin membuat dirinya sibuk sendiri dengan perasaan menyesal nantinya.


Suara dari mesin motor terdengar dari luar kamar Kazutora. Ia melihat keluar jendela kamarnya. Itu Hanma.

Dengan cepat ia turun dari kamarnya untuk menjemput Hanma. Kazutora menunggu Hanma juga ternyata.

“Halo,” sapa Kazutora pada Hanma. penuh dengan senyuman.

Hanma yang melihat senyum itu hanya bisa membalasnya dengan senyuman juga.

“Tumben di jemput kebawah? Biasanya juga suruh langsung ke kamar.”

“Gapapa pengen aja. Ayo keburu hujan lagi.”

Hanma menyusul langkah kaki si manis dari belakang. tidak lupa juga membawa beberapa plastik berisi makanan ia sudah beli tadi.

“Kamar gue berantakan. Nanti gue beresin sebentar lagi nanggung soalnya lagi gambar.”

Hanma hanya mengangguk paham. “Gue ke dapur ya? Roti bakar lo ada di kantong platik yang warna putih. Ini nasi goreng cumi, suka ga?”

“Cumi?!”

Hanma mengangguk, “Engga suka kah? Kalau engga gue beliin lagi di luar. Ga jauh ko.”

Kazutora menggeleng. “Buruan dibuka aja nasgornya, laper.”

Hanma menyubit pipi Kazutora. Gemas.

Sampai dapur Hanma membuka rak yang bertulis nama Kazutora. Ternyata sekarang rak sudah tidak sepenuhnya berisi mie instan. Apa ia mendengarkan saran dari Hanma beberapa waktu lalu?

“Syukurlah,” batin Hanma.

Kazutora dalam kamarnya membereskan beberapa kertas dan beralatan gambarnya yang berserakan. Tidak lupa juga roti bakar yang sudah Hanma belikan ia makan. Rasa coklat dan rasa kacang adalah favorite Kazutora, sisa rasa yang lainnya tidak ia makan— untuk Hanma.

“Kertasnya ketinggalan satu tuh,” ucap Hanma di depan pintu.

Kazutora mengambil kertas itu dan meletakkan di meja depan TV.

“Suka pedes ga? Soalnya gue belinya pedes dua-duanya.”

Kazutora mengangguk. “Pedesnya berapa memang?”

“Dua sendok doang sih.”

“Kurang...” ucapnya sedikit cemberut.

“Jangan gitu... Lucu...”

Kazutora mengabaikan perkataan Hanma dan bergegas menyantap nasi goreng cumi tersebut.

30 menit mereka berdua tenang dengan makanan yang Hanma beli tadi. Kazutora sudah kenyang dan sedikit mengantuk.

Kini mereka berdua tengah menonton film yang ditayangkan di tv. Ini adalah film yang ternyata mereka berdua sangat suka. Judul dari film yang tengah ditayangkan adalah Titanic.

“Zu. Lo mau ga jadi kaya si Jack?” tanya Hanma tiba-tiba.

“Mau lah. Dia kan cakep. Masa gue ga mau jadi orang cakep?”

“Maksudnya bukan itu...”

“Terus?”

“Mati berdua sama si Rose.”

“Ya itu kan skripnya gitu. Realitanya gitu...”

“Maksudnya ga gitu...”

Kazutora membalikkan badannya. Kini posisi mereka berdua saling berhadapan.

“Apa? Kaya gimana?”

“Yaaa mati bareng gitu... Tapi kan diawal film si Rose bukan siapa-siapanya Jack kan? Nah. Maksud gue lo mau ya jadi pacar gue?”

Kazutora menguap.

“Sopankah memberi jawaban dengan menguap?”

Kazutora tersenyum kecil. “Gue ngantuk.”

“Sini.”

Hanma membawa baru Kazutora untuk bersandar di bahu miliknya.

“Semesta bakalan berpihak sama gue kalau lo mau jadi pacar gue Han.”

Kazutora bingung.

Siapa tadi? Han?

“Han siapa? Ngajak diri sendiri pacaran?”

“Loh nama lo kan Kazutora Hanemiya? Masa ga boleh manggil Hanemiya?”

“Ya boleh sih. Cuman aneh aja.”

Hanma menangkup kedua pipi Kazutora. Gemas. Chubby.

“Tora. Gue panggilnya Tora ya. Ini aneh tapi lo harus percaya. Gue memang ga maksa atas perasaan lo kedepannya buat gue gimana. Tapi gue sayang banget sama lo. Gue pengen lo jadi semesta gue, gue pengen lo buat gue. Gue pengen banget jadi rumah lo pulang dan gue pengen banget lo jadi rumah gue pulang.

“Gue pengen lo, Tora.”

Kazutora mengecup bibir Hanma. Cukup lama. Tidak ada balasan apapun dari Hanma. Mungkin ia kaget.

“Gue juga suka sama lo ka. Gue nyaman sama lo. Gue juga pengen bareng lo terus.

“Gue mau jadi pacar lo. Bahkan lebih pun gapapa.”

Hanma memeluk Kazutora. Mencium seluruh inci wajahnya tanpa henti.

“Makasih. Gue sayang sama lo, Kazutora.”

“Aku sayang kamu juga.”

Pada malam itu. Semesta keduanya saling berpihak. Mengiyakan menjadi bahagian seperti dulu, memberikan semesta pengganti setelah sekian lama ditinggal oleh sang ibunda masing-masing.

Bagi Hanma. Kazutora adalah anugerah yang Tuhan beri untuknya.

Bagi Kazutora. Hanma adalah semesta dan babak baru dalam kehidupannya.

  • fin.

ransuya.

bagi semesta, menertawakan kehidupan seseorang adalah perkara yang sering disalahkan kepadanya.

bagi semesta, seseorang berhak sedih dan bahagia disaat yang bersamaan.

bagi semesta, menemani semua yang sedih dan akan disalahkan kepadanya jika tidak sesuai ekspetasi sudah menjadi hal lumrah Tuhan menciptakannya.

dan,

bagi semesta, sesosok pria indah bernama Mitsuya Takashi berhak mendapatkan hal yang baik semasa panjang nafasnya masih diberikan oleh Tuhan.


secangkir kopi berdua, menemani kemesraan sepasang anak adam yang tengah menonton gemerlap indahnya lampu kota dari titik tertinggi.

berlapis pakaian hangat panjang, semua sudah di rencakan selama dua minggu kebelakang. baik lelaki kelahiran 87 dan yang lebih muda kelahiran 90, mereka berdua melakukan ini karena niat meminta maaf pada semesta.


“pernah ga kak kamu mikir gimana rasanya semesta yang udah cape-cape rangkai hubungan kita seindah ini, tapi dirusak nafsu kamu yang sebenarnya cuman dorongan dari setan atas kegengsian kamu?”

mitsuya sudah lelah. ia memperhatian setiap tingkah laku kekasihnya yang semakin hari semakin tidak karuan. entah itu karena masalah sepele atau kecemburuannya yang terjadi hanya karena ia mengobrol dengan teman-teman yang semasa dulu pernah menaruh hati padanya.

haitani ran. begitulah orang-orang mengenal siapa kekasih dari si pria bersurai ungu.

kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya dari semasa sekolah menengah atas, dulu.

kekasih yang menginginkannya dan memaksa semesta untuk mengabulkannya.

kekasih yang tahu betul bagaimana sulitnya mendapatkan perhatian barang sedikit saja.

kekasih yang benar-benar melindunginya dari bahaya apapun.

haitani ran. tertua dari keluarga haitani. seorang kakak yang memang berlagak seperti seorang kakak. tidak barang sejengkal pun mengizinkan orang luar meminjam miliknya tanpa alasan yang jelas.

bagi mitsuya yang juga seorang kakak dari dua adik perempuannya, ia menganggap ran sebagai seorang ayah. terlalu dewasa dan memaafkan semuanya. terkadang juga egois karena ia ingin dijunjung dan dihormati. jika tidak diingatkan, semuanya akan berantakan.


“sayang, apa menurut mu semesta akan memaafkan kita? terutama aku? aku memaksanya untuk mengabulkan keinginan ku tapi aku tidak barang sedikit pun ingat siapa yang mengizinkan aku mendapatkan semesta ku seperti detik ini.”

mitsuya hanya berdiam. menghangatkan tubuhnya dalam dekapan sang kekasih untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang sebenarnya hanya semesta yang bisa menjawab.

“semesta yang ku rasa buruk, ternyata tidak terlalu buruk saat aku bertemu denganmu. aku menginginkan seseorang yang bisa mengingatkan ku seperti ibu dan tegas seperti ayah. tapi semesta tidak memberikannya dengat cepat. semesta dibayar semesta? apa sebentar lagi aku sudah tidak diizinkan tinggal di semesta? karena pada dasarnya, hanya satu permintaan ku yang terakhir ini saja yang dipersulit.”

ran membenarnya posisi duduknya. mengambil sebatang rokok dan menyudutkannya pada kepala api yang keluar dari gesekan besi dan bensin.

“bagaimana semesta bisa mengabulkan keinginanmu dengan cepat. mengingat Tuhan saja kamu jarang.”

ran menatap mitsuya. jawabannya terlalu jahat. seolah ia yang salah, tapi memang pada bab ini ran lah yang salah.

ia menyemburkan asap dalam mulutnya tepat di depan muka sang kekasih.

“kamu diajarin siapa kaya gini, mitsuya?”

“semesta.”

mitsuya keluar dari dekapan ran. memposisikan dirinya sejajar dengan ran.

“kak. haitani ran. salah satu orang penting dari kalangan atas, pengusaha muda, seorang bonten executive, sulung haitani, pemegang beasiswa selama sekolah, pekerja keras, pemegang saham terbesar 3 perusahaan kota. apa sih ka yang kurang dari kamu? semesta pasti pernah kecewa sama kamu karena kamu ga tau terima kasih setelah semesta susah payah minta perizinan Tuhan buat mengabulkan segala keinginan kamu yang bersifat duniawi itu. berapa miliar orang yang kamu kalahkan, ran? semesta sayang sama kamu sampai pilih kamu jadi orang yang penting atas wishlist kamu yang ga seberapa itu.

“aku pernah diajarin sama alm.bunda, kalau seseorang yang keinginannya terkabul dan semesta melancarkan semuanya, berarti semesta memang sudah sayang dan enggan memberi kesulitan atas keinginan kita yang udah terwujud.

“semesta juga punya banyak permasalahan atas permasalahan. entah penghuninya yang selalu menyalahkan atau memang penghuninya yang enggan untuk menghormatinya.

“ada banyak cerita yang bisa orang lain bagikan ke kamu, kak. orang lain yang bahkan kehidupannya jauh lebih susah daripada kamu. orang lain yang kehidupannya terlalu berkecukupan, dan orang lain yang hidupnya tidak lepas dari Tuhan karena masih kurang.

“terkadang umat itu lucu. mereka akan kembali kepada Tuhan, jika mereka tengah bersedih dan meminta semesta untuk menemaninya. apa semesta menolak? tidak pernah ada kata dimana semesta menolak penghuninya untuk ditemani dalam kesedihan.

“seseorang yang punya semesta dalam semesta seperti kamu, seharusnya berterima kasih pada semesta dan Tuhan yang sudah mengizinkan kamu tetap bertahan dengan semesta mu yang masih bisa diambil untuk menjadi semesta orang lain.

“aku. yang sudah lebih dari 4 tahun bersamamu, bisa saja direbut oleh semesta lain karena orang lain jauh lebih dekat dengan Tuhan. aku tau kamu juga berjuang untuk mendapatkan aku. tapi, apa rencana Tuhan bisa dielak? apa bisa ditolak? apa bisa dibantah? apa bisa ditentang begitu saja oleh kita yang kecil, tidak memiliki apa-apa, selalu bersedih, mengeluh tanpa henti, dan memaksa semesta bahkan untuk membantu membujuk Tuhan dan mengabulkan permohonan kita. malu sebenarnya jika tidak dekat tapi terlalu membutuhkan dan seperti menyuruh.”

ran tersenyum. membuang puntung rokok yang sudah habis setengahnya. membenarkan posisi duduknya dan mengikis jarak antara dirinya dan mistuya, kekasihnya.

mengambil tangan mungilnya. mengecup kedua punggung tangannya dengan lembut, lama. mitsuya hanya bisa menghela nafasnya kasar, merasa bersalah menyudutkan ran atas pembahasannya tadi tentang semesta dan dirinya.

“maaf...”

mitsuya melepas paksa tangannya yang masih terus digenggam ran. ran masih tertunduk, menutupi dirinya dan enggan melihat wajah seorang di depannya.

“kak...

“maaf. jangan nunduk terus, aku takut.”

ran kembali pada posisi duduknya. menaruh kepalanya pada bahu si manis, melipat kakinya dan di tekuk keatas menutup bagian dadanya.

“sayang. mitsuya. aku sayang kamu. jangan pergi. jangan jadi semesta orang lain. aku ga mau. aku ga mau sendirian lagi.”

terasa bergetar badan lelaki disebelahnya.

ia berbicara dan menahan tangisannya agar tidak pecah dan enggan terlihat lemah.

“aku tau. aku memang jauh sama Tuhan. bisa dibilang aku memang bukan anak Tuhan seperti kamu. aku bukan anak Tuhan yang sering pergi ke gereja, berdoa, atau mengikuti aturan Tuhan. aku memang jarang mematuhinya. tapi aku mohon. untuk kamu. aku ga rela kamu pergi, mitsuya. aku ga mau kamu jadi semesta orang lain.”

ran memeluk kakinya. ia menangis.

ternyata mitsuya salah. ran seperti ini karena ia lelah dengan dunianya.

mitsuya salah.

“kak... jangan nangis ya? aku ga pergi ko. aku bakalan terus jadi semesta kakak. aku janji. seandainya semesta tidak memperbolehkan pun, aku bakalan melanggar. meskipun konseuensinya akan jauh parah untuk kehidupan akhir aku, tapi aku salah untuk kali ini. maaf...”

mitsuya memeluk ran yang masih menutup kesedihannya. mitsuya juga ikut merasa bersalah, hatinya bergetar seperti semesta yang akan mengambil semestanya untuk selamanya.

“loh.. kamunya jangan nangis taka.”

kali ini berbalik. mitsuya menangis hebat dan mendekap ran. enggan melepasnya. membuat baju ran basah dan angin dengan gembira masuk menyerang dadanya.

“ma-maaf... aku minta maaf...”

“gapapa sayang. ini kan memang aku yang salah, jangan nangis ayo.”

tiba-tiba hujan turun. seolah menemani mitsuya yang tiba-tiba bersedih dan merasa bersalah.

“sayang, takasih. bahkan semesta menurunkan air hujannya untuk memani mu. jadi, berhenti menangis ya? aku tidak akan meninggalkan mu.”

untuk menutup jumpa semesta perihal meminta maaf. ran mengecup hangat pucuk kepala sang kekasih. masih sama, aroma coklat.

contains m/m pair takemai, slight kakumai, taketora

Mikey sedang menunggu Kakucho di luar kawasan pemakaman. Menunggu kekasihnya yang mengunjungi mantan kekasih kesayannya yang sudah meninggal terlebih dahulu.

Ekor mata Mikey menangkap sosok mungil nan cantik dari kejauhan. Seperti tidak asing, aroma parfumenya saja bisa tercium sampai tempat ia berdiri sekarang.

“Ayo, aku udah selesai.” panggilannya tidak dijawab.

Mikey melangkahkan kakinya menjauh dari Kakucho yang sudah di dekatnya. Mengejar sosok cantik yang tadi ia lihat.

Kakucho hanya tersenyum miris. Mikey tengah mengejar mantan kekasihnya. Mantan kekasih yang ia putus hubungannya karena kesalahpahaman yang fatal.

Kakucho mengetahuinya karena ia berjumpa dengan si cantik yang dimaksud. Mengobrol sebentar dan seperti Mikey tidak melihat aktifitasnya dengan si mantan dari kekasihnya ini.


“MICHI!”

Yang dipanggil menengok. Tersenyum dan menghampiri si pesapa.

“Iya, ka?”

Mikey memeluk lelaki di hadapannya. Takemichi. Lelaki kecil dan mungil yang ia putuskan dengan cara tidak baik.

“After a long time. Kamu apa kabar?”

“Baik. How about you? Habis dari makam ka Iza?”

Yang ditanya mengangguk, “Menemin Kaku.”

“Aku minta maaf ya? Kamu mau maafin aku kan?”

Takemichi mengangguk. “Udah lalu juga, kalau ga di maafin aku juga yang dosa.”

Kakucho menyusul Mikey. Ia tersenyum pada Takemichi.

“Aku pulang dulu ya ka? Kazu udah nunggu.”

“Ooh... Iya silahkan.”

“Terima kasih 3 tahunnya ka. Itu hal terindah yang aku alami selama hidup ku. Have a nice day! Aku tinggal dulu ya. Bye ka. Bye ka Kaku.”

Mikey tersenyum tipis. Menatap sampai bahu si kecilnya menghilang bersama motor yang ditumpanginya.

“Masi sayang Michi?” tanya Kaku.

Mikey hanya diam. “Perasaan ga bisa berubah cepet ya? Maaf ya aku juga harus ngerepotin kamu ke sini.”

Kaku memeluk Mikey. Mengajaknya kembali pulang ke kediaman mereka berdua.

  • fin ©sleepflarf,2021. published with write.as

cw // tw ; cheating, family issue, drugs, kissing, suicidal

Setelah diberi izin si pemilik untuk menginap di kediamannya, Hanma bergegas mempersiapkan pakaiannya. Ia berniat hanya menginap untuk sehari saja, dan akan kembali pulang; entah ke kediamannya atau mencari tempat tinggal lain. Bagi Hanma, kembali berurusan dengan sosok Ayah adalah hal rumit dan memancing emosi.

Tiga kaos polos, dua hoodie, satu jaket jeans, dan pakaian dalam sudah ia masukkan ke dalam tas ransel yang akan dia bawa. Jika dipikirkan, ini memang hal bodoh, tapi bagi Hanma mempersiapkan apa yang menjadi kebutuhannya sangat penting agar tidak menyusahkan orang lain.

Ia tersenyum. Kembali mengingat kejadian pulang dari kemakaman beberapa hari lalu.

Bertukar cerita dengan orang baru yang merangkap menjadi calon kekasih adalah hal baru bagi Hanma. Ya. Hanma bukan sembarang orang yang akan menaruh hatinya kepada orang lain.

Terakhir ia merasakan jatuh cinta saat ia duduk di sekolah menengah akhir. Saat itu Hanma adalah sesosok pria yang sangat diincar oleh banyak orang. Entah untuk mengajaknya berpacaran atau sekedar mengajaknya untuk bertengkar, itu semua Hanma rasakan semasa-masa sekolah dulu.

Tapi berbeda saat ia pertama kali bertemu dengan Kazutora.

Kazutora dan Hanma sangat dikenal oleh warga kampus. Tapi mereka berdua tidak saling mengenal, atau lebih tepatnya tidak ingin tau satu sama lain.

Sampai akhirnya Hanma melihat sekilas betapa cantik dan mungilnya Kazutora saat ia membeli minuman di kantin fisip beberapa bulan lalu.

Entah perasaan apa yang menyerang Hanma, tapi pada saat itu hatinya berdegup cukup kencang. Dulu, Hanma tidak tau siapa pria kecil yang ia lihat beberapa waktu lalu. Dengan keberaniannya ia menanyakan hal itu kepada Mikey yang ternyata adalah teman dekat dari si pria yang di maksud.

Mencoba meminta kontak si cantik dengan cara instan dari teman dekatnya, ternyata tidak diizinkan oleh si pemilik. Mikey memberi saran kepada Hanma untuk memintanya sendiri atau mencoba mengikuti sosial medianya.

Mengikuti saran Mikey, Hanma mengikuti seluruh media sosial si cantiknya. Mulai dari twitter, dan instagram. Mencoba mengirimkan pesan di twitter, ia pikir tidak akan di jawab atau malah akan menganggu kehidupannya.

Seperti sudah tau akan terjadi, Kazu ternyata membalas pesan Hanma. Mengikutinya kembali di twitter dan membalas pesannya.

Kazu sendiri berpikir sebelumnya, apakah Hanma ini orang baik? Apakah Hanma ini orang yang tidak bermasalah? Tapi karena Kazu juga penasaran, akhirnya ia terus membalas pesan dari Hanma dan berakhir ia memberikan nomornya sendiri kepada Hanma.

Waktu berlalu. Sudah satu bulan berjalan dan sudah satu bulan juga Hanma sering bertukar kabar kepada Kazu.

Hanma membenarikan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada Kazu. Pada waktu yang tidak tepat Hanma mengungkapkan perasaannya. Hanma tidak memaksa Kazu untuk segera memberikan jawaban atas pertanyaannya. Ia hanya ingin mengeluarkan sedikit beban perasannya yang ia bawa selama ini.

Seperti mendapatkan lampu hijau. Hanma akhirnya tersenyum. Ia masih belum tau juga bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Kazu, tapi ia hanya merasa bahwa Kazu sudah mengizinkan untu mengenalnya lebih jauh.


Dua bungkus nasi goreng dari pertigaan jalan menuju kost-an Kazu, satu martabak manis, satu martabak asin, dan dua minuman manis Hanma belikan untuk makan malamnya bersama si manis.

Kazu memang tidak meminta, ia hanya berinisiatif membeli untuknya dan juga Kazu.

Sebelum itu, teman-teman Hanma mengirimkan pesan di grup. Mereka bilang mereka rindu sosok Hanma yang sering berisik, ceria, dan sering merecok kegiatan mereka.

Sejujurnya Hanma juga merindukan mereka. Hanya saja ia merasa bersalah atas hal yang ia lakukan kepada mereka beberapa waktu lalu. Ia berjanji pada dirinya untuk tidak menggangu mereka lagi. Ia tetap Hanma. Tapi Hanma yang dulu sepertinya tidak akan ia tampakkan untuk beberapa lama.

“Tok... Tok... Tok...”

Hanma mengetuk pintu kamar Kazu. Ia yakin si manis tengah sibuk dengan layar laptopnya. Mengerjakan tugas yang sama sekali tidak bisa ia bantu. Mereka sangat berbeda jurusan di kampus. Jadi, Hanma tidak bisa membantu apa-apa mengenai tugas perkuliahan seorang Kazutora Hanemiya.

“Untung gue belum tidur.” sambut si mungil dan mempersilahkan Hanma untuk masuk.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Hanma hanya tersenyum tipis dan ragu menginap karena sudah mengganggu waktu istirahat calon kekasihnya ini.

“Ayo! Jangan melamun di depan pintu sini masuk aja lo ga ganggu ko, gue lagi nugas nih tuh liat.” ajaknya dan memperlihatkan kepada Hanma kertas yang berserakan.

“Maaf ganggu nugas lo.”

Hanma masuk ke dalam kost-an Kazu. Membuka kantung kresek yang ia bawa tadi.

“Udah makan belum? Gue tebak sih belum.”

Kazu hanya tertawa.

Manis. Batin Hanma.

“Gue ke dapur ya bawain piring. Lo disini aja sambil kerjain gambarnya.”

Kazu mengangguk dan kembali fokus pada kertas di hadapannya.

Saat di dapur, Hanma sengaja langsung mencari piring dan gelas dalam rak kayu bertuliskan nama si manis.

Ia hanya bisa tersenyum miris saat melihat banyak sekali bungkusan mie instan dalam rak tersebut. Sudah pasti si manisnya ini hanya memakan-makanan tidak sehat setiap harinya.

“Lain kali kalau ga ada bahan buat masakan bisa chat gue ya. Kita belanja barengan. Mau?” tiba-tiba tanyanya saat kembali masuk ke dalam kamar Kazu.

“Apaan?”

“Iya. Tadi gue cari piring sama gelasnya di rak kayu yang ada nama lo. Terus gue liat isinya cuman mie instan. Ga baik buat tubuh lo kalau keseringan makan mie. Mana mie pedes lagi.”

“Iya.”

“Yaudah ini makan dulu. Keburu dingin ga enak.”

Kazutora membereskan kertas-kertas yang berserakan di lantai. Memberi ruang untuk menyimpan makanan yang dibawa oleh si pria jangkung di hadapannya ini.

“Bawa makanan banyak-banyak buat apa sih Ka? Mau bagiin ke anak kost juga? Tapi gue kenal Baji doang disini. Ada Cipuy juga sih nginep kamar Baji, mau di ajak makan sini?”

“Buat lo Zu, bukan buat Baji atau Chifuyu atau teman-teman lainnya yang ada di kost-an lo ini.”

“Makasih.” ucapnya disusul dengan senyuman terbaik yang ia punya.

“Lain kali senyumnya jangan dipendem terus.”

Yang diajak bicara hanya mengangkat alis sebagai jawaban. Bingung.

“Iya. Lo kalau senyum gitu cantik. Jangan cemberut terus, galak.”

“Gue keliatan banget jarang senyum kah?”

“Ga tau. Gue kan jarang ketemu lo.”

“First impression lo ke gue apa ka?”

“Cantik.”

“Uhukk... Uhukk... “

Hanma langsung memberikan gelas berisi air putih kepada Kazu. “Ga usah kaget gitu. Seluruh fakultas tau kali lo cantik.”

Yang dipuji hanya tersenyum kecil.

“Habisin dulu makannya. Kalau udah selesai mending tidur besok lagi nugasnya kalau deadlinennya masih lama.”

Kazu mengangguk paham.


Suara berisik air hujan menemani malam menjelang fajar seorang Kazutora dan Hanma. Mereka bertukar cerita soal kehidupan masing-masing.

Ya. Mereka saling terbuka untuk saat ini.

“Pernah suka sama orang, Ka?” tanya Kazu pada Hanma yang sibuk dengan rokok ditangan kanannya.

“Pernah.”

“Kapan?”

“Sekarang.”

“Pertanyaan gue maksudnya bukan gitu.”

“Iya paham. Gue bercanda,” Hanma mematikkan rokoknya yang baru habis setengah. Membenarkan posisi duduknya lebih nyaman.

“Dulu. Waktu SMA gue pernah suka sama seseorang. Cowo sih. Dia temen gue, dia nolongin gue waktu mau coba loncat dari lantai apart.

Kazutora hanya memasang ekspresi kaget saat ia mendengar cerita seornag Hanma yang pernah mencoba untuk bunuh diri. Seperti dirinya.

“Alasan gue suka dia banyak sih. Mulai dari dia yang baik sama gue, nemenin gue, selalu ada waktu gue kalut sama masa lalu, waktu gue berantem sama bokap, waktu gue pusing harus jadi Hanma yang tegar, banyak deh.

“Tapi alasan terbaik gue buat jatuh cinta sama dia itu, dia bisa nerima gue atas apa yang sering gue lakukan. Ya misalnya kaya percobaan bunuh diri itu.”

“Terus lo masih berhubungan sampai sekarang?”

Hanma menggeleng dengan cepat. “Sejak dia ngilang ga ada kabar. Gue bener-bener ga tau lagi harus lari ke siapa? Dulu gue belum kenal Koko, Sanzu, Rin, atau bahkan Inui. Gue cuman deket sama Mitsuya sama si mantan gue ini. Dan lo mau tau ga puncak dari segala komedi yang semesta buat dikehidupan gue?”

“Apa?”

“Gue sama dia jadi saudara.

“Gue ga bisa bilang gue bakalan nerima dia dengan cepat. Toh, gue sama bokap gue aja ga akur semenjak bunda meninggal. Kayaknya gue emang ga pernah akur sama dia sih. Terus setelah dia pergi ninggalin gue gitu aja, ternyata semuanya keungkap. Dia kerja, cari uang. Padahal hidup dia udah enak, ga ada salahnya memang buat cari uang tabungan sendiri. Tapi dia ga pernah kabar-kabar sama gue, ya dengan berat hati gue samperin lah dia ke rumahnya. Ternyata selain dia kerja, dia juga udah naruh hatinya ke orang lain. Ya gue ga bisa apa-apa. Jujur, gue waktu itu lagi kalut banget makanya gue nekat sampai ke rumahnya – “

Kazu memeluknya. Hanma menangis. Mengingat kejadian pedih kehidupannya. Ia seharusnya tidak menanyakan hal ini. Ini terlalu bodoh ditanyakan.

“Cukup gapapa. Ga usah di lanjutin ceritanya. Hari ini lo ada kelas?”

Hanma menggeleng.

“Gue juga ga ada. Sekarang mending lo tidur, udah mau jam 4 pagi. Kalau mau siang nanti kita healing. Kalau lo mau sih.”

Hanma mengangguk. “Jangan kaya anak kecil gini dong. Jawabnya pake kata-kata gitu.”

“Lo kan dekep gue daritadi. Gimana gue bisa jawab lancar.”

Kazu melepas pelukan mereka. Baik. Ini keterlaluan.

“Maaf gue ga sengaja. Hehe... “

Hanma tersenyum. “Gue boleh cium lo ga sih?”

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi kanan Hanma. Ini memang brengsek dan ia akui itu.

“Bercanda cantik.”

“Lo tidur disamping gue bukan berarti lo bisa ngapa-ngapain ya anjir. Awas lo!”

Kazu pergi meninggalkan Hanma. Hanma menyusul. Tidak lupa juga mengunci pintu rooftop.

“Tora.”

Yang dipanggil hanya berdehem.

“Gue mau cerita lagi, boleh ga?”

“Besok. Sekarang tidur dulu.”

“Lo ngadep gue dulu bentar.”

Yang diminta memutar bola matanya malas. Berbalik dan memandang pria jangkung dihadapannya dengan tatapan sayu— mengantuk.

Dikesampingkan rambut si cantik. Dikaitkan pada telinga kanan yang terpasang anting panjang.

“Cantik banget.”

Dan sepersekian sekon kemudian. Bibir merah gelap pekat milik Hanma meraup bibir cherry si manis dihadapannya. Tidak ini hanya ciuman diantara bibir milik mereka. Tidak ada pertukaran saliva.

“Maaf ya. Kayaknya ini first kiss lo? Kaget ya? Brengsek ya gue?”

Kazutora hanya diam. Menatap dalam mata pria dihadapannya. Menangkup kedua pipi dan tersenyum.

“Seadainya lo beneran suka sama gue. Gue bisa buka hati gue buat lo. Lo bisa jadi pacar gue. Tapi dengan satu syarat.”

“Apa?”

“Ingetin gue. Minum obat itu ga baik buat diri gue. Ingetin gue untuk tidak kembali menghubungi siapapun lagi yang berhubungan sama obat. Boleh?”

Hanma mengangguk kencang. Memeluk dan mengusap lembut rambut Kazu.

Bibir cherry si manis mencium bibir merah gelap pekat si jangkung. Dan segera membalikkan badannya dan tertidur.

Malu.

“Lucu kamu Tora. Kaya kucing.”

Sudah mendapatkan perizinin dari Ran untuk membawa Mitsuya bersamanaya. Hanma sudah sampai di depan rumah si pria bersurai ungu tersebut.

“Janji lo ga berantem.” pinta Mitsuya sebelum masuk ke dalam mobil milik Hanma.

“Ga bisa. Kayaknya kali ini suasanya malah panas banget.”

“Janji dulu. Jangan paksa diri lo.”

“Iya deh. Dasar gemini!”

Hanma menyalakan mobilnya menancapkan pedal gas dan bergegas menuju tempat yang sudah dijanjikan.


Sesampainya disana, Hanma di sambut oleh Mucho; pemilik cafe sekaligus teman semasa SMA nya dulu.

“Ketemu dia?” tanyanya.

Hanma mengangguk.

“Udah di tunggu di ruang nomor 11 sama bokap lo juga. Tapi ada cewe gue gatau itu siapa.”

“TMI tapi thanks bang. Gue ke sana dulu.”

Hanma dan Mitsuya mendatangi ruangan yang dimaksud.

Knock. Knock.

Hanma membuka pintu dan langsung di suguhi oleh pemandangan dua orang yang sangat ia benci.

Satu lagi, ada seorang wanita seumuran ayahnya yang jelas ia tidak ingin tau siapa perempuan itu.

“Papa mau kenalin kamu sama dia,” ucap seseorang yang menyebut dirinya adalah Papa.

Hanma melirik tajam kearah perempuan itu dan tersenyum tipis.

“Lo mau bahas apa? Gue sibuk.” tanya Hanma pada seorang berkacamata di depannya.

“Bawa Mitsuya ngapain?”

“Gue ga butuh pertanyaan itu. Gue tanya lo ngapain ngajak gue kesini?”

“Bokap lo sama Nyokap gue mau nikah.

“Lo sebagai anaknya harus tau dan dateng ke acara nikahan mereka dua hari mendatang.”

“Penting kah?”

“Penting.”

Hanma berdiri ingin meninggalkan tempat itu segera.

“Papa belum suruh kamu keluar. Mana sopan santun kamu?!”

Hanma ditarik oleh Mitsuya untuk menuruti perintah dari Papanya.

“Kamu harus akur sama dia.

Katanya sambil menunjuk seseorang yang tadi berbicara dengan Hanma.

“Kalau kamu ga akur. Terpaksa Papa bawa kamu juga ke Milan buat jalanin bisnis Papa.”

Hanma tertawa pahit. “Ga usah cape-cape kasih perusahaan Papa buat Hanma. Lagian Hanma juga ga punya Papa sih cuman punya Bunda doang.”

Satu tamparan berhasil mendarat tepat di pipi kanan Hanma.

See? Bahkan yang ngakunya orang tua ini malah nampar anaknya sendiri.”

“Hanma. Gue minta sama lo, tolong terima gue jadi keluarga lo juga.”

“Apa lo minta? Keluarga? Gue ga pernah punya keluarga ya.

“Dan asal lo tau, kemana lo dulu selama ini? Lo nolongin gue cuman sementara. Sisanya Suya yang nemenin gue sampe sekarang. Gue ga ngerti jalan pikiran lo gimana. Lo cuman mentingin uang-uang dan uang. Sedangkan gue yang dulu butuh orang di sekeliling gue malah ditinggalin secara kasar. Dikira enak hah?”

Hanma bergegas dan pergi meninggalkan ruangan itu. Disusul juga oleh Mitsuya dibelakangnya.


“HANMA!”

Tiba-tiba ada sosok yang lebih pendek darinya memeluk dari arah belakang. “Gue tau lo benci sama gue bahkan bokap lo. Tapi tolong maafin gue, gue ga ada maksud apapun buat ninggalin lo dulu Ma. Gue masih sayang sama lo.”

Hanma melepas paksa pelukan itu dan pergi meninggalkannya sendirian disana.

“Sorry ya Suy. Lo malah nontonin orang tubir.”

“Santai. Gue tau lo dan seluk beluk lo. Mending kita mampir kedainya bang Omi. Kali aja masih buka.”

Hanma mengangguk dan akhirnya mereka pergi meninggalkan tempat tersebut.


ps ; ini kayaknya bakalan di rubah gitu narasinya. karena mau uts jadi di spesial-in duluan.

cw // tw ; family issue, violence

Kazutora Hanemiya. Begitulah nama panjang dari seorang pria mungil sekaligus cantik yang sering diperebutkan oleh para kakak seniornya.

Bermula saat ia sekolah menengah pertama, menengah akhir, bahkan sampai saat ia kuliah pun masih ada yang mengincar dirinya. Mereka tertarik, katanya.

Tapi sayangnya Kazutora bukanlah orang yang mudah bergaul. Banyak orang yang mengenalinya, tapi belum tentu atau bahkan ia tidak mengetahuinya sama sekali.

Ditinggalkan sejak usia 12 tahun oleh sosok ibunda yang ia cintai. Kazu mencoba membangun dirinya sendiri tanpa bantuan sosok orang tua yang sempurna.

Ayah dan ibunya sudah bercerai sejak ia berusia 6 tahun. Tidak berselang lama enam tahun kemudian ibundanya meninggal karena penyakit lama yang tidak tertolong.

Sejak saat itu, Kazu dibawa oleh ayahnya dan tinggal bersamanya.

Kazu kecil tidak terlalu mendapat perlakuan baik dari ayahnya. Ia sering mendapati ayahnya yang pulang dengan keadaan mabuk, membawa wanita lain, atau sering juga Kazu menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya.

Kazu menyadari hal itu salahnya sejak ia berumur dua belas tahun. Kazu memutuskan untuk kabur dari rumah dan izin menginap dirumah temannya untuk sementara.

Chifuyu Matsuno. Ia sudah mengenali Kazu sejak masih kecil. Keluarga Chifuyu juga mengenal baik keluarga Kazu. Namun, sejak keluarga Chifuyu pindah, mereka berdua sudah jarang untuk bermain selain di sekolah.

Bermodalkan tekat dan beberapa uang hasil tabungannya, ia berhasil sampai di rumah Chifuyu. Chifuyu kecil sudah tidur saat Kazu sampai di rumahnya.

Pukul 10 malam hanya ayah dan ibundanya Chifuyu yang masih terjaga. Mendengar ada seseorang yang mengetuk pagar dengan cukup keras secara terus-menerus Ayah Chifuyu akhirnya keluar dari dalam rumahnya.

Pada saat itu keadaan kota sedang musim hujan. Ayah Chifuyu hanya takut itu orang jahat.

“Kamu ngapain malem-malem kesini Kazu? Ayah kamu mana?!”

Itu adalah kalimat pertama saat ayah Chifuyu melihat Kazu dengan keadaan yang sudah basah kuyup.

Kazu kecil menunggu selama kurang lebih setengah jam dari luar pagar.

Ayah Chifuyu mempersilahkan Kazu untuk masuk dan memberikannya tempat tinggal.

Keesokkan paginya ayah, ibu, dan Chifuyu diceritakan olehnya tentang dirinya yang nekat pada hari itu untuk pergi sendirian.

Ayah Chifuyu benar-benar mengutuk ayah Kazu yang sudah berlaku seenaknya pada anak kandungnya sendiri.

Kazu dipersilahkan untuk tinggal sampai ia mendapatkan pekerjaan dan bersedia untuk pindah. Mereka tidak mengusirnya, Kazu kecil yang meminta sendiri akan hal tersebut.

Sejak sekolah dasar, sampai sekolah menengah akhir. Kazu dan Chifuyu benar-benar tidak terpisahkan. Chifuyu sangat menyayangi Kazu, begitupula sebaliknya.

Tapi ada saat dimana Kazu akhirnya memantapkan dirinya untuk pindah dan meminta maaf kepada keluarga Matsuno karena sudah disusahkan olehnya sejak kecil. Ia berjanji akan membayar ganti rugi biaya kehidupannya.


Kazu kini berdiri didepan cermin miliknya. Bersiap untuk pergi menuju makam ibunya yang sudah lama tidak ia kunjungi. Ia juga berencana untuk bercerita dengan ibundanya tentang kehidupannya yang sekarang.

Selesai membalas pesan dari teman-temannya. Ia bergegas menuju halte bus untuk pergi.

Jeans biru dan hoodie berwarna abu-abu adalah pakaian ternyaman yang sering ia gunakan kemana pun.

Selama diperjalanan ia hanya menikmatinya dan ia juga tidak ingin membawa beban baru dengan pikiran negatif yang selalu ada dibenaknya.

Sekitar tiga puluh menit akhirnya Kazu sampai di kawasan komplek pemakaman. Dengan langkah pasti ia tersenyum miris dan berjalan menuju makam ibundanya.

Tiba-tiba ponselnya bergetar, ada notifikasi masuk dari seseorangg.

Ka Hanma. Kazu segera membalasnya dan ternyata ia juga sedang mendatangi seseorang disini. Ia juga menawarkan diri untuk menemaninya, tapi Kazu menolak dan kembali berjalan mencari makam ibundanya.

Satu jam ia bercerita di depan makam ibundanya. Membiarkan angin mengibas rambutnya dan menemaninya bercerita.

Tiba-tiba beberapa tetesan air yang awalnya bersahabat kini berjatuhan dengan ramai.

Kazu langsung berlari dan mencari tempat teduh. Tidak ingin membiarkan dirinya basah dan sakit.

“Kazu? Mau pulang?” tanya seseorang dari arah belakang.

“Loh. Ka? Kenapa belum pulang?”

“Mending lo bawa dulu ini payungnya. Kita ke mobil. Lo basah nanti kalau kelamaan di situ.”

Kazu mengangguk, menerima payung yang digengam Hanma dan mengikutinya dari belakang menuju arah mobil milik Hanma yang terparkir tidak jauh.

“Lo ko belum pulang sih ka? Padahal udah kelewat lama banget sejak lo imess gue.” tanya Kazu penasaran.

“Iya. Gue sengaja sih sebenarnya,” jawabnya disusul dengan tawa canggung.

Kazu hanya mengangguk. Menghela nafasnya panjang dan melihat keadaan dirinya yang cukup basah.

Hanma yang melihat itu langsung mengambil hoodie miliknya yang ada di jok belakang.

“Pake nih. Nanti lo masuk angin ga bisa ngampus besok.” tawarnya dan memberikan hoodie miliknya.

Kazu menggeleng, “Ga usah ka gapapa. Ini ga banyak basahnya.”

“Kayaknya bagian yang lo liatin emang ga basah. Tapi sisi lain pasti basah kuyup kan? Udah gapapa pake aja. Baru di cuci ko, ga bakalan bau rokok atau apapun.”

Akhirnya Kazu menerimanya dan pindah ke jok belakang untuk mengganti pakaiannya.

Ia malu jika harus berganti pakaian di depan Hanma. Lagian mereka baru saja kenal beberapa waktu lalu.

Disisi lain, Hanma sibuk dengan pikirannya. Ia terus membalas pesan yang tiada hentinya.

Tidak sengaja Hanma menoleh ke arah kaca spion mobilnya. Terlihat banyak luka jahitan di tubuh si mungil.

Enggan bertanya. Hanma kembali terfokus pada ponselnya.

“Gue pinjem ya Ka. Besok gue balikin di kampus.”

Hanma mengangguk, “Pulangnya sebentar dulu ya. Hujan gini anginnya besar. Gue takut.”

Kazu mengerti.

Selama di dalam mobil mereka hanya diam. Tidak ada satu pun percakapan berat yang mereka bahas. Hanya seputar perkuliahan saja.

“Tora. Gue mau cerita sama lo, boleh?” tanya Hanma memecah keheningan yang sudah diciptakan selama satu jam.

Ya. Hujan dan anginnya masih bersama. Sayangnya semakin besar.

Kazu mengangguk, “Silahkan. Tapi lo percaya gue bisa keep cerita lo?”

“Gue percaya. Makanya gue mau cerita sama lo.”

Hanma bercerita seputar kehidupannya. Kehidupan yang tidak sama sekali Kazu tau. Kehidupan yang ternyata tidak jauh berbeda dengan dirinya.

Kazu mendengarkan Hanma bercerita dengan saksama. Membiarkan sedikitnya beban dalam pikirannya hilang.

“Maaf ya gue malah cerita panjang lebar ga jelas kaya gini,” ucapnya selesai bercerita tentang dirinya.

“Gapapa ka. Lagian wajar orang yang dulunya kelam butuh orang banyak buat cerita. Setidaknya mereka tau awal mula atau keadaan di balik tindakan yang bakalan kita lakuin secara tiba-tiba.” jelas Kazu.

“Tapi lo pernah ga sih Zu butuh seseorang yang bisa backup kehidupan kesendirian lo dibanyaknya teman-teman yang selalu ada di samping lo?”

“Sering.”

Kazu akan mengambil alih percakapan.

“Dulu. Gue pernah sih pacaran sama seseorang. Namanya Baji. Kayaknya lo juga tau dia deh, soalnya dia ya lumayan famous di kampus. Tapi ga berlangsung lama juga gue pacaran sama dia. Soalnya ya he said he loves my best friend jadi ya udah dengan baik-baik kita putus dan masih berteman sampai sekarang. Gue, Baji, Mikey, dan Chifuyu pacarnya Baji sekarang malah sahabatan. Sebenarnya kita udah sahabatan dari SMP sih jadi ya udah saling mengerti satu sama lain.

“Tapi lo bener ka. Ga selamanya cerita sama sahabat sendiri tuh leluasa. Kadang kita bakalan mikir yang engga-engga tentang mereka. Padahal hal itu juga sedikit kemungkinan kan?”

Hanma mengangguk. “Semisal. Orang di dekat lo ini suka atau malahan jatuh cinta sama lo, gimana?”

“Sebisa mungkin dia ngertiin gue aja sih,” jawabnya disusul dengan tawa yang terdengar miris.

“Gue jatuh cinta sama lo. Boleh gue pendekatan sama lo?”

Kazu kaget. Tidak langsung merespon. Bingung.

“Gapapa. Gue hanya menawarkan diri gue aja sih. Sisanya gimana lo.

“Mau pulang sekarang?” tawar Hanma.

Kazu mengangguk.

Mereka akhirnya pulang karena cuaca yang juga sudah sedikit tenang.

Jujur, selama perjalanan pulang baik Hanma maupun Kazutora sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Hanma yang memikirkan apa yang barusan ia katakan itu terlalu frontal dan tidak sopan. Sedangkan Kazutora yang memikirkan apa iya dia harus membuka hati lagi untuk seseorang.

cw! // tw! family issue, harsh words.

Bukit yang dimaksud oleh Hanma saat ia menjawab pesan dari teman-temannya adalah bukit yang selalu ia datangi di hari Sabtu pagi bersama mendiang ibundanya.

Bukit itu menjadi saksi bisu suka maupun duka seorang Hanma Shuji. Seorang pria yang kini berhasil bertahan tanpa bimbingan seorang ibu.

Dulu, ibundanya pernah bilang. Hanma adalah seorang lelaki yang kuat, berani, dan pantang menyerah. Bahkan Hanma kecil berani menentang ayahnya dan menjadi tameng ibundanya saat mereka berdua tengah bertengar hebat.

Hanma kecil sudah tau apa rasanya sakit yang sulit diobati. Tidak semua orang tau. Hanma yang terlihat nakal namun pintar itu, sering melihat hal-hal yang seharusnya tidak ia lihat bahkan rasakan.

Saat Hanma SMA kedua orang tuanya resmi bercerai. Sudah jelas Hanma akan ikut bersama ibundanya. Namun semuanya tidak bertahan lama. Ibundanya ternyata memiliki penyakit turunan yang biaya operasinya sangat mahal.

Hanma dulu sangat bingung. Tapi ia tidak menyerah. Ia bekerja. Mencari pekerjaan apapun yang halal dan bisa membantu biaya operasi ibundanya.

Tapi sayangnya Tuhan jauh lebih sayang pada ibundanya. Ia pergi meninggalkan Hanma beberapa hari setelah masuk rumah sakit karena tidak tertolong dengan cepat.

Mendiang ibunda Hanma meninggalkan sebuah kotak yang saat Hanma buka ternyata berisi uang. Itu adalah tabungan ibundanya untuk Hanma kuliah.

Ada sepucuk surat yang tertinggal disana.

“Hanma. Maaf ya kalau tulisan bunda jelek soalnya bunda udah jarang nulis lagi. Bunda cuman mau titip pesan sama Hanma. Kalau bunda nanti pergi ninggalin Hanma sendiri, bunda minta tolong pergunakan uang ini dengan baik ya? Waktu Hanma buka ini mungkin Hanma baru saja masuk semester dua di kelas sepuluh. Maaf ya bunda ga bisa nemenin kamu foto dengan gelar sarjana nanti. Oh ya, bunda ga maksa lagi deh kalau kamu ga mau masuk jurusan bisnis atau manajemen itu gapapa tergantung kamu mau kemana asal tanggung jawab ya? Anak bunda paling ganteng. Kamu jangan nakal loh ya. Semoga Hanma bisa dapet seseorang yang sayang sama Hanma. Inget! Jangan nyakitin hatinya ya? Uang ini boleh Hanma pakai buat kegiatan harian. Tapi jangan boros-boros ya? Ayah kamu pasti lupa sama kamu, maafin bunda ya? Bunda sayang Hanma.”

Dengan uang yang ditabung oleh ibunda Hanma. Ia berhasil mengumpulkan lebih banyak lagi untuk biaya kuliah.

Hanma SMA benar-benar seorang yang pantang menyerah. Bahkan ia berhasil mempertahankan beasiswanya sampai lulus, dan mengikut kejuaran-kejuaran ilmu pengetahuan di sekolahnya.

Hanma. Sejak dulu memang tidak berubah. Ia hanya ingin membanggakan ibundanya di surga.


Koko, Sanzu, Rin, dan Inui sudah sampai di bukit yang dimaksud oleh Hanma. Mereka benar-benar membawa barang-barang kemah.

Mulai dari tenda, alat masak portable, makanan ringan, dan lain-lain. Sebenarnya Rin bukan tipikal orang yang akan pergi seperti ini dan ingin direpotkan dengan hal-hal yang menurutnya tidakk penting, tapi ini semua menyangkut Hanma. Teman semasa SMA-nya.

“Menurut lo. Hanma dimana?” tanya Sanzu yang sudah kehabisan nafas karena menaiki bukit yang ternyata cukup menanjak.

Semuanya kini tengah beristirahat. Meminum dan memakan bekal yang mereka bawa.

“Gatau. Kenapa ga telfon aja sih?” jawab dan tanya Koko.

“Goblokkkk!!!” teriak Sanzu.

Ia mengeluarkan ponselnya. Mencari nama Hanma.

berdering

“Apa zu?”

“Dimana sih?”

“Ya di bukit. Udah sampe?”

“Udah. Cuman ga tau lo dimana.”

“Apaan sih ko lo ngos-ngosan gitu?”

“Ya menurut lo? Gue cape lah!”

“Kalau liat gubuk. Nah. Gue disitu.”

“Ya. Gue sama yang lain liat. Bye!”

Sanzu mematikan telfonnya.

“Di gubuk katanya.”

Mereka mengangguk paham dan kembali melanjutkan perjalanan.


Sampailah mereka di gubuk yang dimaksud.

“CAPEEEEEE!!!!” teriak Koko.

Inui dan Rindou langsung tergeletak pada lengan kekasihnya masing-masing.

“Naspad gue mana?” tanya Hanma.

“Sebentar Maaa... Cape..” jawab Koko.

“Laperr..” rengek Hanma.

Alih-alih tetap beristirahat karena kelelahan,, Inui bangun dari istirahatnya. Mengambilkan sebungkus nasi padang yang Hanma pinta sebelum teman-temannya menyusul ke bukit.

“Makasih Inui!”

Inui membalas dengan senyuman.

“Pelan-pelan aja Ma..” ucap Inui.

Hanma benar-benar menikmati makanannya. Sedangkan ketiga temannya malah tertidur pulas.

Kini hanya Inui yang bangun. Memperhatikan Hanma yang tengah melahap nasi padang pembelian Koko.

“Menurut gue habis ini lo cerita. Mau kan?” tanya Inui.

Hanma tidak menjawab.

“Ma. Ayolah. Gue, Koko, Rin, sama Sanzu itu temen lo. Cerita ya?” tanya Inui sekali lagi.

“Gapapa gue nambah beban kalian dengan cerita ga jelas gue?” tanya balik Hanma.

Koko terbangun. “Menurut gue lo ga pernah ngebebain Ma. Gue temenan sama lo dari SMA.”

Hanma tersenyum pahit.

“Sebenarnya gue cuman kangen Bunda. Kangen banget. Makanya gue kesini.”

Koko perlahan membangun Sanzu dan Rin untuk mendengarkan cerita Hanma.

“Gue kaya apa ya? Orang berkepribadian ganda. Kadang seneng. Kadang biasa. Kadang sedih. Ga jelas banget.

“Gue kangen Bunda aja sih intinya. Maaf ya gue childish banget malah kabur dari tanggung jawab gue. Malah nyusahin kalian lagi,” jelasnya disusul dengan tawa yang tidak ikhlas.

“Ma. Kalau lo butuh apa-apa, mau cerita apa, lo bisa call atau chat gue. Lo boleh call atau chat Inui, Rin, atau Sanzu. Gapapa. Kita semua bakalan bantuin lo Ma. Tapi jangan gini lah. Oke?”

Hanma mengangguk. “Gue kan bilang cuman takut ganggu aja.”

“Ya udah. Barang-barangnya mending kita beresin deh. Kita camp dulu disini. Gimana?” tawar Koko pada Hanma.

Hanma mengangguk dan membantu mereka membereskan barang-barang.

! semua karakter hanya milik 𝙠𝙚𝙣 𝙬𝙖𝙠𝙪𝙞 semata. ! content, trigger warning ; family issue. ! legal character ! feedback dalam like/rt/qrt sangat terima kasih ♡

Beberapa bingkai foto tersusun rapi. Memperlihatkan bagaimana bahagianya hubungan sepasang pemuda berparas imut dan mungil dengan sesosok pria yang terlihat tenang dan gagah disaat bersamaan.

Memindahkan beberapa foto lainnya yang tidak memiliki tempat. Karena bingkai yang seharusnya kini sudah pecah berkeping.

Membelinya bersama dengan beberapa barang lainnya. Berniat untuk memperbaiki keadaan dan suasan dalam apartment kecil yang sudah ia huni selama empat tahun.

Entahlah. Ini tempat ia akan tinggal selamanya. Atau bisa saja setelah ia pulang berbelanja, ia akan di usir oleh pemilik aslinya.

Empat tahun lalu. Tepatnya saat ia baru saja mendapat kabar gembira tentang dirinya yang diterima di salah satu universitas terbaik di kotanya. Pada saat itu juga, orang tuanya resmi memutuskan untuk bercerai.

Setelah sekian lama bertahan karena dirinya. Semuanya kembali masing-masing. Ia dipinta oleh kedua orang tuanya untuk tinggal sendiri, bersama ibunya, atau memilih bersama si ayah yang keras dan tempramental itu.

Butuh waktu lama bagi dirinya yang baru saja merasakan kebahagiaan untuk kembali menelan pil pahit kehidupan yang dibuat selucu ini oleh semesta.

Diberi waktu selama tiga hari oleh orang tuanya untuk berpikir. Memilih siapa orang yang akan kamu temui setiap harinya. Sebelum rumah penuh kenangan itu; lebih kenangan yang gelap, di jual oleh mereka.

Meminta saran kepada teman dekatnya. Teman yang mengetahui dirinya dan kondisinya yang tidak pernah baik-baik saja.

Mereka bilang ia bisa tinggal bersama di rumahnya. Tiga dari kelima temannya pun bilang, ada kamar kosong yang bisa ditempati tanpa canggung olehnya.

Tapi tetap saja ia enggan untuk menempatinya tanpa membayar kebutuhan pokok rumah tersebut.

Contoh. Sano Manjiro dan Matsuno Chifuyu. Mereka adalah dua orang yang selalu memaksa dirinya untuk tinggal di rumah milik orang tuanya.

Atau Takemichi yang bersikeras mengajak dan sudah mengizinkan dengan sangat ia untuk tinggal bersama di apartment pemberian dari kedua orang tuanya.

Sebenarnya sebagai seorang teman yang sudah bersama selama kurang lebih enam tahun lamanya. Tinggal bersama bukan sesuatu yang merugikan. Apalagi mereka sudah berteman sejak sekolah menengah pertama.

Saat dirinya masih menjadi seorang pribadi yang ceria dan seorang profesional dalam menutupi kesedihannya.

Biasanya. Kebanyakan para siswa baru akan diantar jemput oleh orang tuanya selama tiga hari; paling lama. Sebelum berbaur dan menetap selama tiga tahun lamanya untuk belajar.

Kazu. Kazutora Hanemiya.

Hanya seorang pria kecil lulusan terbaik di sekolah dasarnya yang mendapatkan dengan mudah sekolah negeri menengah pertama terbaik di antara para teman-teman sekolah dasarnya.

Kazu kecil bukan seorang yang sering berbaur dengan orang lain. Ia hanya akan bergerak jika ia di ajak. Ia akan keluar kelas untuk berbaur jika ia di paksa dan di tarik tangannya oleh teman-teman yang ingin melihat seorang Kazu selain di dalam kelas.

Pernah suatu ketika, saat Kazu kecil tengah sibuk bergulat dengan buku latihan soal. Seseorang bernama Mitsuya Takashi; teman sekelasnya, menghampirinya dan berbicara beberapa hal yang membuat Mitsuya bingung dan penasaran kepadanya.

“Halo Kazu!”

Itu adalah sapaan pertama yang Kazu dengar selama ia bersekolah di sana.

Kazu hanya melihatnya dan tersenyum canggung.

“Boleh ga aku duduk di sini?”

Tanyanya sambil menunjuk kursi depan Kazu yang kosong; karena temannya tengah menikmati istirahat belajarnya di luar.

Kazu mengangguk. Membiarkan Mitsuya duduk di depannya.

“Ngomong-ngomong kamu ko udah beli buku latihan soal ujian sih? Kan ujiannya masih lama banget.”

“Aku di suruh mama buat belajar dari sekarang.”

“Gimana kalau kita nanti belajar bareng? Kamu mau ga?”

Kazu kecil tidak langsung menjawab pertanyaan Mitsuya kecil. Ia ingin. Tapi keadaan rumahnya lah yang ia takutkan.

“Kita belajar di rumah aku aja. Biar ibukku nanti masak makanan yang banyak untuk menyambutmu. Gimana?” tawarnya, lagi.

“Boleh?”

Mitsuya mengangguk dengan semangat.

“Aku mau berteman sama kamu Kazu. Kamu itu baik, pinter. Aku kadang suka sedikit iri sama kamu. Hehehe.”

Kazu mengangguk dan membalas jabatan tangan Mitsuya.

play ; https://youtu.be/OvYTqsBa_HI

! semua karakter hanya milik 𝙠𝙚𝙣 𝙬𝙖𝙠𝙪𝙞 semata. ! content, trigger warning ; hasrh words, nsfw (jaga-jaga), kissing, drunk, mental health, drugs, suicidal, angst?, slight bajifuyu ! legal character ! feedback dalam like/rt/qrt sangat terima kasih ♡

Tersisa lima botol alkohol dari dua belas botol yang tersedia di apartment miliknya dan kekasihnya, Sano Manjiro.

Ia habiskan sendiri tanpa takaran dan berantakan dirinya sekarang.

Tidak ada kabar sejak lima jam terakhir ia mengirimkan pesan singkat berupa keinginannya untuk bertemu. Membicarakan bagaimana kerinduan miliknya yang sudah tidak bisa lagi terbendung.

Memikirkannya setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detik adalah hal yang Draken lakukan beberapa bulan terakhir.

Meminggirkan dirinya dari pekerjaan yang membuat hubungan dirinya dan Mikey merenggang.

Draken. Akrab orang-orang menyapanya adalah seorang pria tegas, berpostur tubuh tinggi, pintar, dan sabar dalam dirinya membuat orang-orang kagum akan kepribadiannya.

Mikey. Pria munggil yang sudah bersamanya selama enam tahun ini, membuatnya dan membackup dirinya dalam kejamnya dunia.

Pria mungil yang seharusnya tidak menjadi miliknya, polosnya yang seharusnya tidak ia rusak, dan keceriannya yang seharusnya tidak ia rampas dengan kasar.

Sisi cerah seorang Mikey sudah sepenuhnya hilang. Hilang karena dirinya yang terlalu kelam dan gelap untuk kembali ceria seperti dirinya yang dulu.

Semua bermula saat dua tahun lalu. Dua tahun kehilangan seorang Bunda yang ia sangat sayang. Draken, kala itu ada dalam kegelapan yang belum sepenuhnya pulih.

Pulang dan pergi setiap tiga kali sebulan, meminum obat yang bahkan tidak memberi efek apapun pada dirinya, dan hal-hal buruk dalam dirinya yang kembali datang.

Sisi gelap seorang Draken yang pernah Mikey reda dengan amat sangat penuh perjuangan kembali menguasai emosi dan jiwa Draken.

Mikey sempat berbicara dalam pelukan Draken beberapa hari lalu. Ia lelah dengan hubungan ini, hubungan yang terlalu berat baginya. Berat untuk pergi dan berat untuk tetap bertahan.

Sejak hari itu juga, Draken enggan untuk keluar dari dalam apartmentnya. Menunggu Mikey benar-benar pulang dan menemaninya saat semuanya kembali dia rasa.

Rasa ingin mati dan meninggalkan semua rasa sakitnya yang bahkan menyakiti hati orang lain.

Tidak ada seorang pun yang memikirkan sisi lain dari dirinya. Hanya Mikey yang mengetahui semuanya. Semua tentang dirinya sejak kecil. Sejak hal-hal buruk terjadi. Sejak hal-hal buruk yang ingin menghabisi nyawanya.

Baik teman-teman Draken maupun Mikey tidak ada yang bisa menghentikan Draken.

Draken yang hanya terbuka pada Mikey. Dan Mikey yang hanya ingin Draken mengadu pada dirinya.

Saat ini, jam dinding yang terpasang sudah menunjukkan pukul dua malam. Mikey masih belum juga pulang. Draken sudah terlelap karena ia menghabiskan satu lusin botol alkohol tanpa henti.

Memutar lagu-lagu yang mereka buat beberapa tahun lalu. Memutarkan juga otak dan memorinya saat indah bersama Mikey.

“Aku pulang,,” Mikey membuka pintu apartmentnya dan melihat seluruh tata letak furniture telah berubah.

Tidak berantakan. Tidak ada yang pecah. Hanya berubah.

Sofa, Tv, lemari-lemari, dan rak foto. Semuanya berubah.

Mikey bergegas masuk ke dalam kamarnya dan Draken. Ia mendengar ada lagu yang menguasai ruangan itu. Samar-samar, tapi Mikey bisa mendengarnya.

Ia menangis.

Melihat Draken disana, sendirian. Hanya ditemani oleh dua belas botol alkohol yang tersusun rapi.

Ya, Draken menyusunnya. Karena itu adalah hal yang biasanya ia lakukan dengan Mikey sehabisnya berpesta dengan alkohol karena hari berat mereka.

Mikey menatap Draken yang berantakan. Menggantikan bajunya dengan kaos kesayangan miliknya. Membuka tali rambut yang sudah tidak beraturan yang membiarkan rambutnya terurai.

Mengecupnya sekilas dan ikut berbaring disampingnya.

“Seharusnya kamu ga usah gini. Aku minta maaf,” gumam Mikey.

Ini murni bukan salah Mikey maupun Draken.

Bisa ku bilang, semesta yang menginginkannya.

“Kamu. Kamu mau apa kaya gini lagi sih, Kenchin?”

“Aku ga bakalan pergi. Aku sayang kamu. Aku minta maaf.”

Mikey kembali menangis. Memeluk tangan Draken yang terkulai lemas dan dingin.

“Ka?” tanya Mikey dengan perasaan yang bercampur.

Ia panik.

“KA KENCHIN?!”

“BANGUN!”

Mikey tidak bisa mengontrol nafasnya. Ia panik setengah mati.

“Mikey? Udah pulang ya.. Maaf ya aku tidur duluan, padahal aku mau pukis sama kamu,” ucap Draken yang tiba-tiba bangun.

Itu adalah nada suara Draken yang Mikey benar-benar benci. Suara yang seperti akan meninggalkannya, membiarkannya terlalut dalam kesalahan.

“Aku udah masak tadi buat kamu, kayaknya udah dingin. Kamu nanti angetin aja ya.”

Mikey mengangguk.

Draken menatap mata Mikey sangat dalam. Seolah berbicara bahwa dirinya itu orang bodoh yang menyia-nyiakan seorang Mikey. Berbicara bahwa dirinya patut pergi selamanya dari kehidupan seorang Sano Manjiro.

Mikey juga ikut menatap mata Draken dalam. Berbicara bahwa ia harus bertahan. Bertahan dari apapun yang membuat dirinya kalut dan berpikir ia harus mati meninggalkan semesta secepatnya.

Mikey menggeleng, “Udah. Kamu jangan natap aku kaya gitu.”

Draken tersenyum tipis, “Maaf ya. Alkoholnya udah aku habisin. Obatnya aku minum juga ko. Sesuai takaran, tenang aja.”

Draken bangun dari tidurnya, membenarkan poisis tubuhnya agar sejajar dengan si kecil.

Draken menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar. Mengambil pipi seorang Mikey lalu disentuhnya dengan lembut.

Sebab ku sayang dia. Sebab ku kasihi dia. Sebab ku tak rela, tak selalu bersama. Ku rapuh tanpa dia. Seperti kehilangan arah.

Itu adalah sepotong lirik yang kini menggambarkan perasaan Draken pada Mikey.

“Lagu ini. Aku banget ke kamu Manjiro,” kata Draken.

“Kamu kenapa?”

“Aku gapapa. Aku cuman, cape.”

Mikey memeluk Draken. Membawanya dalam pelukan yang mungkin sudah lama tidak mereka lakukan.

“Seandainya aku pergi. Kamu ga boleh sedih ya?”

“Banyak orang yang sayang banget sama kamu. Banyak orang yang mau jadi pacar kamu bahkan ada banyak orang yang antri pengen selamanya sama kamu. Maaf aku belum bisa jadi orang baik buat kamu. Aku nyusahin kamu terus, aku egois, aku emosional. Maaf ya, Mikey?”

Mikey mengangguk.

“Kemarin aku sempet mimpi. Aku mimpi ketemu bunda. Bunda bahagia banget disana. Bunda banyak temennya disana. Bunda. Aku kangen Bunda. Aku boleh nyusul Bunda ga, Mikey? Aku kalau ketemu Bunda bisa sembuh kan ya? Aku ga harus nyusahin kamu, anterin aku yang harus pulang pergi ke psikiater – “

Mikey mengecup bibir Draken. Ia benci akan hal seperti ini.

” – kamu ga perlu takut sendirian, sayang. Banyak orang yang sayang sama kamu.”

“Aku sayang sama kamu. Bisa stop bicara soal itu?” pinta Mikey, kesal.

“Gemes. Lucu mau aku makan. Tapi aku minta maaf ya?”

“Iya.”

Draken kembali terlelap dalam pelukan kekasih kecilnya.

Mikey mengusap rambut Draken. Membiarkannya terlelap dengan tenang dan nyaman.

Tiba-tiba tubuh Draken menjadi sedikit dingin. Terkulai lemas juga. Mikey bingung. Draken benar-benar tertidur pulas, atau?

“Ka?”

“Ka. Jangan main-main deh. Aku ga suka!”

Mikey memegang tangan Draken. Dingin. Benar-benar dingin.

Ia menangis. Mencari ponselnya dan menelfon Baji yang menjadi tetangga sebelahnya.

“Apa?”

“Tolongin gue. Draken.”

“Kenapa lagi di naga?”

“BADANNYA DINGIN! BISA BANTU GUE GA SIH ANJING?!”

Baji menutup telfonnya sepihak. Bergegas keluar menuju apartment sebelahnya. Bersama dengan Baji, ada juga Chifuyu yang mengkhawatirnya keadaan Mikey. Pasti Mikey tengah panik dan mengutuk diri ini adalah kesalahannya.

“Gimana bisa?” tanya Baji yang tengah mengendong Draken untuk dibawa ke rumah sakit terdekat.

“Semua salah gue.”

“Ga ada waktu buat ngutuk diri sendiri Key.”

“Ya Draken mabuk gara-gara gue anjing!”

“Udah kaa,, stop.” pinta Chifuyu.

“Ka, lo jangan salahin diri lo sendiri. Dengan lo menyalahkan diri lo sendiri sama dengan lo bikin ka Draken sedih,” jelas Chifuyu pada Mikey.

“Tapi Puy. Gue telat pulang.”

“Itu kan lo kerja. Bukan ngelonte!” tegas Chifuyu, ikut kesal.

“Tapi Kenchin... Ia ngabisin satu lusin alkohol sendirian Puy... Apa gue masih harus tenang akan hal itu?”

“Ga usah lo khawatirin ka Draken kaya gitu. Dia itu kuat, dia ga mungkin selemah itu cuman gara-gara ngabisin satu lusin alkohol sendirain.”

Baji, Chifuyu, dan Mikey membawa Draken ke rumah sakit terdekat.


“Ada keluarga dari Ryuguji Ken?” tanya dokter yang baru saja keluar dari ruangan Draken.

“Saya.” jawab Mikey.

“Bisa berbicara sebentar?”

Mikey mengangguk.

“Bagaimana kondisi Draken dok?” tanya Mikey panik.

“Tuan Ryuguji Ken, orang yang sangat kuat. Saya salut dengan kondisi tubuhnya. Tapi sayangnya, mungkin dalam beberapa hari ini saudara Ryuguji Ken tidak bisa pulih dengan cepat,” jelas dokternya.

“Maksudnya dok?”

“Ia mengalami koma.”

Mikey menangis saat itu juga. Ia kaget. Panik. Semuanya bercampur menjadi perasaan bersalah yang besar.

“Tapi dia bakalan bangun kan, Dok?”

Dokternya mengangguk. “Berdoa saja pada Tuhan. Semuanya akan baik-baik saja. Kami akan melakukan yang terbaik.”

“Baik kalau begitu Dok. Saya keluar dulu.”

Mikey keluar dari dalam ruangan dokter dengan perasaan yang benar-benar sudah tidak bisa dijelaskan.

“Draken gimana?” tanya Baji.

“Koma.”

Chifuyu memandang Baji. Baji memandang Chifuyu secara bergantian.

“Mau nemenin ka Draken disini?” tanya Chifuyu.

“Gue mau pulang dulu aja. Besok gue kesini lagi. Sekalian nemenin Kenchin.”

Chifuyu menoleh kearah Baji dan mengangguk.

“Kalau sepi gue nginep di apart lo.”

Mikey menggeleng. “Gapapa. Gue sendiri aja.”

“Jangan gila.”

“Iya.”


Terhitung sudah empat bulan Draken belum juga berniat membuka matanya. Mikey sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Ia hanya berdoa pada Tuhan semoga Draken cepat dipulihkan.

“Mikey...”

Panggil seseorang yang mungkin hanya bisa didengar oleh Mikey yang sekarang tengah berdiam di dalam ruangan Draken.

“Mikey... Kamu disini kan?”

Mikey menghampiri Draken. Iya. Kekasihnya sudah bangun tepat dengan hari jadi mereka yang ketujuh tahun.

“Jangan nangis...”

Mikey tetap menangis. Melihat kekasihnya sudah bangun dari tidur panjangnya.

“A-aku... A-aku minta maaf...”

Draken tersenyum tipis. “Jangan minta maaf terus cantik. Aku udah gapapa ko.”

“Kenchin...”

“Iya?”

“Jangan pergi... Aku takut...”

“Aku cuman tidur. Aku ga pergi.”

“Kalau kamu tidur selamanya gimana?”

“Shtttt. Udah.”

Mikey memeluk Draken.

“Aku waktu tidur, lagi bareng-bareng sama Bunda – “

” – bunda bilang aku harus nikahin kamu. Kamu terlalu kecil kalau aku tinggal-tinggal terus...”

“Aku bukan anak kecil Kenchin...”

“Bunda yang bilang sayang, bukan aku...”

“Terus?”

“Aku tidur berapa lama?”

“Empat jam kan?”

“Empat bulan, Kenchin.”

“Ohhh.. Wow...”

“Sekarang tanggal berapa?”

“Dua puluh tiga. Bulan dua belas.”

“Selamat tujuh tahun ya, cantikku Manjiro.”

“Selamat tujuh tahun juga ka Kenchin.”

-fin.

! semua karakter hanya milik 𝙠𝙚𝙣 𝙬𝙖𝙠𝙪𝙞 semata. ! content, trigger warning ; cheating (jaga-jaga), bxb, nsfw (jaga-jaga), drunk ! legal character ! feedback dalam like/rt/qrt sangat terima kasih ♡

Lalu-lalang orang keluar dan masuk secara bergantian ke dalam cafe milik seorang pemuda bernama Hanma Shuji.

Menunggu seorang pria mungil yang sudah terikat hubungan dengannya selama empat tahun. Meminta kejelasan secara rinci bagaimana hubungan mereka yang sudah hampir berakhir.

Hanma terus menatap ponselnya, berharap si mungil membalas pesan yang sudah ia kirimkan sejak satu jam yang lalu.

Memesan minuman yang kini sepenuhnya sudah berubah rasa dan makanan di depannya yang belum juga tersentuh.

“Ka?” tanya seseorang dari belakang.

Hanma menoleh tidak menjawabnya langsung, ia mengira itu kekasihnya yang selama ini ia tunggu.

“Kenapa?” tanya balik yang ditanya.

“Lo nunggu siapa? Perlu gue telfon ga orangnya? Kayaknya lo udah lama banget nunggu, tumben.”

“Gue nunggu Kazu,” Hanma meminum pesanannya. Benar, sudah berubah rasa. “Gue pesen ini lagi satu.”

“Ya udah kalau lo mau nunggu.”

Hanma mengetik beberapa huruf pada ponselnya.

“Halo?”

Hanma memutuskan untuk menelfon si mungil-nya.

“Kamu udah dimana?”

“Disini.”

Hanma menoleh kearah pintu kafenya. Loncengnya berbunyi, pertanda memang ada seseorang yang masuk.

“Lama.”

Hanma mematikan telfonnya. Sekarang seseorang yang ia tunggu sudah ada dihadapannya.

Celana jeans hitam, hoodie oversize coklat berbalut dengan jaket pemberiannya. Sangat cantik.

“Kamu udah aku pesenin. Nanti sekalian sama ice latte aku dateng.”

Yang diberitahu hanya mengangguk. Membenarkan posisi duduknya menjadi lebih nyaman.

“Ka Hanma mau apa ketemu aku?”

“Kita pindah ke rooftop mau ga? Bibir ku sepet mau ngerokok.”

“Aku udah duduk.”

“Ya aku udah nunggu lama kamu, aku sengaja tunggu disini biar aku tau secantik apa sih pacarku sampe orang-orang pada mau rebut?”

Kazu hanya memutar bola matanya malas. Sebenarnya mereka tengah bertengkar. Kazu sudah lelah dengan sikap Hanma yang seperti anak kecil. Ralat. Terlalu seperti anak kecil.

Akhirnya mereka berdua pindah ke rooftop yang tidak terlalu ramai. Hanya ada tiga orang saja yang tengah sibuk dengan laptopnya ; sepertinya mereka sedang mengerjakan tugas.

“Jadi?” tanya Kazu disusul dengan membuang nafasnya kasar.

“Aku kangen kamu.”

“Ga ada yang larang kamu buat ga dateng ke apart aku.”

“Aku sibuk.”

“Aku juga.”

“Tapi aku sayang kamu.”

Kazu tidak menjawab.

“Ko diem? Kamu ga sayang aku kah?”

“Sayang.”

“Ko tadi ga langsung bilang setelah aku bilang?”

“Ya emang ga boleh?”

“Kamu ko berubah sih Zu?”

“Kakak juga tuh.”

“Aku diem?”

“Diem-diem selingkuh. Gitu kan?”

Minuman mereka datang. Memberi waktu Hanma untuk mencari alasan atas pertanyaan Kazu.

“Hubungan kamu sama Kisaki-Kisaki itu apa?” tanya Kazu, lagi.

“Temen.”

“Temen atau demen?”

“Temen Kazu. Percaya sama aku.”

“Saking percayanya aku sampai di bodohin sama kamu ko, Ka.”

Kazu meminum minumannya. Mengeluarkan rokok juga yang ada di dalam jaketnya.

Memperlihatkan kepada Hanma bagaimana dia juga kalut dalam beberapa bulan ini. Tidak membicarakannya pada orang lain, karena ia tidak terlalu percaya pada orang lain ; apalagi orang asing.

Hanma adalah orang pertama yang tau segalanya. Segala tentang kehidupannya, masa lalunya, bahkan rancangan masa depannya yang sudah ia susun rapi sedemikian rupa.

Hanma hanya menatap sayu si mungil-nya. Mencoba memperhatikannya, ada apa sebenarnya.

Hanma memang bukan orang yang romantis. Membicarakannya secara terang-terangan adalah gayanya.

Tegas dan berwibawa adalah hal penting bagaimana orang-orang selalu kagum akan seorang Hanma. Bagi Kazutora, Hanma adalah sosok yang terlalu sempurna untuknya yang rapuh.

“Sejak kapan kamu ngerokok, cantik?” tanya Hanma dengan nada suara yang berat.

Kazu menatap Hanma, ia takut pria didepannya ini akan memarahinya.

“Sejak kamu bilang “Aku ga bisa kesana. Aku juga punya kesibukan. Kamu ganggu tau ga?! Kamu bisa sendiri kan? Jangan hubungi aku dulu, aku sibuk!”” jelas si mungil.

“Maaf ya.”

“Bukan salah mu Ka. Wajar kamu sibuk. Harusnya aku yang minta maaf selalu ambil waktu kamu. Padahal kamu orang sibuk.”

“Kazu, kamu ga pernah ganggu. Sumpah waktu itu aku lagi ga sadar kayaknya?”

“Oh jadi bener?”

Hanma menatap bingung Kazu. Tentang kebenaran apa?

“Waktu itu aku ga sengaja liat story instagramnya ka Draken. Aku ada di close friendnya dia sih. Waktu itu dia lagi party gitu kayaknya sih Koko open tabel di bar. Terus ada kamu disana. Jelas banget lagi – “

Kazu menjeda pembicaraannya. Membuat si lawan bicara penasaran setengah mati dengan lanjutan ceritanya.

“Terus?”

” – kayaknya sih kamu lagi mabuk berat. Ada yang teriak katanya Hanma udah habis 11 botol alkohol sendirian. Entah deh gara-gara apa, tapi ada rumor kamu deket sama Kisaki ya waktu itu? Jadi aku juga ragu buat nanya tentang hubungan kita kedepannya. Seadainya putus pun kayaknya jelas banget alasan aku putusin kamu apa.”

Penjelasan Kazu sangat rinci. Terlalu rinci.

Hanma hanya diam. Memikirkan bahwa ini memang kesalahannya.

“Jadi, alasan ka Hanma ngajak aku ketemu cuman mau tanya tentang hubungan kita kan?”

Hanma menatap mata Kazu. Mungkin ini memang sudah saatnya.

“Maaf,” Hanma memang pergelangan tangan si mungil, mengusapnya dan disusul dengan ciuman kecil.

“Ka Hanma jangan minta maaf terus. Kamu ga salah ko. Memang setiap hubungan tuh ada kan masa dimana salah satu ada yang bosen. Ka Hanma wajar ko deketin Kisaki waktu itu. Kisaki pinter, kaya, berprestasi, populer. Beda sama aku yang yaa kalau dibayangin sama Kisaki aku cuman orang belakang yang ada dibarisan paling belakang.”

Kazu mengusap rambut Hanma yang kini sudah sepenuhnya berwarna coklat tua.

“Kamu ganti warna rambut. Kamu makin ganteng tau ka. Aku ga mungkin ninggalin ka Hanma yang bener-bener tau aku dari segala hal.”

“Ka Hanma mau bawa hubungan kita kemana?”

Pertanyaan Kazu berhasil membuat Hanma bingung setengah mati pada saat itu juga. Detik dimana ia benar-benar tidak bisa berpikir secara jernih.

Tentang perasaannya yang dalam pada Kazutora dan juga setitik perasaan lain pada seorang pria yang bukan Kazutora.

“Jangan paksain diri kamu Ka, kalau memang ga bisa dilanjut.”

Hanma menggeleng cepat.

“Aku mau kita tetep lanjut. Bisa kan?”

Kazu menangguk, “Aku sebenarnya udah beberapa kali minum obat lagi –”

“HAH? KO GA BILANG AKU?!”

” – jangan potong pembicaraan aku dulu.”

“Maaf.”

“Aku sempet kalut kan beberapa bulan lalu. Untung ada Baji sama Chifuyu yang bener-bener nemenin aku. Kadang juga ada Mikey dateng ke apart buat nginep nemenin aku kalau aku kesepian. Mikey pernah bilang kalau putusin kamu adalah jalan terbaik buat aku sembuh, pada saat itu. Tapi aku ga mau putus. Aku sayang kamu. Terlalu sayang.”

Hanma sedikit berkaca-kaca.

No need to cry, Ka. Aku baik-baik aja.”

“Setelah itu aku cerita sama Mikey, Baji, dan Chifuyu. Aku ga nelfon kamu setelah itu atau bahkan kasih kabar ke kamu karena aku mencoba netralin pikiran aku. Aku tadinya ga mau dateng kesini, aku cuman takut aku kembali ke beberapa bulan lalu dan malah bikin kamu mau bener-bener ninggalin aku dan lari ke Kisaki.”

“Aku ga bakalan ninggalin kamu. Sumpah.” Hanma memeluk Kazu tiba-tiba.

“Sekarang aku minta maaf. Minta maaf tentang semua hal bodoh yang aku lakuin ke kamu. Aku sekarang boleh cerita? Biar kita sama-sama terbuka.”

Hanma meminta izin kepada Kazu. Kenapa? Ia hanya takut Kazu tidak siap dan setelah pulang dari sini ia akan overthinking.

“Iya gapapa cerita aja.”

“Sempet beberapa bulan kemarin aku tertarik sama Kisaki. Aku minta maaf.”

Kazu tersenyum, “Gapapa. Lanjutin ceritanya.”

“Terus aku bener-bener kaya dihipnotis sama dia for falling in love with him too. Tapi setelah aku masuk kelas dan ketemu Draken. Aku tiba-tiba ditampar sama dia. Keras. Banget. Dia bilang kalau kamu di sisi lain lagi kalut dan bingung sama aku. Aku waktu itu bener-bener bingung.”

“Terus sekarang?”

“Aku kira kamu juga sempet cari orang baru. Aku denger kamu deket sama Takemichi. Aku mau marah, tapi aku juga salah bisa-bisanya deket sama Kisaki bahkan ada setitik rasa. Padahal aku punya pacar, pacarnya itu kamu.”

“Aku sama Takemichi?”

Hanma mengangguk.

Kazu benar-benar tertawa sekarang.

“Ko kamu ketawa sih?”

“Sayang ku ka Hanma. Mungkin rumor itu emang cepet nyebar gara-gara ada yang heboh di base kampus ya? Dan kamu liat itu? Jujur waktu itu sebenarnya lagi ada rencana Takemichi buat nembak Hinata. Takemichi mau pacarin Hina waktu itu, Ka.”

Hanma. Malu.

“Wajar ka Hanma mikir gitu. Si Takemichi emang profesional.”

“Aku salah?”

“Iya. Banget.”

“Aku malu.”

“Gapapa. Sini aku peluk.”

Kazu berdiri dari duduknya. Memeluk Hanma dan membawanya masuk ke dalam hoodie berukuran over yang ia kenakan.

“Mau pulang?” tanya Hanma yang masih betah di dalam hoodie milik Kazu.

“Kamu keluar dulu. Aku ga bisa jalan nanti.”

Hanma keluar dari dalam hoodie yang dikenakan Kazu.

“Aku mau beli cincin.”

“Buat?”

“Nikah aja kita Zu. Biar aku ga overthinking. Aku malu udah nuduh kamu yang engga-engga.”

Kazu mengangguk dan mereka berdua akhirnya pulang dengan perasaan lega atas hubungan yang menjadi lebih serius.

-fin.